Aku marah...
Namun karena ku cinta kamu..
Ku buktikan padamu..
Sang Imam membacakan Hadist dan ayat Al-Quran, dan selain itu, hal yang berkaitan dengan meninggalnya Khalifah Utsman Bin Affan.
Pada hadist pertama, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Seorang perempuan dipertimbangkan untuk dinikahi karena empat hal: kekayaannya, pengaruhnya, kecantikannya atau agamanya. Utamakanlah perempuan dengan agamanya, karena jika tidak engkau tidak akan memperoleh apa-apa kecuali debu.”
Pada hadist kedua, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Muslim yang paling sempurna imannya adalah yang perilakunya paling baik, dan yang terbaik diantara kalian adalah yang perilakunya paling baik pada istri-istrinya.”
Pada hadist ketiga, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Dalam Iman, muslim yang paling taat adalah yang berperilaku paling baik, dan yang terbaik diantara kalian adalah yang berperilaku paling baik pada istri-istrinya.”
Pada hadist keempat, “Siti Aisyah ditanya, ‘Apa yang Nabi Muhammad kerjakan di rumah?” Aisyah menjawab, ‘Nabi membantu anggota keluarga, dan apabila waktu sholat tiba, Nabi bergegas menunaikan sholat.’”
Pada hadist kelima, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Beberapa diantara kalian memukul istri kalian seperti seorang budak, dan tidur bersama mereka di akhir hari!”
Ayat pertama Al-Quran yang dibaca adalah:
“Apabila kamu menalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir idahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang makruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang makruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudaratan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat lalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah sebagai permainan. Dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan Al Hikmah (As Sunah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 231)
Pada hadist keenam, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Suami yang beriman tidak boleh membenci istrinya yang beriman. Jika ada sesuatu yang tidak disukai dari sang istri, maka sang suami seharusnya mencari sesuatu yang disukai darinya.”
Pada hadist ketujuh, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Istri selalu diperlakukan dengan baik oleh laki-laki yang luhur dan dipermalukan oleh laki-laki yang keji.”
Ayat Al-Quran kedua berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa: 19)
Berikutnya, Imam melarang merendahkan (melukai dengan kata-kata) perempuan dan keluarga pihak perempuan. Imam juga menasehati suami untuk tidak cemburu dan curiga. Beliau menambahkan bahwa sifat cemburu dan curiga adalah sifat yang lemah. Walau begitu, sang suami mesti menyayangi dan melindungi istri dan perempuan dalam keluarganya. Artinya, suami mesti waspada untuk tidak membiarkan perempuannya berperilaku di luar batas moral Islam. Contohnya, saat ini banyak muslimah yang mengenakan baju terbuka dan riasan berlebihan, baik di pasar maupun di pantai. Pakaian yang terbuka itu tidak membuat suami sadar, sampai ada laki-laki yang mengganggunya dan terlambat untuk dicegah.
Kemudian Imam membacakan ayat Al Quran berikut ini:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)
Berikutnya Imam membacakan peringatan dari hadist kedelepan berikut ini, dimana Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Tiga macam orang yang tidak masuk Surga. Laki-laki yang membiarkan dan/atau mencari untung dengan merendahkan istri mereka, laki-laki yang berlaku seperti perempuan, dan perempuan yang berlaku seperti laki-laki.”
Imam menceritakan cerita pendek dalam menyayangi dan melindungi istri. Pada saat kejadian pembunuhan Khalifah ketiga Utsman bin Affan, istri beliau Na’il – sesuai dengan tradisi Arab dalam mengusir orang asing mengganggu privasi rumah tangga – menyingkap rambutnya untuk membuat orang asing yang hadir terganggu. Melihat hal itu, Khalifah meminta Na’il untuk menutup rambutnya dengan berkata “melihat kematian lebih mudah bagi beliau daripada melihat rambut istri beliau (tersingkap di depan orang banyak) dan kesuciannya ternodai.” Mendengar ucapan beliau, Na’il segera menutup rambutnya dan menemani suaminya sampai mangkat.
Imam memberikan nasehat mengenai pukulan pada istri, dan mengingatkan larangan memukul istri di kepala, menyebabkan dia sampai berdarah dan bahkan mematahkan tulang. Pukulan itu hanya sebagai pengingat (sebagai kritik) bukan melukai, dan hanya dilakukan jika sesuai dengan sifat istri tersebut.
Ayat Al Quran ketiga yang dibacakan adalah:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An-Nisa: 34)
Ayat Al-Qur’an:
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. An Nisa: 34)
Hadist 1: Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“Tidak ada yang lebih baik di dunia ini bagi seorang muslim setelah menyembah Allah, selain mendapatkan istri yang shaleh, cantik apabila dipandang, patuh apabila diperintah, memenuhi sumpah pernikahan, menjaga dirinya dan kekayaan suami di saat suami pergi, mengasuh anak-anaknya, tidak membiarkan orang lain masuk ke rumah tanpa ijin suami, dan tidak menolak apabila suami memanggil ke tempat tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist 2: Seorang perempuan datang memohon nasehat pada Nabi Muhammad SAW. Nabi menanyakan apakah dia memiliki suami, dan perempuan itu mengiyakan. Kemudian Nabi menanyakan apakah dia melayani suaminya. Perempuan itu menjawab dia melakukan apa yang bisa dia lakukan. Kemudian Nabi berkata pada perempuan tersebut:
“Engkau sama dekatnya dengan Surga dan sama jauhnya dari Neraka sebagaimana dekatnya engkau dalam melayani suamimu”, dan dalam riwayat lain “suamimu adalah Surgamu atau Nerakamu”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist 3: Ummu Salamah ra. (Istri Nabi) meriwayatkan Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“Seorang perempuan, yang ditinggal mati suami dan sang suami tersebut senang padanya, akan masuk Surga”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist 4: Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“Jika aku boleh memerintahkan seseorang untuk menyembah yang lain, aku akan memerintahkan istri untuk menyembah suaminya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist 5: Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“Seorang perempuan tidak patuh pada suaminya dan dia tidak akan mampu tanpa suaminya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist 6: Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“Seorang perempuan yang menegakkan sholat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadan, dan mematuhi suaminya akan memasuki Surga melalui pintu mana saja dia suka”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist 7: Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“Demi Dia yang berkuasa pada hidupku, ketika sang suami memanggil istrinya ke tempat tidur dan dia menolaknya, Dia yang di Surga akan murka padanya sampai suaminya senang akan dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist 8: Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“Ketika seorang perempuan melalui malam dengan meninggalkan suami di tempat tidur, para malaikat akan mengutuknya sampai pagi hari.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist 9: Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“Yang terbaik diantara para perempuan adalah yang mengasihi, mengasuh anak, supportif dan patuh, dan yang terburuk diantara perempuan adalah yang suka mengenakan perhiasan dan egois, dan masuk surganya tidak lebih mungkin dari seekor gagak putih”. (HR. Bukhari dan Muslim). Gagak berwarna putih, tidak seperti yang berwarna hitam, sekalipun ada tapi sangat jarang muncul di alam; sama jarangnya dengan kemungkinan perempuan sombong yang suka mengenakan perhiasan untuk bisa masuk surga.
Hadist 10: Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“Pilihlah keturunanmu.” Artinya, orang tua perlu memerhatikan kriteria moral dalam memilih calon istri atau suami untuk anak laki-laki dan perempuannya, dengan memeriksa orang tua dari pasangan anak mereka nanti. Jika orang tuanya alim, tentunya anaknya juga demikian, dan demikian pula sebaliknya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hak Suami sebagai Kewajiban Istri
Hak suami dan kewajiban istri 1:
"Istri yang sholeh adalah yang taat pada perintah Allah, yang menunjukkan perempuan tersebut selalu ingat pada Tuhannya."
Hak suami dan kewajiban istri 2:
"Istri yang ceria itu enak dipandang, karena dia bisa merawat diri dan menjaga perbuatannya. Perempuan yang berhias di dalam rumah itu membahagiakan."
Hak suami dan kewajiban istri 3:
"Istri sepatutnya selalu taat pada suami, sepanjang tidak melawan kesukaan Allah. Hal ini menunjukkan karakternya yang tulus, yang berlawanan dengan kesombongan."
Hak suami dan kewajiban istri 4:
"Istri yang membantu suami dalam memenuhi janji pernikahannya, sepanjang tidak bertentangan dengan kesukaan Allah. Ini menunjukkan loyalitas."
Hak suami dan kewajiban istri 5:
"Istri mesti menjaga kesuciannya, dengan melindungi kehormatan suaminya. Ini menunjukkan bahwa sang istri layak dipercaya. Ini adalah sangat penting dalam pernikahan, dan bisa berakibat menguatnya atau runtuhnya pernikahan. Ini akan mempengaruhi kedamaian hati suami dan akan sangat menggangu keberhasilannya baik di dalam maupun di luar rumah."
Hak suami dan kewajiban istri 6:
"Istri menjaga kekayaan dan harta milik suami, dengan secara bijak mengolah apa yang dipercayakan padanya. Ini menunjukkan sang istri cerdas dan handal, karena istri menunjukkan kebolehannya dalam urusan suami. Ini adalah karakter luar biasa, yang sangat dibutuhkan suami yang ingin terus meningkatkan posisi keluarga di masyarakat."
Hak suami dan kewajiban istri 7:
"Istri mengasuh anak-anak suaminya seperti yang diinginkan sang suami. Hal ini menunjukkan sang istri sangat mengasihi dan menyayangi, dan anak-anaknya menjadi prioritas utama."
Hak suami dan kewajiban istri 8:
"Istri yang di saat ditinggal suaminya menolak orang lain masuk rumah tanpa ijin sang suami. Keluarga istri selalu diijinkan, kecuali yang dilarang oleh sang suami. Juga, di saat suami pergi, sang istri bisa menerima saudara laki-laki suami masuk rumah; namun dia hanya boleh masuk sampai ruangan khusus, seperti ruang tamu, dan saudara ipar tersebut tidak boleh berduaan dengan sang istri. Contoh lainnya, sang istri tidak semestinya meninggalkan rumah suami tanpa ijin. Sekalipun perempuan diperbolehkan untuk datang ke Masjid, namun mereka harus mendapatkan ijin dari suami sebelum berangkat ke Masjid atau hendak beribadah puasa."
Hak suami dan kewajiban istri 9:
"Istri yang tidak menolak saat dipanggil suami ke tempat tidur. Pekerjaan istri di rumah memang berat, namun begitu juga godaan yang dihadapi suami di luar rumah di setiap harinya. Jadi, seorang istri yang bijak akan mengerti bagaimana caranya untuk melegakan sang suami, dengan diantaranya memenuhi hasrat suami."
Hak suami dan kewajiban istri 10:
"Istri berlaku ramah pada orang tua suami. Artinya, sang istri menunjukkan keramahan pada orang tuanya, sebagaimana menantu yang baik berperilaku, dengan setia melayani mereka. Perbuatan semacam ini memperkuat ikatan suami istri, karena hal ini menunjukkan penghormatan."
Sang Imam kemudian menutup khutbah dengan menekankan dua nilai penting bagi suami, yang ingin memiliki keturunan yang baik dan ingin memberikan anak mereka pasangan hidup yang baik. Yang pertama adalah untuk orang tua – terutama sang bapak – yang meninginkan anak-anak yang patuh, mesti menjaga perilakunya, atau anak-anaknya akan tumbuh menjadi tidak patuh. Orang tua tidak bisa memberikan pada mereka apa yang mereka tidak punyai. Yang kedua adalah pada sahabat Rasulullah, di saat mereka membawa calon pengantin perempuan pada suaminya, menasehati mereka untuk melayani suami, dan berbuat baik pada orang tuanya.
Assalamualaikum wr.wb
Sahabatku rahimakumullah,
Rasulullah saw bersabda :“Dan perumpamaan mukmin itu seperti lebah, ia hinggap di tempat yang baik, memakan yang baik, tetapi tidak merusaknya”. (HR. Thabrani)
Yang dimaksud Orang mukmin (orang beriman) yang seperti lebah itu adalah orang mukmin baik laki-laki maupun perempuan.
Nah, terlampir di bawah ini adalah 60 Kriteria Pria Idaman (Ideal) menurut Islam yang saya coba ketik dan kumpulkan dari Al Qur’an dan Hadist Nabi saw. Mungkin saja masih ada yang missed alias kurang dan silakan Anda tambah sendiri dengan kriteria Anda tapi masih menurut Qur’an dan hadist. Atau mungkin juga ada urutan yang menurut Anda kurang pas, silakan Anda rubah sendiri.
Semoga dapat bisa memberi manfaat ya sahabatku n Matur syukran.
Wassalam,
60 Kriteria Laki-laki Idaman (Ideal) menurut Islam adalah laki laki mukmin (beriman) yang …:
1) Islam menjadi pedoman hidupnya yang utama (QS.6:153);
2) Ikhlas menjadi dasar hidupnya (QS.2:207);
3) Taqwa menjadi bekal hidupnya (QS.2:197);
4) Taat menjadi karakteristik khasnya (QS.3.132);
5) Shalat dan sabar merupakan kekuatannya (QS.8:56;32:24);
6) Tsabat (teguh) merupakan sikap hidupnya (QS.8:45);
7) Ukhuwah Islamiyah menjadi pengikat hatinya (QS.49:10;43:67);
8) Tidak mengenal sikap palsu, kamuflase, banyak tingkah dan takabur (QS.25:63);
9) Ruang jiwanya dipenuhi oleh perhatian dan kepedulian yang besar dan penuh kesungguhan dalam mencapai hadaf (tujuan baik) mereka (QS.28:55);
10) Detik-detik malamnya amat berharga, diisi dengan ibadah Qiyamul Lail/Muraaqabatullah (QS.25:64 : 17:79. 76:26);
11) Senantiasa risau dan amat takut akan azab Neraka Jahanam (QS.25:65-66);
12) Punya ukuran-ukuran yang jelas atas kebenaran dalam kehidupannya (QS.25:67.17:29);
13) Tidak menyekutukan Allah, dan tidak menantang (menyalahi) perintah Allah (QS.25:68-71);
14) Tidak menyia-nyiakan hak orang lain dan tidak menzalimi seorangpun (QS.25:72);
15) Hatinya lurus dan hidup subur, dengan iman yang benar (QS.25:73);
16) Senantiasa menginginkan kebaikan yang dilakukan menjamah dan berlanjut untuk setiap generasi (QS.25:74-76);
17) Senantiasa Jujur dalam perkataan dan perbuatan;
18) Senantiasa menjaga tali silaturrahmi;
19) Senantiasa menjaga amanah yang diberikan;
20) Senantiasa menjaga hak tetangga;
21) Senantiasa memberi kepada yang membutuhkan;
22) Senantiasa membalas kebaikan orang lain;
23) Senantiasa memuliakan tamu;
24) Memiliki sifat malu;
25) Senantiasa menepati janji;
26) Tubuhnya sehat dan kuat (Qowiyyul jismi);
27) Berakhlak baik/mulia kepada sesama makhluk Allah; (Matiinul khuluqi);
28) Senantiasa Shalat tepat pada waktunya;
29) Senantiasa memautkan hatinya ke masjid /Cinta Shalat berjamaah di Masjid;
30) Senantiasa membaca dan mempelajari Al Qur’an dan mengamalkannya;
31) Sederhana dalam urusan dunia dan paling cinta pada urusan akhirat;
32) Paling suka melakukan amar ma’ruf nahi munkar;
33) Paling berhati-hati dengan lidahnya (menjaga lidah);
34) Senantiasa cinta pada keluarganya;
35) Paling lambat marahnya;
36) Senantiasa memperbanyak istighfar, berdzikir dan mengingat Allah swt dan memperbanyak Shalawat Nabi;
37) Senantiasa suka dan ringan berzakat, infaq dan bersedekah;
38) Senantiasa menjaga wudhu;
39) Senantiasa menjaga Shalatnya terutama Shalat wajib;
40) Senantiasa menjaga Shalat sunnat Tahajjud dan Shalat Dhuha;
41) Paling cinta dan hormat pada kedua orang tuanya, terutama ibunya;
42) Cerdas / Pikirannya intelek (Mutsaqoful fikri);
43) Aqidahnya bersih/lurus (Saliimul ‘aqiidah);
44) Ibadahnya benar (Shohiihul ‘ibaadah);
45) Rendah hati (Tawadhu’);
46) Jiwanya bersungguh-sungguh (Mujaahadatun nafsi);
47) Mampu mencari nafkah (Qaadirun’alal kasbi);
48) Senantiasa menjaga dan memelihara lidah/lisan (Hifdzul lisaan);
49) Senantiasa istiqomah dalam kebenaran (Istiqoomatun filhaqqi);
50) Senantiasa menundukkan pandangan terhadap lawan jenis dan memelihara kehormatan (Goddhul bashor wahifdzul hurumat);
51) Senantiasa lemah lembut dan suka memaafkan kesalahan orang lain (Latiifun wahubbul’afwi);
52) Benar, jujur, berani dan tegas (Al-haq, Al-amanah-wasyaja’ah);
53) Selalu yakin dalam tindakan yang sesuai ajaran Islam (Mutayaqqinun fil’amal);
54) Senantiasa pandai memanfaatkan waktu (untuk dunia dan akhirat) (Hariisun’alal waqti);
55) Sebanyak-banyaknya bermanfaat bagi orang lain (Naafi’un lighoirihi);
56) Senantiasa menghindari perkara yang samar-samar (Ba’iidun’anisy syubuhat);
57) Senantiasa berpikir positif dan membangun (Al-fikru wal-bina’);
58) Senantiasa siap menolong orang yang lemah (Mutanaashirun lighoirihi);
59) Senantiasa berani bersikap keras terhadap orang-orang kafir yang memusuhi kita (Asysyidda’u’alal kuffar);
60) Senantiasa mengingat akan datangnya kematian;
Apakah anda atau suami atau (calon) suami/pasangan Anda telah memenuhi ciri-ciri pria idaman menurut Islam seperti di atas ?
Apabila sudah sebagian maka sempurnakanlah dan pertahankanlah, namun apabila belum senantiasa berusahalah untuk menyempurnakannya, karena memang Tidak ada insan yang sempurna, kecuali Rasulullah saw, tapi senantiasa berusahalah menjadi yang mendekati kriteria-kriteria tersebut.
Semoga kita semua dan anak keturunan kita senantiasa diberikan petunjuk dan bimbingan oleh Allah swt untuk bisa menjadi insan dan laki-laki yang baik menurut Islam dan bagi akhwat semoga diberi Allah swt atau bagi akhwat (perempuan) dapat diberikan Allah swt pasangan laki-laki mukmin yang baik menurut Islam seperti disebutkan di atas. Amiin
Wallahualam bissawab.
Jodoh adalah Qadha’ (ketentuan) Allâh, di mana manusia tidak punya andil menentukan, manusia hanya dapat berusaha mencari jodoh yang baik menurut Islam. Untuk itu perlu diperhatikan sungguh-sungguh watak dan ciri-ciri dari pasangan hidup yang sewajarnya akan menjadi pendamping (suami-isteri).
Tercantum dalam Al Qur’ân: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini kecuali dengan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini kecuali oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang mukmin. (QS. Al-Nûr/24: 3).
A. Sebelum Melakukan Hubungan Seks (Coitus)
Pengantin atau suami isteri sebelum melakukan hubungan biologis (coitus) penganten atau suami-isteri mesti melaksanakan hal-hal berikut ini:
1. Wajib memberikan mahar terlebih dulu (bagi pengantin baru) jika maharnya di utang, harus dibayarkan maharnya dulu, sabda Rasul Allâh, SAW: Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Nabi SAW, melarang Ali menggauli Fatimah sampai ia memberikan sesuatu (mahar) kepadanya. Lalu jawab Ali: “Saya tidak punya apa-apa.” Maka sabda Rasul Allâh, “Dimana baju besi ‘Hutamiyahmu? Lalu berikanlah barang itu kepadanya. (HR. Abu Dâud, Al-Nasâ’iy dan Hakim)
2. Membersihkan badan (mandi) dari hadas dan najis serta hal-hal berbau tak sedap.[1]
3. Setelah bersih, hendaklah berwudhu’, yang termasuk padanya membersihkan mulut, hidung, tangan, muka dan lainnya anggota wudhu’.
4. Pakailah cahaya remang-remang atau gelap, karena dalam suasana demikian akan meningkatkan konsentrasi, sehingga segala kekurangan jasmaniah dapat diatasi.
5. Berdo’a kepada Allâh (semoga Allâh melimpahkan nikmat-Nya), seperti do’a diajarkan[2]
عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ قَالَ لَوْ أَنَّكُمْ إِذَا آتَى أَهْلَهُ قَالَ : بِسْمِ اللهِ، اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، فَقُضِىَ بَيْنَهُمَا وَلَدٌلَمْ يَضُرُهُ.
“Dari Ibnu Abbas r.a. ia menyampaikan apa yang diterima dari Nabi SAW. Beliau bersabda, “Andaikata seseorang diantara kamu semua mendatangi (menggauli) isterinya, ucapkanlah, “Bismi Allâhi, Allâhumma Jannibnâ Syaithânâ wajannibi al-syaithânâ mâ razaqtanâ.” (dengan nama Allâh. Ya Allâh, hindarilah kami dari syetan dan jagalah apa yang engkau rizkikan kepada kami dari syetan.” Maka apabila ditakdirkan bahwa mereka berdua akan mempunyai anak, syetan tidak akan pernah bisa membahayakannya.” (HR. Bukhâriy dalam Kitab Shahihnya pada Kitab Wudhuk Hadits ke-141).
6. Mulailah coitus dengan awal lembut dan harmonis tanpa paksaan. Lakukan jima’ pada sepertiga malam (pukul 10 keatas), atau pada tiga waktu yang nyaman yaitu, sebelum shalat subuh, tengah hari, dan sesudah shalat isya’, sebagaimana disebut dalam wahyu ;
” Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan perempuan) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar) mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga `aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allâh menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allâh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Nûr/24: 58).
Sabda Rasul Allâh SAW: “Siapa pun diantara kamu, janganlah menyamai isterinya seperti seekor hewan bersenggama, tapi hendaklah ia dahului dengan perentaraan. Selanjutnya, ada yang bertanya: Apakah perantaraan itu ?
Rasul Allâh SAW bersabda, “yaitu ciuman dan ucapan-ucapan romantis”. (HR. Bukhâriy dan Muslim).
7. Dilakukan dalam kondisi yang sehat dan menyenangkan bagi kedua pasangan. Dalam keadaan begini insyâ Allâh akan sama menikmati dan dilakukan dalam keadaan siap fisik dan psychis kedua pasangan.[3]
8. Setelah selesai melakukan hubungan intim, hendaknya membaca do`a,
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيْرًا.
“Segala puji bagi Allâh yang telah menjadikan manusia dari air (mani), lalu menjadikan pertalian darah, dan hubungan perkawinan. Dan Allâh adalah Maha Berkuasa”.
9. Apabila ingin memulai yang kedua atau seterusnya lebih afdhallah melakukan wudhu’, sekurang-kurangnya membasuh faraj dengan bersih.
Suami-isteri yang baru saja melakukan hubungan seks (coitus, jima’) dalam fiqh thaharah disebut dengan istilah junub (berjunub), maka ia wajib mandi (QS. Al-Mâidah/5: 6).
Agama Islam menetapkan ada beberapa macam yang menyebabkan seseorang wajib mandi dalam fiqh Islam sebagai ijtihad al-thathbiqy (penerapan hukum):
1. Karena melakukan hubungan seksual (coitus/jima’)
2. Keluarnya mani (sperma), (bermimpi, senggama, sengaja atau tidak sengaja). Rasul Allâh SAW bersabda, “Apabila air (sperma) itu terpancar keras, maka mandilah.“ (HR. Abu Dâud). Kalau tidak keluar mani, maka Rasul Allâh SAW. menerangkan, dalam hadits berikut,
عَنْ أُبَىَّ ابْنِ كَعْبٍ أَنَّهُ قَالَ: يَارَسُوْلَ اللهِ إِذَا جَامَعَ الرَّجُلُ الْمَرْأَةَ فَلَمْ يُنْزِلْ. قَالَ “يَغْتَسِلُ مَا مَسَّ الْمَرْأَةَ مِنْهَ ثُمَّ يَتَوَضَّاءُ وَيُصَلِّى”. قَالَ أَبُوْ عَبْدِ اللهِ: الْغَسَلَ اَحْوَطُ وَذَاكَ اْلآخِرُوَإِنَّمَا بَيْنَا ِلإِخْتِلاَفِيْهِمْ. ( رَوَاهُ الْبُخَارِى فِى الْكِتَابِ الْصَّحِحِهِ/كِتَابٌ الْغُسْلِ–حَدِيْثٌ- 290 )
116 |
“Dari Ubai bin Ka`ab bahwasanya ia berkata : “Wahai Rasul Allâh, apabila ia seorang laki-laki menyetubuhi isterinya, tetapi tidak mengeluarkan mani, apakah yang diwajibkan olehnya? Beliau bersabda, ”Hendaknya dia mencuci bagian-bagian yang berhubungan dengan kemaluan perempuan, berwudhu’ dan lalu shalat”. Abu `Abd Allâh berkata, “mandi adalah lebih berhati-hati dan merupakan peraturan hukum yang terakhir. Namun mengetahui tidak wajibnya mandi kamu uraikan juga untuk menerangkan adanya perselisihan pendapat antara orang `alim.” (HR. Bukhâriy dalam Kitab Shahihnya/Kitab Mandi, hadits ke-290)
3. Berhenti Haid dan Nifas
Rasul Allâh SAW, “Dari Fatimah binti Abi Hubaisy, Rasul Allâh SAW bersabda, “Apabila haidmu datang maka tinggalkanlah shalat dan apabila haid tersebut telah selesai maka mandilah kemudian shalat.”
4. Karena Meninggal Dunia.
Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW bersabda, “Mandikanlah olehmu dengan air dan bidara …. (HR. Mutafaqq ‘alaih)
Banyak buku-buku Islam mengenai Rumah Tangga, Kebahagiaan Rumah Tangga yang membahas masalah senggama, dalam Bâb al-Jima’, ada beberapa yang mesti dihindari dan dapat menjauh dari etika religi menurut agama Islam. Hal yang melanggar adab Jima` dalam Islam, antara lain ;
1. Berbugil (kecuali dalam selimut).
2. Oral sex.
3. Bersetubuh lewat dubur.
“Dari Abu Hurairah radhiy Allâhu `anhu, Rasul Allâh SAW bersabda, “Terkutuklah siapa saja yang menggauli isterinya melalui duburnya”. (HR. Abu Dâud dan al-Nasâ’iy)
4. Menyakiti/berlaku kasar terhadap pasangan (QS. Al-Nisâ’/4 : 14).
5. Bersetubuh waktu perempuan haid, seperti firman Allâh berikut;
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَأَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيْضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ.
118 |
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari perempuan di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allâh kepadamu. Sesungguhnya Allâh menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah/2: 222)
Imam Al-Ghazali16 dalam Ihya’ `Ulumuddin mengulas lengkap masalah ini berdasarkan Al-Qur’ân, Hadis dan Ijtihadnya.
Beliau menyebutkan misalnya di mana saja dari bagian tubuh perempuan itu yang sensitif dan yang sangat sensitif, yang berbeda pada setiap perempuan, maka sangat perlu ada komunikasi intim.
[1] Dr. H. Ali Akbar, menambahkan bahwa pada tahap mandi bersih-bersih ini hendaklah dikosongkan kantong kencing, dan membersihkan penis (alat kelamin laki-laki) dan vagina (alat kelamin perempuan).
[2] رَوَاهُ الْبُخَارِى فِى اْلكِتَابِ الصَّحِيْحِهِ/كِتَابُ الْوُضُوْءِ- حَدِيْثٌ- 141
[3] Selanjutnya dalam masalah ini Ali Akbar berpesan, “Bagi kita kaum muslimin, adab seksual yang baik dan terpuji adalah adab seksual Islam, yang ditauladankan oleh Nabi Muhammad SAW. Kesenangan dari aktivitas seksual itu sebenarnya adalah tergantung dari keadaan mental kedua belah pihak.
Dalam kitab ini beliau membahas masalah hubungan suami-isteri secara gamlang, sehingga jelas etika bagaimana berhubungan intim yang sesuai syari`at Islam, paling tidak menggambarkan keluesan Islam mengajarkan kepada kita untuk melakukannya dengan nyaman. Walaupun Syaikh Shalih Al-Fauzhan mengkritisi banyak hadits-hadits dha`if dalam kitab tersebut, dan sampai ada ungkapan, “Ilmu Hadits yang dimiliki Imam Al-Ghazali seperti orang mencari kayu bakar dimalam hari.” Namun kekurangan tersebut dapat diatasi dengan mengedit beberapa hal yang perlu oleh penerusnya dengan tidak merobah kandungan aslinya, mesti proposional. Masalah tentang hubungan intim itu dibahas oleh Imam Ghazali dalam Ihya’ `Ulumuddin, penerjemah: Ahmad Rofi` Usmani, (Bandung: Pustaka, 2005), Cet. I. Jilid 4, hal. 130-181. Dalam keterangan lain Felyx Bryk menyelidiki dengan kesimpulan bahwa “berkhitan dapat memperlambat ejaculatio seminis (memperlambat/memperpanjang persenggamaan).” Sejarah berkhitan ini, terdapat semenjak purba, pada bangsa Semit, Mesir, berbagai bangsa Amerika, Afrika, Melanesia, Polynesia, Australia dan Indonesia. Hanya pada bangsa Indo-Jerman, Mongol dan Fin yang tiada kebiasaan ini (kecuali yang dipengaruhi kebudayaan Islam).
Menurut Riwayat, yang mula berkhitan ialah Nabi Adam `alaihi salam, dan mewariskan kepada keturunannya. Dan diteruskan oleh Nabi Ibrahim `alaihi salam. Akan tetapi oleh Penganut Kristen, syari`at berkhitan itu dibatalkan. Bacalah: 1 Korintus 7: 18-19 juncto Galitia 5: 2, Galitia 6: 15. Inilah yang menjadi syari`at Nabi sebelum Nabi Muhammad yang disyari`atkan juga pada umatnya. Khitan, pada anak laki-laki adalah sebelum akhir baligh dan perempuan secepatnya pada umur tujuh hari sesudah kelahirannya dan biasanya paling lambat selagi balita. (Panji Masyarakat No. 619, 1989, hal. 36-37).
Tujuan Pernikahan dalam Islam
Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi.
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan). Bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang seperti: berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang jauh dan diharamkan oleh Islam.
Untuk membentengi ahlak yang luhur.
Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan serta melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih Menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).
Untuk menegakkan rumah tangga yang islami.
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian). Jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah: “Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zhalim”. (Al-Baqarah : 229).
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam lanjutan ayat di atas: “Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dinikahkan dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk nikah kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui”. (Al-Baqarah: 230).
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal yaitu: (a) sesuai kafa’ah; dan (b) shalih dan shalihah.
Kafa’ah menurut konsep islam
Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orangtua. Tidak sedikit pada zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu’ (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi saja.
Menurut Islam, kafa’ah (atau kesamaan/kesepadanan/ sederajat dalam pernikahan) dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami Insya Allah akan terwujud. Tetapi kafa’ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta akhlaq seseorang. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya kecuali derajat taqwanya.
Firman Allah: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Al-Hujurat : 13).
Dan mereka tetap sekufu’ dan tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orangtua, pemuda, pemudi untuk meninggalkan faham materialis dan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wanita dikawini karena empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka”. (Hadits Shahih Riwayat Bukhari, Muslim).
Memilih yang shalih dan shalihah
Lelaki yang hendak menikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih. Menurut Al-Qur’an: “Wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, olkeh karena Allah telah memelihara (mereka)”. (An-Nisaa : 34). Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah : “Ta’at kepada Allah, ta’at kepada Rasul, memakai jilbab (pakaian) yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32).
Tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahram, ta’at kepada orangtua dalam kebaikan, ta’at kepada suami dan baik kepada dan lain sebagainya”. Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat.
Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah.
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain. Sampai-sampai bersetubuh (berhubungan suami-istri) pun termasuk ibadah (sedekah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!.” Mendengar sabda Rasulullah itu para shahabat keheranan dan bertanya: “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab: “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? “Jawab para shahabat : “Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala!”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim, Ahmad dan Nasa’i dengan sanad yang Shahih).
Untuk mencari keturunan yang shalih dan shalihah.
Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam. Allah berfirman: “Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”. (An-Nahl : 72).
Yang tak kalah pentingnya, dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas yaitu mencetak anak yang shalih dan Shalihah serta bertaqwa kepada Allah SWT. Keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan tarbiyah Islam (pendidikan Islam) yang benar. Disebutkan demikian karena banyak “Lembaga Pendidikan Islam”, tetapi isi dan metodanya tidak Islami. Sehingga banyak terlihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami sebagai akibat pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.
Islam memandang bahwa pembentukan keluarga merupakan salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
Oleh karena itu syari’at Al Qur’an memberikan perhatian besar kepada hubungan antara suami dan istrinya, sampai-sampai Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menjadikan baik dan buruknya hubungan seseorang dengan istrinya sebagai standar kepribadian seseorang,
“Sebaik-baik kalian ialah orang yang paling baik perilakunya terhadap istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik dari kalian dalam memperlakukan istriku.” (HR. At Tirmizi dan dishahihkan oleh Al Albani)
Diantara syari’at Al Qur’an yang mengajarkan tentang metode hubungan suami istri yang baik ialah yang disebutkan dalam hadits berikut,
“Janganlah seorang lelaki mukmin membenci seorang mukminah (istrinya), bila ia membenci suatu perangai padanya, niscaya ia menyukai perangainya yang lain.” (HR. Muslim)
Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan hadits ini dengan menyebutkan contoh nyata, beliau berkata, “Tidaklah layak bagi seorang mukmin (suami yang beriman) untuk membenci seorang mukminah (istrinya yang beriman), bila ia mendapatkan padanya suatu perangai yang ia benci, niscaya ia mendapatkan padanya perangai lainnya yang ia sukai, misalnya bila istrinya tesebut berakhlak pemarah, akan tetapi mungkin saja ia adalah wanita yang taat beragama, atau cantik, atau pandai menjaga kehormatan dirinya, atau sayang kepadanya atau yang serupa dengan itu.” (Syarah Muslim Oleh Imam An Nawawi 10/58).
Diantara wujud nyata keindahan syari’at Al Qur’an dalam membina rumah tangga, ialah diwajibkannya seorang suami untuk menunaikan tanggung jawabnya secara penuh, tanpa terkurangi sedikitpun. Mari kita bersama-sama merenungkan kisah berikut,
“Dari Wahb bin Jabr, ia menuturkan, Sesungguhnya salah seorang budak milik Abdullah bin Amr pernah berkata kepadanya, Sesungguhnya aku berencana untuk tinggal selama satu bulan ini di sini di Baitul Maqdis. Maka Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash bertanya kepadanya, Apakah engkau telah meninggalkan untuk keluargamu bekal yang dapat mereka makan selama satu bulan ini? Ia menjawab, Tidak. Abdullah bin Amr berkata kepadanya, Maka kembalilah ke keluargamu, lalu tinggalkan untuk mereka bekalnya, karena aku pernah mendengar Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Cukuplah sebagi dosa seseorang (yang akan mencelakakannya-pen) bila ia menyia-nyiakan orang-orang yang wajib ia nafkahi.” (HR. Ahmad, dan Al Baihaqi dan hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Muslim tanpa menyebutkan kisah sebelumnya)
Sebaliknya syari’at Al Qur’an juga mewajibkan atas kaum istri untuk senantiasa taat kepada suaminya, selama mereka tidak memerintahkannya dengan kemaksiatan. Agar kita dapat sedikit mengetahui betapa besar perhatian Islam dalam memerintahkan kaum istri untuk mentaati suaminya, maka marilah kita bersama-sama merenungkan dua hadits berikut,
“Seandainya aku diizinkan untuk memerintahkan seseorang agar bersujud kepada orang lain, niscaya aku akanperintahkan kaum istri untuk bersujud kepada suaminya.” (HR. Ahmad, At Tirmizi, dan Ibnu Majah)
Dan sabda beliau shollallahu ‘alaihi wasallam,
“Bila seorang wanita telah menunaikan sholat lima waktu, puasa bulan Ramadhan, menjaga kesucian farjinya, dan mentaati suaminya, niscaya akan dikatakan kepadanya, Masuklah ke surga dari delapan pintu surga yang manapun yang engkau suka.” (HR Ahmad, Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Al Albani)
Pada hadits ini Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam memberikan suatu pelajaran penting kepada kaum istri agar hubungannya dengan suaminya bukan hanya di dasari oleh rasa cinta semata. Akan tetapi lebih dari itu semua, ketaatannya kepada suami adalah salah satu bagian dari ibadahnya, dan salah satu ibadah yang amat agung, sampai-sampai disejajarkan dengan sholat lima waktu, dan puasa bulan Ramadhan. Sehingga dengan cara demikian, ketaatan dan kesetiaan kaum istri akan kekal hingga akhir hayatnya, dan tidak mudah luntur oleh berbagai badai yang menerpa bahtera rumah tangganya.
Hal ini tentu berbeda dengan kaum istri yang hanya mengandalkan rasa cintanya, ia akan mudah terhanyutkan oleh godaan dan badai kehidupan, sehingga tatkala ia menghadapi kesusahan atau godaan setan walau hanya sedikit, dengan mudah tergoyahkan. Dari sini kita dapat mengetahui alasan mengapa banyak kaum istri yang dengan mudah melawan suaminya, tidak taat kepadanya, dan bahkan berbuat serong dengan pria lain. Ini semua karena rasa cintanya telah luntur, atau mulai luntur oleh godaan ketampanan, atau jabatan atau harta dan yang serupa.
Dari lain sisi, syari’at Al Qur’an juga membentengi kaum suami agar dapat tetap istiqomah menjalankan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga, yaitu dengan menjadikan segala tugas dan kewajibannya sebagai bagian dari ibadah kepada Allah, sehingga kesetiaannya dan kewajibannya tidak mudah luntur atau lengkang karena terpaan masa atau godaan hijaunya rumput tetangga atau kawan sejawat dll.
“Sesungguhnya bila engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya, lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin dan meminta-minta kepada orang lain. Dan sesungguhnya engkau tidaklah menafkahkan suatu nafkah yang engkau mengharap dengannya keridhaan Allah, melainkan engkau akan diberi pahala karenanya, sampaipun suapan makanan yang egkau suapkan ke mulut istrimu.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dan lebih spesifik Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menjadikan hubungan sebadan dengan istri sebagai salah satu amal shalih, sebagaimana beliau tegaskan dalam sabdanya berikut ini,
“Dan hubungan sebadanmu dengan istrimu adalah sedekah. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apakah salah seorang dari kita melampiaskan syahwatnya, kemudian ia dengannya mendapatkan pahala ? Beliau menjawab: bagaimana pendapat kalian, bila ia melampiaskan syahwatnya pada perbuatan yang haram, bukankah ia dengannya akan mendapatkan dosa? Demikian juga bila ia melampiaskannya pada tempat yang halal, maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)
Imam An Nawawi menjelaskan hadits ini dengan berkata, “Pada hadits ini terdapat petunjuk bahwa perbuatan mubah akan menjadi amal ketaatan karena niat yang tulus. Hubungan sebadan akan menjadi ibadah bila pelakunya meniatkkan dengannya untuk memenuhi kebutuhan istri atau menggaulinya dengan cara-cara yang baik sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala, atau untuk mencari keturunan yang shalih atau untuk menjaga dirinya atau menjaga istrinya atau keduanya dari memandang kepada yang diharamkan atau memikirkannya atau menginginkannya atau untuk tujuan-tujuan baik lainnya.” (Syarah Muslim oleh Imam An Nawawi 7/92).