NAMPANG DI PEMATANG SAWAH

NAMPANG DI PEMATANG SAWAH
ECTION DULU YACH...!!!

Selasa, 28 Desember 2010

KEBIMBANGAN

Dia, cinta yang pertama
Tiada mudah kulupakan
Dia, berhati mulia
Cintanya aku dambakan

Mereka teman yang setia
Sama mengharapkan diriku
Tak mungkin kalau keduanya
Karena hati cuma satu

Tiada dapat kubedakan
Satu di antara dua
Kalau harus ‘ku memilih
Sungguh aku tak kuasa

Haruskah aku menghancurkan
Luhurnya nilai sebuah persahabatan
Haruskah aku memisahkan
Dua insan yang ikhlas di dalam berteman
Daripada mereka harus terpecah
Lebih baik aku mengalah

Bimbang, aku jadi bimbang
Tiada dapat memutuskan
Goncang, jiwa jadi goncang
Lenyaplah kebahagiaan

‘Pabila satu yang kupilih
Pasti yang lain menderita
‘Pabila tiada yang kupilih
Pasti mereka tak ‘kan rela

Tuhan, pada-Mu oh Tuhan
Semua ini kuserahkan
Apa yang harus kutempuh,
Engkau Maha Memutuskan

Jumat, 24 Desember 2010

OH MY BELOVED

"OH MY BELOVED"

Oh beloved, when I meet you. I'll tell you.
How dearly I love you, my beloved.
How will I survive those nights and those days.
How will I survive the loneliness without you.
A painful solitude me.

The days and nights I think of you, my beloved.
In my eyes I will hold you.
In my heart, I will hide you.
Someday I'll tell you, what I'm going through.
I'll tear out my heart for you to see, my beloved.

Oh yang tercinta, ketika aku bertemu kamu. Aku akan memberitahumu.
Bagaimana mahalnya aku mencintaimu, kekasihku.
Bagaimana ku bertahan hidup setiap dan setiap hari.
Bagaimana ku bertahan hidup kesepian mu.
Sebuah kesendirian menyakitkanku.

Setiap hari dan setiap malam ku teringat padamu, kekasihku.
Di mataku, kamu akan terus ada.
Dalam hatiku, ku akan menyembunyikanmu.
Suatu hari nanti aku akan memberitahumu, apa yang ku alami.
Aku akan merobek hatiku buatmu untuk kamu lihat, kekasihku.

Jumat, 10 Desember 2010

DIALOG MENDIDIK DAN BERMUTU

Seorang laki laki bernama Abdullah (hamba Allah) bertemu dengan seorang laki laki lainnya yang bernama Abd Al-Nabi (Hamba Nabi). Dalam hatinya Abdullah mengingkari nama rekannya ini, dan ia berkata : “Bagaimana mungkin seseorang menjadi hamba selain hamba Allah”? lalu ia bertanya kepada Abd Al-Nabi: “ apakah engkau menyembah kepada selain Allah?

Abd Al-Nabi:
tidak, saya tidak menyembah dan tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah saja, dan saya seorang muslim.

Abdullah:
jadi nama apakah ini yang serupa dengan nama nama yang dipakai oleh orang orang Kristen seperti Abd Al-Masih (hamba Yesus)? Hal itu tidaklah aneh bagi mereka, sebab mereka menyembah Yesus. Orang yang mendengar nama anda terlintas dalam benaknya bahwa anda menyembah Nabi, dan itu bukanlah aqidah seorang muslim terhadap Nabinya; akan tetapi kewajiban seorang muslim adalah hanya menyembah kepada Allah saja, dan meyakini bahwa Muhammad adalah hamba dan Rosul Allah.

Abd Al-Nabi:
Tetapi Nabi Muhammad adalah sebaik baiknya manusia dan penghulu para Rosul, dan kami diberi nama ini karena mengharapkan berkah dan supaya lebih mendekatkan diri kepada Allah dengan kehormatan dan kedudukan Beliau disisi Nya, dan meminta Syafa`at kepada Beliau. Jangan heran, karena saaudaraku juga namanya Abd Al- Husain dan bapakku namanya Abd Al-Rosul. Memberikan nama seperti ini ada semenjak dahulu dan sudah tersebar pada banyak orang , jadi janganlah engkau terlalu ektrims dalam masalah ini, karena ini urusan yang gampang dan sepele, dan Agama itu mudah.

Abdullah:
Ini adalah suatu kemungkaran lain yang lebih besar daripada kemungkaran yang pertama, yaitu meminta kepada selain Allah sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh siapa pun kecuali oleh Allah, baik yang diminta itu seorang Nabi Muhammad saw sendiri, atau orang sholeh yang kedudukannya lebih rendah dari Beliau, seperti Husain atau lainnya. Perbuatan ini bertentangan dengan Tauhid yang diperintahkan kepada kita, dan juga bertentangan dengan kandungan : Laa Ilaha illallah. Saya akan mengajukan beberapa pertanyaan kepada anda, agar tampak jelas betapa besar masalah ini dan juga menjelaskan bahwa ini bukanlah masalah sepele seperti yang anda sangka, dan dampak negative yang timbul dari pemakaian ini dan sejenisnya. Saya tidak mempunyai tujuan atau maksud lain kecuali untuk menegakkan kebenaran dan mengikutinya, menerangkan kebathilan dan menjauhinya, serta amar ma`ruf nahi mungkar. Hanya kepada Allah sajalah kita berserah diri dan meminta pertolongan, tiada daya dan upaya kecuali datangnya hanya dari Allah, tapi sebelumnya saya ingatkan anda dengan fiman Alllah:

”Sesungguhnya jawaban orang orang mu`min , bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rosul Nya, agar Rosul mengadili diantara mereka maka mereka menjawab “kami dengar dan kami patuh”. ( An Nur :51)

Dan firman Allah lainnya :

“Maka jika kamu sekalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rosul, jika kamu benar benar beriman kepada Allah dan hari kemudian” (An nisa :59)
Abdullah: Anda mengatakan bahwa anda mengesakan Allah dan bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah. Bisakah anda menjelaskan maknanya kepadaku?

Abd Al-Nabi:
Tauhit itu adalah anda percaya Allah itu ada, Dia lah yang menciptaka langit dan bumi, Dia lah yang mengatur alam semesta, dan Dia lah yang menghidupkan dan mematikan. Yang maha mengetahui , dan Maha mengatur rizqi untuk makhluk Nya, dan Ia lah pemilik asmaul husna.

Abdullah:
Kalau hanya itu hakikat tauhid, pastilah Fir`aun dan kaumnya, Abu Jahal dan yang lainnya adalah orang orang yang mengesakan Allah; karena mereka mengetahui hal ini seperti kebanyakan orang orang musyrik. Fir`aun yang mengaku ngaku dirinya sebagai Tuhan, dalam lubuk hatinya mengaku dan percaya bahwa Allah itu ada, Dia lah yang mengatur alam semesta, dalilnya firman Allah :

“Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman mereka dan kesombongan, padahal hati mereka meyakini kebenarannya. (An Naml:14)

Pengakuan itu jelas ketika ia akan tenggelam. Akan tetapi Tauhid yang karenanya diutus para Rosul, diturunkan kitab kitab suci dan diperangi kaum Quraisy adalah Tauhid yang mengandung makna pengesaan Allah dalam ibadah. Ibadah adalah sebutan yang mencakup semua apa yang dicintai dan diridhoi oleh Allah, baik itu berupa perkataan, perbuatan yang lahir maupun yang bathin. Kata Al-Ilah dalam kalimat Tahlil , artinya adalah Yang diibadahi/disembah, yang mana ibadah itu tidaklah dilakukan kecuali hanya untuk dan kepada Nya.

Abdullah:
Tahu kah anda mengapa para Rosul diutus, dan yang pertama kali adlah Nabi Nuh A.S?

Abd Al-Nabi:
Agar mengajak kaum musyrikin untuk menyembah Allah semata, dan meninggalkan segala sekutu bagi Nya.

Abdullah:
lalu apakah sebab terjadinya syirik pada kaum Nabi Nuh AS?

Abd Al-Nabi:
Saya tidak tahu

Abdullah:
Allah mengutus Nabi Nuh Ketika mereka mengkultuskan dan menyanjung orang orang sholeh, seperti: “Wadd, Suwa, Yaghuts, Ya`uq, dan Nasr”.

Abd AL-Nabi:
maksud anda bahwa Wadd, Suwa dan yang lainnya adalah nama orang orang sholeh, dan bukan nama nama tirani kafir?

Abdullah:
Ya, mereka adalah orang orang sholeh dan oleh kaum nabi Nuh mereka dijadikan Tuhan, lalu diikuti oleh orang orang Arab.dalilnya adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, ia berkata:

“Berhala berhala yang dulu ada pada kaum Nabi Nuh kemudian menjadi berhalnya bangsa Arab, Wadd kepunyaan kabilah Kalb di daumah aljandal, dan suwa` dimiliki oleh kabilah Hudzail, adapun Yaghuts pertama kali dimiliki oleh kabilah Murad, kemudian menjadi milik kabilah Bani Ghuthaif, dan lainnya, mereka adalah nama nama orang sholeh dari kaum Nabi Nuh, setelah mereka mati, syaitan membisikkan kepada kaum mereka untuk membuat patung di majlis majlis dimana mereka biasa duduk, dan patung patung itu diberi nama mereka masing masing. Hal itu biasa mereka lakukan, dan pada waktu itu belum sempat disembah, sampai suatu ketika generasi itu binasa dan ilmu agama lenyap, dan akhirnya patung patung itu disembah” (H.R Bukhori).

Abd Al-Nabi:
Ini sungguh perkataan yang aneh!

Abdullah:
Maukah aku tunjukkan yang lebih aneh lagi? Anda mengetahui bahwasanya penutup segala nabi, nabi Muhammad saw telah diutus kepada kaum yang beristigfar, beribadah, melakukan thawaf, sai, melaksanakan haji, dan bersedekah, akan tetapi mereka menjadikan sebagian makhluk sebagai perantara antara mereka dengan Allah, mereka berkata: kami menginginkan agar mereka dapat mendekatkan kami kepada Allah, dan kami mengharapkan syafa`at mereka disisi-Nya, seperti para malaikat, nabi Isa dan orang sholeh lainnya, maka Allah mengutus nabi Muhammad saw untuk memperbaharui agama bapak mereka yaitu nabi Ibrohim. Beliau menyampaikan kepada mereka, bahwa pendekatan diri dan kepercayaan ini, merupakan hak yang khusus hanya milik Allah, tidak sedikitpun boleh untuk selain-Nya. Dia lah sang pencipta semata, tidak memiliki sekutu, tidak ada yang member rizqi kecuali Dia, tujuh lapis langit beserta isinya dan tujuh bumi beserta isinya adalah hamba-Nya, dibawah pengawasan dan pengaturan-Nya. Bahkan berhala yang mereka sembah pun mengakui, bahwa sesungguhnya mereka dibawah kepemilikan dan pengaturan Nya.

Abd Al-Anabi:
perkataan ini aneh dan berbahaya, apa ada dalilnya?

Abdullah:
Dalilnya banyak sekali, diantaranya firman Allah:

“Katakanlah: siapakah yang memberikan rizqi kepadamu dari langi dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan, mereka menjawab: “Allah”. Maka katakanlah: mengapa kamu tidak bertaqwa kepada-Nya?” (Yunus: 31)

Dan ada lagi firman Allah:

“Katakanlah: Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, iika kamu mengetahui”. Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Siapakah yang mempunyai langit yang tujuh dan yang mempunyai `Arsy yang besar”`mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertaqwa”. Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Ia melindungi, tetapi tidak ada yang melindungi dari azab-Nya, jika kamu mengetahui. Mereka menjawab: “ kepunyaan Allah”. Katakanlah: “kalau demikian, maka dari jalan manakah kamu ditipu?”. ( Al-Mukminun: 84-89)

Pengakuan kaum musyrikin Quraisy bahwa Allah lah yang mengatur alam semesta atau yang dikenal dengan tauhid Rububiyah, tidak menjadikan mereka masuk islam, dan juga pengakuan mereka bahwa yang mereka tuju adalah para malaikat, para nabi, dan para wali, menginginkan syafa`at mereka dan mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan cara tersebut, justru perbuatan mereka itulah yang membuat darah dan harta mereka halal. Maka dari itu, wajib hukumnya berdo`a , nadzar, sembelihan dan minta tolong serta segala jenis ibadah hanya ditujukan kepada Allah.

Abd Al-Nabi:
Apabila tauhid itu bukan hanya sekedar mengakui adanya Allah, lalu apa makna tauhid itu?

Abdullah:
Tauhid yang oleh karenanya diutus para rosul, dan orang musyrik enggan mengakuinya adalah: Pengesaan Allah dalam bentuk Ibadah. Oleh karena itu, sesuatu dari jenis ibadah tidak boleh ditujukan kecuali untuk Allah semata, seperti do`a, sembelihan, puasa, dan lainnya. Tauhid inilah yang dimaksud dalam kalimat Laa ilaha illallah. Lalu nabi Muhammad diutus dengan membawa kalimat tauhid ini, bukan sekedar mengucapkannya saja, untuk menerapkan maknanya.

Abd Al-Nabi:
Seakan akan engkau mau mengatakan bahwa kaum musyrik lebih mengetahui makna laa ilaha illallah daripada kebanyakan kaum muslimin pada zaman kita sekarang ini.

Abdullah:
ya, inilah realita yang menyedihkan, orang orang kafir mengetahui bahwa maksud nabi saw dengan kalimat ini adalah mengesakan Allah dengan ibadah, dan mengingkari sesuatu yang ditujukan ibadah kepadanya selain Allah, serta berlepas diri darinya. Buktinya, tatkala nabi menyeru kepada mereka, ucapkanlah : laa ilaha illallah, mereka menjawab: mengapa ia menjadikan ilah ilah itu hanya ilah yang satu saja, sesungguhnya ini benar benar sesuatu yang sangat mengherankan. (Ash Shaad:5)

Mereka berkata demikian, meskipun meyakini bahwa Allah lah yang mengatur alam semesta ini.
Apabila orang kafir quraisy mengetahui makna hal itu, maka sangat mengherankan jika seorang yang telah mengaku seorang muslim, tapi tidak mengetahui makna kalimat tauhid. Bahkan ia mengira bahwa hal itu hanya sebatas mengucapkan huruf hurufnya saja tanpa harus meyakini maknanya dalam hati, dan orang yang pintar dari mereka mengira bahwa maknanya adalah: tidak ada yang menciptakan, tidak ada yang memberi rizqi , dan tidak ada yang mengatur segala urusan selain Allah. Maka tidak ada kebaikan sama sekali pada diri orang yang mengaku beragama Islam, sedangkan orang yang paling bodoh dari golongan kafir Quraisy saja memahami dan mengetahui akan makna Laa ilaha illallah, melebihi daripada mereka.

Abd Al-Nabi:
Akan tepapi saya tidak mempersekutukan Allah, bahkan saya bersaksi bahwasanya tidak ada yang menciptakan, memberi rizqi, mendatangkan manfaat dan menimpahkan bahaya kecuali hanya Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan bahwasanya Muhammad adalah nabi dan rosul Nya, dan juga meyakini bahwa Muhammad saw tidak memiliki kesanggupan untuk mendatangkan manfaat dan bahaya bagi dirinya sendiri, apalagi Ali, Husain, Abdul Qadir dan lainnya. Akan tetapi saya ini orang yang penuh dosa, dan mereka adlah orang orang sholeh yang memiliki kehormatan disisi Allah, jadi saya meminta kepada mereka agar memberiku syafa`at dengan kedudukan mereka disisi Allah.

Abdullah:
Aku jawab pertanyaan mu dengan apa yang telah aku sampaikan, yaitu: orang orang yang diperangi oleh rosulullah mengakui seperti yang engkau akui, mengakui bahwa berhala mereka tidak dapat mendatangkan manfaat dan bahaya, yang mereka inginkan hanyalah syafa`at dan kedudukan mereka , sebagaimana yang telah dibuktikan oleh Al-qur`an.

Abd Al-Nabi:
Akan tetapi ayat itu turun untuk orang yang menyembah berhala, bagaimana mungkin anda mengatakan bahwa nabi nabi dan orang sholeh seperti berhala.

Abdullah:
Tadi sudah kita sepakati bahwa sebagian berhala ini diberi nama dengan nama nama para orang sholeh, sebagaimana yang telah terjadi pada umat nabi Nuh, dan orang orang kafir tidak pernah menginginkan dari mereka kecuali hanya syafaat disisi Allah, dikarenakan yang mereka sembah itu mempunyai kedudukan disisi Allah.

Allah berfirman:

“Dan orang orang yang mengambil pelindung selain Allah, mereka mengatakan kami tidaklah menyembah mereka, melainkan supaya mendekatkan diri kami kepada Allah dengan sedekat dekatnya. (Az zumar:3)

Adapun ucapan anda: bagaimana mungkin engkau jadikan para nabi dan wali sebagai patung? Kami katakan: sesungguhnya orang kafir, diantara mereka ada yang menyeru kepada para wali, sebagai mana Allah firmankan dalam salah satu ayat qur`an Nya yang mulia;

“Orang orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa diantara mereka yang lebih dekat kepada Allah dan mengharapkan rahmat Nya dan takut akan azab Nya, sesungguhnya azab Rabbmu adalah sesuatu yang harus ditakuti”. (Al-Isra:57)

Dan diantara mereka ada yang menyeru kepada Isa dan ibuya, Allah berfirman:

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman:”hai `Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia:”jadikanlah aku dan ibuku dua orang ilah selain Allah”. (Al maidah:40)

Diantara mereka ada yang menyeru para Malaikat,
Allah berfirman:

“Dan ingatlah hari yang waktu itu Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada Malaikat Nya, apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?”. ( Saba`:40)

Cobalah renungkan ayat ayat ini, Allah telah mengkafirkan orang orang yang mendatangi berhala, dan Allah juga mengkafirkan orang orang yang mendatangi orang orang sholeh, para nabi, malaikat dan wali wali untuk menyembah mereka, kedua duanya sama, begitu jugaRosulullah saw memerangi mereka tanpa membedakan satu sama lainnya dalam hal itu.
Abd Al-Nabi: Namun mereka orang kafir menginginkan manfaat, sedangkan saya seorang muslim yang mendatangi mereka hanya untuk mengharapkan syafaat mereka disisi Allah.
Abdullah: Perkataanmu itu sama halnya dengan perkataan orang kafir, persis sekali, Allah berfirman:

“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan manfaat dan mudharat bagi mereka, dan mereka berkata: mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami disisi Allah”. (Yunus:18)

Abd Al-Nabi:
Akan tetapi saya tidak beribadah kecuali hanya untuk Allah, adapun berlindung dan berdo`a kepada mereka bukanlah termasuk ibadah.

Abdullah:
Tapi saya Tanya, “apakah anda mengakui bahwa Allah telah mewajibkan untuk memurnikan ibadah hanya untuk Allah, dan inilah haq Allah yang wajib engkau penuhi? Allah berfirman: “padahal mereka tidak disuruh, kecuali hanya untuk menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus”. (Albayinah:5)

Abd Al-Nabi:
Memang, Allah telah mewajibkan hal itu kepadaku.

Abdullah:
Tolong jelaskan kepaddaku, hal yang telah Allah wajibkan kepadamu ini!

Abd Al-Nabi:
Saya tidak mengerti apa yang anda maksudkan pertanyaan ini, tolong jelaskan

Abdullah:
Dengarkan baik baik, saya akan jelaskan kepadamu, Allah berfirman:

“berdo`alah kepada Robb mu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas”. (Al a`rof:55)

apakah berdo`a itu adalah beribadah kepada Allah atau bukan?

Abd Al-Nabi:
Benar, berdo`a itu adalah sumber ibadah, seperti dalam hadits:

”Do`a itu adalah ibadah”. (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Abdullah:
Sekali lagi anda mengakui bahwa berdo`a adalah ibadah kepada Allah, lantas anda berdo`a kepada Allah setiap hari, siang dan malam karena rasa takut (dari azab Nya) dan dengan harap agar keperluan anda terpenuhi, kemudian anda juga berdo`a kepada nabi, malaikat, dan wali waliyang berada dalam kuburannya untuk keperluan yang sama, apakah anda telah mempersekutukan Allah dalam ibadah ini?

Abd Al-Nabi:
ya, aku telah mempersekutukan Allah, dan ini adalah perkataan yang benar dan jelas.

Abdullah:
ini contoh yang lain,apabila andamengetahui firman allah:

“Maka sholatlah bequrbanlah untuk Rabb mu”. (Alkautsar:2)

Lalu menaati Allah dengan berqurban untuk Nya, apakah qurbanmu merupakan ibadah kepada Nya atau bukan?

Abd Al-Nabi:
Ya, itu merupakan suatu ibadah.

Abdullah:
jika anda menyembelihnya untuk seorang makhluk, seperti nabi, jin, atau lainnya beserta Allah, apakah anda menyekutukan Allah dalam ibadah ini?

Abd Al-Nabi:
Ya, itu merupakan suatu kesyirikan dan hal itu tak diragukan lagi kesyirikannya.

Abdullah:
Saya telah memberimu contoh dengan hal do`a dan qurban, karena do`a adalah jenis ibadah ucapan yang paling dikuatkan dan qurban merupakan jenis ibadah perbuatan yang paling dikukuhkan. Ibadah itu bukan hanya sebatas dua jenis itu saja, tetapi lebih umum lagi, termasuk didalamnya : Nadzar, sumpah, minta pelindungan dan pertolongan, dan lainnya. Namun orang orang musyrik yang diturunkan Alqur`an kepada mereka, apakah mereka dulu beribadah kepada malaikat, orng sholeh atau kepada lainnya?.

Abd Al-Nabi:
Ya, mereka melakukan itu.

Abdullah:
Apakah mereka melakukan hal itu dalam perkara do`a saja? Kalau tidak demikian, maka mereka telah mengakui bahwa mereka adalah hamba Allah, berada dibawah kekuasaan Nya, dan mengakui bahwa Allah lah yang mengatur segala urusan, namun mereka berdo`a dan berlindung kepada semua itu; karena kehormatan dan syafaat, hal ini nyata sekali.

Abd Al-Nabi:
Wahai Abdullah, apakah anda mengingkari syafaat Rosulullah saw dan berlepas diri dari padanya?

Abdullah:
Tidak, saya tidak mengingkarinya,juga tidak berlepas diri dari padanya, bahkan Beliau – aku tebus beliau dengan ibu dan bapakku- adalah yang memberi syafaat dan yang diberi izin untuk memberi syafaat saw, saya mengharapkan syafaatnya namun demikian syafaat itu milik Allah, seperti firman Nya:

“Hanya milik Allah lah syafaat itu semuanya”(Az zumar:44).

Dan syafaat itu tidaklah berlaku kecuali atas kehendak dan izin Allah, sebagai man fiman Nya:

“Siapakah yang dapat memberikan syafaat disisi Allah tanpa izin Nya”. (Al baqoroh:255)

Juga tidak bisa diberikan kepada seseoang kecuali atas izin Allah, Allah berfirman:

“Dan mereka tidak dapat memberikan syafaat melainkan kepada orang orang yang diridhoi oleh Allah”. (Al Anbiya:28)

Dan Allah tidaklah meridhoi kecuali untuk hamba hamba Nya yang menjalankan dan mengamalkan tauhid secara benar, sebagai man firman Allah:

“ Barang siapa yang mencari Agama lain Agama Islam, maka sekali kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan di akhirat kelak termasuk orang orang yang merugi”. (Al Imron:85)

Apabila syafaat itu semua milik Allah, dan tidak diberikan kecuali atas izin dari Nya, juga nabi Muhammad saw atau yang lainnya tak akan bisa memberikan syafaat, sehingga Allah mengizinkannya, dan Allah tidak akan memberikan syafaat dan juga tak akan memberikan izin nabi dalam syafaat Nya, kecuali hanya diperuntukkan bagi pelaku Tauhid. Dengan demikian, jelas sudah bahwa syafaat itu hanya milik Allah mutlak seluruhnya, maka dari itu aku akan memintanya kepada Allah, dan aku katakan:

“Ya Allah, janganlah Engkau haramkan atas kami untuk mendapatkan syafaat Mu, Ya Allah izinkanlah Beliau (nabi saw) memberikan syafaat padaku”.

Abd Al-Nabi:
Kita telah sepakat, bahwasanya tidak boleh meminta sesuatu kepada orang yang tidak memilikinya. Adapun nabi Muhammad saw, Allah telah memberinya syafaat, oleh karena itu ia telah memiliknya, maka aku dapat meminta kepada Beliau apa yang beliau miliki, hal itu bukan syirik.

Abdullah:
“Ya, ini perkataan yang benar kalau sekiranya Allah tidak melarangmu, Allah berfirman:

“Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun disamping Allah”. (Aljin:18)

Meminta syafa`at sama halnya dengan berdo`a, dan yang memberikan syafa`at kepada Nabi saw adalah Allah dan Dia juga lah yang melarangmu untuk meminta syafa`at kepada siapa pun selain kepada Nya. Syafa`at juga diberikan kepada selain Nabi saw. Dalam suatu riwayat yang shahih disebutkan, bahwa para malaikat memberikan syafa`at, anak anak kecil yang meninggal dunia sebelum akil baligh, dan para wali juga memberikan syafa`at. Apakah anda akan mengatakan: sesungguhnya Allah telah memberikan syafa`at kepada mereka, lantas aku akan meminta kepada mereka. Jika anda mengatakan hal itu, maka anda kembali beribadah kepada orang shaleh, sebagaimana yang Allah sebutkan dalam Al qur`an, dan jika anda katakana: tidak, maka perkataan anda yaitu: (Allah telah memberinya syafa`at dan aku meminta kepadanya bagian apa yang telah diberikan kepadanya) tidaklah benar.

Abd Al-Nabi:
“Tapi saya tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun. Dan berlindung kepada orang shaleh yang telah mati bukanlah syirik”

Abdullah:
“Apakah anda meyakini bahwa Allah mengharamkan syirik, dan dosanya lebih besar dari pada zina dan Allah tidak akan mengampuni dosa syirik?”

Abd Al-Nabi:
“Ya, saya mengakui itu, dan jelas sekali dalam firman Allah.”

Abdullah:
“Sekarang anda telah menafikan syirik yang telah Allah haramkan dari dirimu, bisakah anda menjelaskan kepadaku, mempersekutukan Allah yang anda belum terjatuh kedalamnya, dan anda telah menafikannya dari diri anda?”

Abd Al-Nabi:
“Syirik itu adalah menyembah kepada patung, menghadap, meminta dan takut kepadanya”

Abdullah:
“Apa maksudnya beribadah kepada patung? Apakah anda mengira bahwa orang orang kafir Quraisy meyakini bahwa kayu kayuan dan batu batu yang mereka pahat menjadi patung dapat menciptakan, memberi rizqi, dan mengatur urusan orang yang berdo`a kepadanya? Mereka sama sekali tidaklah meyakini hal itu, seperti yang telah saya sampaikan kepadamu”

Abd Al-Nabi:

“Saya juga tidak meyakini hal itu, akan tetapi orang yang mendatangi kayu, batu, bangunan diatas kubur, atau hal lainnya, menyerunya dan menyembelih untuknya, dia berkata: “hal ini akan mendekatkan kami kepada Allah sedekat dekatnya, dan Allah akan menjauhkan kami dari bahaya karena keberkahannya. Inilah yang saya maksud menyembah patung.”

Abdullah:
“Anda benar, Akan tetapi inilah perbuatan kalian pada bebatuan, bangunan bangunan, dan kubah yang ada diatas kubur, atau lainnya. Juga anda katakan: syirik adalah beribadah kepada patung, apa maksudmu dikhususkan kepada orang yang melakukan hal itu saja? Adapun bersandar diri kepada orang shaleh yang telah tiada, dan berdo`a kepadanya tidak dikategorikan syirik”

Abd Al-Nabi:
“Ya, inilah yang saya maksudkan.”

Abdullah:
“Jadi, dimana posisi anda dari ayat ayat yang telah saya sampaikan tentang haramnya bersandar kepada Nabi, dan orang orang shaleh serta bergantung kepada para malaikat dan lainnya, dan tentang kufurnya orang yang melakukan hal tersebut? Seperti yang telah saya sampaikan dan tunjukkan dalil dalilnya kepada anda.”

Abd Al-Nabi:
“Akan tetapi orang yang berdo`a kepada Nabi, malaikat dan orang orang shaleh tidaklah menjadikan dirinya kafir, mereka menjadi kafir karena mengatakan sesungguhnya para malaikat itu adalah anak perempuan Allah, dan Al-Masih adalah anak Allah, sedangkan kita tidak mengatakan Abdul Qadir Al-zaelani anak Allah, dan juga tidak mengatakan Zaenab anak perempuan Allah.”

Abdullah:
“Menisbatkan anak kepada Allah adalah kekufuran tersendiri. Allah berfirman:

“katakanlah: “Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Ilah yang bergantung kepada Nya segala sesuatu. Dia Allah tidaklah melahirkan dan juga tidak diperanakkan”. (Al Ikhlas:1-3)

Kata kata Al Ahad (Yang Maha Esa) artinya: tiada tandingan bagi Nya, dan Ash shomad artinya Yang Dituju untuk dimintai segala kebutuhan. Siapa saja mengingkari hal ini, maka ia kafir, meskipun tidak pernah mengingkari surat Al Qur`an ini.
Allah berfirman:

“Allah sekali kali tidaklah mengambil anak,dan sekali kali tidak ada Ilah yang lain beserta Nya, kalau ada ilah yang lain Nya, masing masing Ilah itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian Ilah Ilah itu akan mengalahkansebagian yang lainnya”.(Al Mukminun:91)

Jadi bedakanlah antara dua kekufuran itu. Dalil lain dalam hal ini, orang orang yang kafir karena berdo`a kepada berhala Lat, meskipun awalnya Lat adalah orang yang shaleh, namun mereka tidak menjadikannya sebagai anak Allah, begitupun halnya orang orang kafir yang menyembah Malaikat, tidaklah mereka menjadikan Malaikat sebagai anak Allah. Keempat mazhab menyebutkan pada bab bahasan (Hukum orang murtad), seorang Muslim apabila beranggapan bahwa Allah itu memiliki anak, maka ia murtad. Jika ia mempersekutukan Allah maka ia murtad pula, mereka membedakan antara dua hal ini.

Abd Al-Nabi:
“Akan tetapi Allah berfirman:

“Ingatlah, sesungguhnya wali wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran dalam dirinya dan juga mereka bersedih hati”. (Yunus:62)

Abdullah:
“Kita meyakini hal itu, dan kita juga berpendapat demikian, akan tetapi ibadah tidak kita tujukan kepada mereka. Kita tidak boleh memperuntukkan ibadah dan permintaan kita kepada mereka, adapun kewajiban kita hanyalah mencintai mereka, mengikuti dan mengakui karomah mereka, tidak ada yang memungkiri karomah mereka kecuali ahli bid`ah. Agama Allah adalah penengah antara dua sisi, petunjuk diantara dua kesesatan, dan kebenaran antara dua kebathilan.

Abd Al-Nabi:
“Orang orang yang diturunkan atas mereka Al-qur`an, menolak untuk mengakui bahwa tiada tuhan yang haq selain Allah, mereka mendustai Nabi saw dan mengingkari adanya hari kebangkitan, mendustai Al-qur`an dan mengolok oloknya sebagai sihir, sedangkan kami mengimani Allah dan Nabi Nya,dan juga mengimani Al-qur`an, serta mengimani hari akhir, dan kami juga melaksanakan sholat, puasa, jadi bagaimana mungkin saudara menyamakan kami dengan mereka?”

Abdullah:
“Namun semua ulama sepakat, apabila seseorang mempercayai Nabi pada satu hal tapi mendustainya pada hal yang lainnya, maka dia itu kafir, bukan lagi bagian dari orang muslim. Begitu juga halnya apabila ia beriman kepada sebahagian Al-qur`an dan mengingkari sebahagian yang lainnya, seperti orang yang mengimani tauhid tapi mengingkari kewajiban sholat, atau mengimani tauhid dan juga melaksanakan sholat, tapi enggan berpuasa, atau ia mengimani itu semua, tapi ia mengingkari ibadah haji. Ketika pada zaman Nabi saw segelintir orang tidak mau tunduk untuk melaksanakan ibadah haji, maka Allah menurunkan ayat:

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, (yaitu) bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta” (Ali Imron:97)

Apabila ia mengingkari adanya hari kebangkitan, maka kafir secara ijma`. Oleh karena itu Al-qur`an menjelaskan dengan terang, bahwa siapa sajaberiman dengan sebagian dan kafir dengan sebagian yang lain, maka dia benar benar telah kafir. Allah memerintahkan untuk mengambil ajaran Islam secara keseluruhan. Siapa saja mengambil sesuatu dan meninggalkan sesuatu yang lain dari isi Al-qur`an, maka sungguh ia telah kafir. Apakah anda mengaakui bahwa orang yang beriman dengan sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain adalah kafir?

Abd Al-Nabi:
“Ya, saya mengakui itu. Dan jelas sekali dalam firman ayat Al-qur`an yang mulia.

Abdullah:
“Jika anda yakin bahwa orang yang mempercayai Rosulullah saw dalam sesuatu hal dan mengingkari kewajiban sholat, atau mengakui kewajiban itu semuanya kecuali hari kebangkitan, maka ia telah kafir,darah danhartanya halal berdasarkan ijma` semua mazhab, dan Al-qur`an telah mengatakannya seperti yang telah saya utarakan tadi. Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tauhid itu kewajiban yang paling besar yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw, tauhid lebih agung dari sholat, zakat, dan haji, jadi bagaimana mungkin mengingkari salah satu dari perkara perkara ini menjadi kafir, meskipun dia melaksanakan seluruh yang di bawa oleh Nabi saw, lalu apabila ia mengingkari tauhid yang merupakan agama seluruh Nabi dia tidak menjadi kafir? Maha suci bagi Allah, betapa anehnya kebodohan ini.

Coba perhatikan shahabat shahabat Rosul saw tatkala mereka memerangi bani hanifah di Yamamah. Mereka yang diperangi itu sudah masuk Islam bersama Nabi saw, bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq kecuali Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, dan mereka melaksanakan sholat dan mengumandangkan Adzan.

Abd Al-Nabi:
“Tapi mereka mengangkat Musailamah Al kadzab adalah seorang Nabi, sementara kami mengatakan: “Tidak ada Nabi setelah Nabi saw”.

Abdullah:
“Akan tetapi kalian mengangkat Ali, Abdul Qadir, atau yang lainnya dari kalangan Nabi dan malaikat kepada tingkatan penguasa langit dan bumi. Apabila mengangkat seseorang kepada tingkat kenabian saja menjadi kafir, harta dan darahnya menjadi halal, syahadat dan sholatnya pun tak bisa menolong mereka. Maka orang yang mengangkat seseorang makhluk setara dengan Allah lebih kafir lagi. Begitu juga orang orang yang dibakar oleh Ali dengan api, kesemuanya mengaku beragama islam, semuanya adalah pengikut Ali, dan belajar dari shahabat, akan tetapi mereka berkeyakinan kepada Ali seperti keyakinan kalian kepada abdul Qadir dan yang lainnya. Bagaimana para shahabat sepakat untuk membunuh dan mengkafirkan mereka? Apakah anda mengira bahwa para shahabat itu telah mengkafirkan seorang muslim? Atau anda mengira bahwa berkeyakinan kepada seorang sayyid dan semisalnya tidak membahayakan aqidah anda, dan berkeyakinan kepada Ali itu kafir?

Dikatakan juga: “Apabila orang orang yang terdahulu tidak dikafirkan kecuali karena mereka menggabungkan antara syirik dan pendustaan kepada Rosulullah saw dan Al-qur`an, dan juga mengingkari hari pembalasan dan lainnya, lantas apa maksud dari bab bahasan yang disebutkan oleh ulama setiap mazhab “bab hukum murtad”, yaitu orang Islam yang kafir setelah Islam, kemudian mereka menyebutkan banyak hal, setiap jenis dari hal itu bisa mengkafirkan, dan menjadikan halal darah dan harta mereka, sampai sampai mereka menyebutkan banyak hal hal sepele bagi yang mengerjakannya, seperti ucapan kebencian kepada Allah, diucapkan dengan lisan tanpa meyakininya dalam hati, ia mengucapkannya sambil bercanda dan main main, begitu juga seperti orang orang yang disebutkan oleh Allah dalam firman Nya:

“Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat ayat Nya dan Rosul Nya, kamu selalu berolok olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir setelah beriman” (At taubah:65-66)

Mereka yang dikatakan oleh Allah secara terang terangan kafir satelah beriman dalam ayat tersebut diatas, adalah orang orang yang bersama Rosul saw ketika perang Tabuk, mereka mengatakan suatu kalimat, dan disebutkan pula mereka mengatakannya sambil bercanda.
Dan dikatakan juga:

“Apa yang dikisahkan Allah tentang Bani Isro`il, dengan segala keislaman, ilmu pengetahuan dankeshalehan yang mereka miliki, mereka berkata kepada Nabi Musa: “Buatkanlah bagi kami sesembahan”, dan juga perkataan beberapa shahabat Nabi saw: “Jadikanlah untuk kami pohon untuk menggantungkan senjata kami (agar dapat berkahnya), maka Roslullah saw bersumpah bahwa ucapan ini sama dengan perkataan umat Nabi Musa: “Buatkanlah bagi kami sebuah sesembahan sebagaimana mereka mempunyai beberaapa sembahan” (Al A`raf:138)

Abd Al-nabi:
“Akan tetapi Bani Isro`il dan orang yang meminta kepada Nabi saw agar dibuatkan Dzatu anwath (pohon untuk menggantungkan senjata) tidak dikafirkan karena hal itu”

Abdullah:
“Jawabnya bahwa Bani Isro`il dan orang yang meminta kepada Nabi saw belum melakukannya, andai saja Bani Isro`il melakukan hal itu, pastilah mereka menjadi kafir, dan juga orang orang yang dilarang oleh Nabi saw jika mereka tidak mentaati beliau, dan membuat Dzatu anwath (pohon untuk menggantungkan senjata) setelah larangan Beliau, pastilah mereka menjadi kafir”

Abd Al-Nabi:
“Tapi saya mempunyai permasalahan yang lain, yaitu kisah Usamah Bin Zaid. Tatkala beliau membunuh orang yang mengucapkan: “Laa ilaha illallah”, Nabi Muhammad saw mengingkarinya, Beliau berkata: “wahai Usamah, apakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan: “Laa ilaha illallah”? dan sabda Nabi saw yang lain: “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan “Laa ilaha illallah”.

Bagaimanakah cara engkau memadukan antara apa yang engkau sampaikan dengan Hadits tadi? Tolong terangkan kepadaku, semoga Allah memberimu petunjuk.”

Abdullah:
“Kita tahu bahwa Nabi saw telah memerangi orang Yahudi, dan menjadikan mereka sebagai budak, sedangkan mereka mengatakan “Laa ilaha illallah”, begitu juga para shahabat memerangi Bani Hanifah, sedangkan mereka juga mengucapkan “Laa ilaha illallah”, dan Muhammad adalah utusan Allah, dan berpuasa, begitu juga halnya orang yang dibakar oleh Ali Bin Abi Tholib.
Anda mengakui, bahwa orang yang mengingkari hari kebangkitan adalah kafir, dan halal untuk dibunuh, meskipun ia mengucapkan “Laa ilaha illallah”. Juga mengakui bahwa siapa saja yang mengingkari salah satu rukun Islam maka ia kafir dan halal untuk dibunuh meskipun ia mengucapkan “Laa ilaha illallah”. Jadi bagaimana mungkin kalimat syahadat itu bermanfaat baginya jika ia dia mengingkari salah satu furu` (cabang) tauhid, yang merupakan pokok (sendi) agama para Rosul dan Nabi?, mungkin anda belum paham tentang makna hadits ini.

Adapun hadits Usamah, sesungguhnya ia membunuh seseorang yang mengaku masuk islam; karena Usamah mengira bahwa orang tersebut tidaklah mengucapkan Syahadat, kecuali karena ia khawatir terhadap darah dan hartanya. Seseorang yang mengaku Islam tidak boleh di apa apakan, sampai tampak jelas dari dirinya sesuatu yang bertentangan dengan hal itu. Allah berffirman:

“Hai orang orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) dijalan Allah, maka telitilah” (An nisa:94)

Artinya: Hati hatilah dalam menentukan. Ayat diatas menunjukan sikap menahan diri, dan berhati hati. Jika tampak jelas setelah itu, maka sesuatu yang bertentangan dengan Islam, harus dibunuh; karena Allah berfirman: “telitilah”. Seandainya dia tidak dibunuh jika mengucapkan shahadat, maka tidak ada artinya untuk bersikap hati hati.

Begitu juga dengan hadits yang lainnya, artinya sama seperti yang saya telah sebutkan, bahwa orang yang memperlihatkan tauhid dan keislamannya, maka harus dilindungi kecuali jika sudah jelas darinya sesuatu yang bertentangan dengan hal itu. Dalilnya adalah bahwa Rosulullah saw bersabda:

“Apakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa ilaha illallah?”

dan beliau bersabda:

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai ia mengucapkan Laa ilaha illallah”, beliau juga bersabda tentang kaum Khawarij: “Dimanapun kau temui mereka, maka bunuhlah mereka”,

padahal mereka adalah orang yang paling banyak beribadah dan bertahlil, sampai sampai para shahabat merasa rendah diri saat melihat ibadah mereka, mereka pun belajar ilmu dari para shahabat, namun kalimat “Laa ilaha illallah” tidak bisa melindungi mereka dari pembunuhan yang diperintahkan oleh Nabi saw, begitu juga ibadah yang banyak, dan pengakuan sebagai seorang Muslim,tidak dapat menyelamatkan mereka dari fatwa Nabi, karena sesuatu yang bertentangan dengan syari`at tampak jelas dalam diri mereka.

Abd Al-Nabi:
“Apa komentarmu tentang Hadits Nabi saw yang shahih, bahwa pada hari kiamat nanti manusia akan meminta pertoolngan kepada Nabi Adam, kemudian kepada Nabi Nuh, kemudian kepada Nabi Ibrohim, kemudian kepada Nabi Musa, kemudian kepada Nabi Isa. Tetapi para Nabi itu tidak bisa memberikan pertolongan, sampai terakhir kepada Nabi Muhammad saw. Ini menunjukkan bahwa Istighotsah (minta tolong) kepada selain Allah bukan musyrik.

Abdullah:
“Anda keliru tentang hakikat masalah ini. Kita tidak mengingkari istighotsah kepada makhluk yang masih hidup dan hadir dihadapannya dalam hal halyang disanggupi. Sebagaimana firman Allah:

“Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan musuhnya” (Al qoshosh:15)

Sama seperti orang meminta tolong kepada temannya, baik dalam berperang atau lainnya dalam perkara perkara yang mampu dilakukannya. Kita mengingkari istighotsah dalam hal ibadah yang kalian lakukan pada kuburan para wali atau saat mereka tidak ada dihadapan kalian dalam perkara yang tidak ada yang mampu melakukannya kecuali hanya Allah. Adapun pada hari kiamat, manusia beristighotsah kepada para Nabi, agar para Nabi berdo`a kepada Allah supaya segera menghisab manusia, sehingga penduduk Jannah dapat beristirahat dari kesusahan situasi pada saat itu. Perbuatan seperti ini boleh dilakukan di dunia dan di akhirat, dengan cara anda mendatangi orang sholeh, duduk dihadapannya dan dia mendengar ucapan anda, lantas anda katakana kepadanya: “Do`akanlah aku kepada Allah”, sebagai mana shahabat Nabi saw meminta kepada beliau semasa Beliau masih hidup. Adapun setelah Beliau sudah wafat, sama sekali tidak boleh. Karena itu mereka tidak meminta kepada beliau pada kuburannya, bahkan para salaf mengingkari orang yang sengaja berdo`a kepada Allah pada kuburan beliau.

Abd Al-Nabi:
“Apa komentarmu tentang kisah Nabi Ibrohim, tatkala Ia dilempar kedalam api unggun, lalu jibril menghadangnya diatas udara seraya berkata: “Apakah kamu punya keperluan?” Ibrohim menjawab: “Adapun kepada kamu, tidak” Kalau seandainya ber-istighotsah kepada Jibril adalah syirik, tentu Jibril tidak akan menawarkannya kepada Ibrohim”

Abdullah:
“Ini adalah syubhat yang sama seperti syubhat yang pertama. Riwayat ini tidak shohih. Kalupun kita anggap shohih, maka sesungguhnya Jibril menawarkan kepada Ibrohim untuk memberikan manfaat kepadanya dengan hal hal yang dia sanggupi untuk melakukannya, hal ini seperti firman Allah:

“Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat” (An najm:5)

Sekiranya Allah mengizinkan Jibril untuk mengambil api Nabi Ibrohim, dan benda benda yang ada disekitarnya baik itu berupa gunung, atau bumi, lantas melemparnya ke timur dan ke barat,maka hal itu mampu dilakukan oleh Jibril. Hal itu seperti orang kaya yang menawarkan bantuan kepada orang yang membutuhkannya, baik itu berupa harta atau hal lainnya, lantas orang itu menolaknya dan bersabar sampai Allah memberinya rizki, tanpa ada pertolongan dari siapapun. Jadi bagaimana mungkin hal ini dibandingkan dengan istighotsah dalam hal ibadah dan syirik yang anda lakukan pada saat ini?

Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya orang orang terdahulu yang Nabi saw diutus ke tengah tengah mereka, tingkat kesyirikannya lebih ringan daripada masyarakat zaman kita sekarang ini, karena 3 hal:

Pertama: Mereka, orang terdahulu, tidak mempersekutukan Allah dengan yang lainnya kecuali dalam kondisi sejahtera. Adapun dalam kondisi kesusahan, mereka memurnikan agama itu kepada Allah, berdasarkan firman Allah:

“Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdo`a kepada Allah dengan memurnikan agama Allah; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai darat, tiba tiba mereka (kembali) mempersekutukan Allah” (Al ankabut:65)

Orang musyrik yang diperangi oleh Rosulullah saw berdo`a kepada Allah dan kepada selain Nya pada saat kondisi sejahtera. Adapun pada saat kesusahan, mereka tidaklah berdo`a kecuali hanya kepada Allah dan mereka lupa kepada sayyid sayyid mereka. Adapun orang musyrik zaman sekarang, mereka menyeru selain Allah dalam kondisi sejahtera dan kesusahan, ia berkata: “wahai Rosulullah, wahai Husain, wahai Ali, dan lain lain”. Dimanakah orang yang dapat memahami hal itu?

Kedua: Orang orang musyrik yang terdahulu, mereka mengambil Tuhan lain beserta Allah, baik itu berupa malaikat maupun makhluk Allah yang mereka anggap suci. Sedangkan orang musyrik zaman kita sekarang ini mengambil Tuhan lain beserta Allah bukan hanya berupa malaikat maupun makhluk Allah yang dianggap suci, selain dari itu, mereka juga mengambil orang yang pasiq sebagai Tuhan selain Allah.

Ketiga: Semua orang musyrik pada zaman terdahulu, kemusyrikan mereka hanya sebatas kemusyrikan Uluhiyah saja, tidak sampai kepada kemusyrikan dalam bentuk Rububiyah, sedangkan orang musyrik pada zaman sekarang ini telah mencapai pada tingkatan kemusyrikan Rububiyah, misalnya mereka menganggap bahwa ala mini adalah yang mengatur semesta dalam hal menghidupkan, mematikan dan sebagainya.

Kiranya, saya akan mengakhiri pembicaraan saya ini dengan menyinggung satu permasalahan besar yang anda pahami dengan apa yang telah saya sebutkan tadi, yaitu: bahwasanya tidak ada perbedaan bahwa tauhid itu haruslah keyakinan hati, ucapan lidah dan melakukan dengan perbuatan anggota tubuh. Apabila salah satu dari hal itu rusak, maka seseorang itu tidak menjadi Muslim. Jika ia mengetahui tauhid, akan tetapi tidak mengamalkannya, maka ia kafir yang keras kepala, seperti Fir`aun dan Iblis.

Banyak sekali orang yang tergelincir dalam hal ini, mereka berkata: “ ini benar, akan tetapi kita tidak bisa melakukannya, penduduk Negeri atau penguasa Negeri ini melarang hal itu, kita harus setuju dan rela menjadi penjilat bagi mereka; karena takut akan kejahatan mereka. Orang yang rendah yang mengatakan hal ini tidak tahu bahwa mayoritas tokoh orang kafir mengetahui kebenaran ini, dan mereka sama sekali tidak meninggalkannya kecuali hanya adanya suatu alasan. Seperti fiman Allah:

“Mereka menukar ayat ayat Allah dengan harga yang sangat murah sekali, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah, sungguh amat buruk apa yang mereka lakukan itu” (At taubah:9)

Jika orang mengamalkan tauhid secara dhahirnya saja, akan tetapi tidak meyakini dan memahami dengan hatinya, maka ia termasuk orang yang munafik, dan lebih jahat dari pada orang kafir murni, firman Allah:

“sesungguhnya orang orang munafiqin itu ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali kali tidak akan mendapatkan penolong bagi mereka” (An nisa:145)

Namun demikian , anda harus memahami dua ayat dari Kitabullah:
Ayat pertama:

“Tidak usah kamu meminta maaf, sebab kamu telah kafir setelah beriman” (At taubah:66)

Apabila anda telah mengetahui bahwa orang orang yang ikut berperang bersama Nabi dalam memerangi Bangsa Rum telah menjadi kafir; disebabkan oleh ucapan mereka yang diucapkan secara main main dan bercanda, maka akan semakin jelas bagi anda bagaimana posisi orang yang mengucapkan kekufuran lantaran takut hartanya berkurang, atau lantaran posisinya sebagai ustadz dimasyarakat akan terganggu apabila ia memahami tauhid secara benar, maka sungguh ia telah membenarkan syaitan dengan janjinya:

“Syaitan menjanjikan (menakut nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu untuk berbuat kekikiran (kejahatan)” (Al baqoroh:268)

Dan merasa takut akan ancamannya:

“sesungguhnya syaitan itu menakut nakuti kamu dengan kawan kawannya” (Ali-Imron:175)

Ayat kedua:

“Barang siapa yang kafir setelah ia beriman kepada Allah (dia akan mendapatkan murka Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman, akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpahnya dan baginya azab yang besar” (An nahl:107)

Setelah semua ini, bukankah sudah saatnya bagi anda- semoga Allah memberikan hidayah Nya kepadamu, untuk bertaubat dan kembali kepada Allah, meninggalkan kondisi anda sekarang ini, perkaranya- seperti yang anda dengar- benar benar berbahaya, dan permasalahannya besar sekali, serta keadaannya sangat mengkhawatirkan.

Dan ingatlah beberapa kemungkaran yang banyak dilakukan oleh masyarakat umum:

1. janganlah mengikuti hawa nafsu, karena Allah telah mengingatkan lewat firman Nya:

“Maka pernahkah kamu melihat orangorang yang mengambil hawa nafsunya sebagai ilahnya?” (Al jatsiyah:23)

2. janganlah engkau fanatik terhadap golongan dan pendapat nenek moyangmu, tanpa memperdulikan kesalahan yang ada padanya, sehingga akan menghalangimu untuk mendapatkan hidayah dari Allah.

3. Janganlah kau meniru niru perilaku orang orang kafir, karena hal itu merupakan awal dari bencana yang tidak akan pernah kau sadari.

4. engkau bertawakal kepadaa selain Allah.

5. engkau taat kepada manusia dalam kemaksiatan.

6. Janganlah berburuk sangka terhadap Allah.

7. Janganlah engkau memakai benda sebagai jimat untuk menolak bala.

8. Janganlah engkau meminta berkah kepada makhluk Allah yang sudah mati.

9. Janganlah engkau merasa bernasib sial, sebab segala sesuatu sudah ditetapkan oleh Allah.

10. Janganlah engkau mendatangi tukang sihir ataupun tukang tenung.

11. Janganlah bersumpah atas nama selain nama Allah.

12. Janganlah engkau mencaci maki cuaca, alam, hujan ataupun makhluk Allah lainnya.

13. Janganlah menjadikan kuburan sebagai masjid, sebagaimana yang dilakukan oleh orang orang Yahudi dan Nashrani.

14. Janganlah mempercayai hadits hadits yang diriwayatkan para pendusta dan dinisbatkan kepada Rosulullah saw.

15. Janganlah merayakan apa yang disebut sebut hari hari besar keagamaan, seperti: Maulid Nabi, Isra` dan mi`raj, malam pertengahan (nisyfu) bulan sya`ban, dan yang lainnya. Perayaan seperti itu merupakan hal hal yang baru, tidak ada dasar hukumnya dari Rosulullah saw, dan juga tidak pernah dilakukan oleh shahabat Rosul, yang kecintaan mereka terhadap Rosul sangat besar melebihi cinta kita kepada Rosulullah. Seandainya saja hal itu merupakan sebuah kebaikan tentulah mereka telah mendahului kita untuk melakukannya.

16. Janganlah menjadikan masalah masalah khilafiyah sebagai perdebatan yang akhirnya menyebabkan fitnah, dan jangan pula lemah dalam mempertahankan masalah yang sudah ditetapkan kebenarannya oleh Allah,serta jangan pula melemahkan hati untuk terus berusaha mengamalkan tauhid sesuai dengan fitroh dan kemurnian Islam yang dibawa oleh Nabi saw.

17 DALIL MUHAMMAD SAW ADALAH NABI TERAKHIR

17 Dalil Muhammad Rasulullah, Nabi Terakhir


Inilah 17 dalil tak ada Nabi baru setelah Muhammad.

TAK ADA NABI BARU LAGI SETELAH RASULULLAH
—————————————–

1. QS AL AHZAB 40:

” Bukanlah Muhammad itu bapak salah seorang laki-laki di antara kamu tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-nabi”

2. Imam Muslim dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Perumpamaan saya dan para Nabi sebelum saya seperti orang yang membangun satu bangunan lalu dia membaguskan dan membuat indah bangunan itu kecuali tempat batu yang ada di salah satu sudut. Kemudian orang-orang mengelilinginya dan mereka ta’juk lalu berkata: ‘kenapa kamu tidak taruh batu ini.?’ Nabi menjawab : Sayalah batu itu dan saya penutup Nabi-nabi”

3. Imam Muslim juga meriwayatkan dari Jubair bin Mut’im RA bahwa Nabi SAW bersabda:

“Sesungguhnya saya mempunyai nama-nama, saya Muhammad, saya Ahmad, saya Al-Mahi, yang mana Allah menghapuskan kekafiran karena saya, saya Al-Hasyir yang mana manusia berkumpul di kaki saya, saya Al-Aqib yang tidak ada Nabi setelahnya”

4. Abu Daud dan yang lain dalam hadist Thauban Al-Thawil, bersabda Nabi Muhammad SAW:

“Akan ada pada umatku 30 pendusta semuanya mengaku nabi, dan saya penutup para Nabi dan tidak ada nabi setelahku”

5. Khutbah terakhir Rasulullah …

” …Wahai manusia, tidak ada nabi atau rasul yang akan datang sesudahku dan tidak ada agama baru yang akan lahir. Karena itu, wahai manusia, berpikirlah dengan baik dan pahamilah kata-kata yang kusampaikan kepadamu. Aku tinggalkan dua hal: Al Quran dan Sunnah, contoh-contoh dariku; dan jika kamu ikuti keduanya kamu tidak akan pernah tersesat …”

6. Rasulullah SAW menjelaskan:

“Suku Israel dipimpim oleh Nabi-nabi. Jika seorang Nabi meninggal dunia, seorang nabi lain meneruskannya. Tetapi tidak ada nabi yang akan datang sesudahku; hanya para kalifah yang akan menjadi penerusku (Bukhari, Kitab-ul-Manaqib).

7. Rasulullah SAW menegaskan:

“Posisiku dalam hubungan dengan nabi-nabi yang datang sebelumku dapat dijelaskan dengan contoh berikut: Seorang laki-laki mendirikan sebuah
bangunan dan menghiasinya dengan keindahan yang agung, tetapi dia menyisakan sebuah lubang di sudut untuk tempat sebuah batu yang belum dipasang. Orang-orang melihat sekeliling bangunan tersebut dan mengagumi keindahannya, tetapi bertanya-tanya, kenapa ada sebuah batu yang hilang dari lubang tersebut? Aku seperti batu yang hilang itu dan aku adalah yang terakhir dalam jajaran Nabi-nabi”. (Bukhari, Kitab-ul-Manaqib).

8. Rasulullah SAW menyatakan:

“Allah telah memberkati aku dengan enam macam kebaikan yang tidak dinikmati Nabi-nabi terdahulu: – Aku dikaruniai keahlian berbicara yang efektif dan sempurna. – Aku diberi kemenangan kare musuh gentar menghadapiku – Harta rampasan perang dihalalkan bagiku. – Seluruh bumi telah dijadikan tempatku beribadah dan juga telah menjadi alat pensuci bagiku. Dengan kata lain, dalam agamaku, melakukan shalat tidak harus di suatu tempat ibadah tertentu. Shalat dapat dilakukan di manapun di atas bumi. Dan jika air tidak tersedia, ummatku diizinkan untuk berwudhu dengan tanah (Tayammum) dan membersihkan dirinya dengan tanah jika air untuk mandi langka. – Aku diutus Allah untuk menyampaikan pesan suciNYA bagi seluruh dunia. – Dan jajaran Kenabian telah mencapai akhirnya padaku (Riwayat Muslim, Tirmidhi, Ibnu Majah)

9. Rasulullah SAW menegaskan: “Rantai Kerasulan dan Kenabian telah sampai pada akhirnya. Tidak akan ada lagi rasul dan nabi sesudahku”. (Tirmidhi, Kitab-ur-Rouya, Bab
Zahab-un-Nubuwwa; Musnad Ahmad; Marwiyat-Anas bin Malik).

10. Rasulullah SAW menjelaskan:

‘Saya Muhammad, Saya Ahmad, Saya Pembersih dan kekafiran harus dihapuskan melalui aku; Saya Pengumpul, Manusia harus berkumpul pada hari kiamat yang datang sesudahku. (Dengan kata lain, Kiamat adalah satu-satunya yang akan datang sesudahku); dan saya adalah Yang Terakhir dalam arti tidak ada nabi yang datang sesudahku”. (Bukhari dan Muslim, Kitab-ul-Fada’il, Bab Asmaun-Nabi; Tirmidhi, Kitab-ul-Adab, Bab Asma-un-Nabi; Muatta’, Kitab-u-Asma-in-Nabi; Al-Mustadrak Hakim,
Kitab-ut-Tarikh, Bab Asma-un-Nabi).

11. Rasulullah SAW menjelaskan:

“Allah yang Maha Kuasa tidak mengirim seorang Nabi pun ke dunia ini yang tidak memperingatkan ummatnya tentang kemunculan Dajjal (Anti-Kristus, tetapi Dajjal tidak muncul dalam masa mereka). Aku yang terakhir dalam jajaran Nabi-Nabi dan kalian ummat terakhir yang beriman. Tidak diragukan, suatu saat, Dajjal akan datang dari antara kamu”. (Ibnu Majah, Kitabul Fitan, Bab Dajjal).

12. Abdur Rahman bin Jubair melaporkan:

“Saya mendengar Abdullah bin ‘Amr ibn-’As menceritakan bahwa suatu hari Rasulullah SAW keluar dari rumahnya dan bergabung dengan mereka. Tindak-tanduknya memberi kesan seolah-olah beliau akan meninggalkan kita. Beliau berkata: “Aku Muhammad, Nabi Allah yang buta huruf”, dan mengulangi pernyataan itu tiga kali. Lalu beliau menegaskan: “Tidak ada lagi Nabi sesudahku”. (Musnad Ahmad, Marwiyat ‘Abdullah bin ‘Amr ibn-’As).

13. Rasulullah SAW berkata:

” Allah tidak akan mengutus Nabi sesudahku, tetapi hanya Mubashirat”. Dikatakan, apa yang dimaksud dengan al-Mubashirat. Beliau berkata: Visi yang baik atau visi yang suci”. (Musnad Ahmad, marwiyat Abu Tufail, Nasa’i, Abu Dawud). (Dengan kata lain tidak ada kemungkinan turunnya wahyu Allah di masa yang akan datang.
Paling tinggi, jika seseorang mendapat inspirasi dari Allah, dia akan menerimanya dalam bentuk mimpi yang suci).

14. Rasulullah SAW berkata:

“Jika benar seorang Nabi akan datang sesudahku, orang itu tentunya Umar bin Khattab”. (Tirmidhi, Kitab-ul-Manaqib).

15. Rasulullah SAW berkata kepada ‘Ali,

“Hubunganmu denganku ialah seperti hubungan Harun dengan Musa. Tetapi tidak ada Nabi yang akan datang sesudahku”. (Bukhari dan Muslim, Kitab Fada’il as-Sahaba).

16. Rasulullah SAW menjelaskan:

“Di antara suku Israel sebelum kamu, benar-benar ada orang-orang yang berkomunikasi dengan Tuhan, meskipun mereka bukanlah NabiNYA. Jika ada satu orang di antara ummatku yang akan berkomunikasi dengan Allah, orangnya tidak lain daripada Umar. (Bukhari, Kitab-ul-Manaqib)

17. Rasulullah SAW berkata:

“Tidak ada Nabi yang akan datang sesudahku dan karena itu, tidak akan ada ummat lain pengikut nabi baru apapun”. (Baihaqi, Kitab-ul-Rouya; Tabrani)

Fakta Kisah Romantis Nabi Yusuf Dengan Zulaikha

Dalam al-Qur’an Surat Yusuf, Allah Swt. berfirman:

“Wa qaala alladzi isytaraahuu min mishra li imra’atihii akrimii maswaahu ‘asaa an yanfa’anaa aw nattakhidzahuu waladan wa kadzaalika makkannaa liyuusufa fi al-ardhi walinu’allimahuu min ta’wiili al-ahaaditsi wa allahu ghaalibun ‘ala amrihii walakinna aktsara al-naasi laa ya’lamuuna”.
(Yusuf; 21)


“Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada isterinya: “Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak.” Dan demikian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepadanya ta’bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (Yusuf: 21).

Di seputar ayat ini, kisah Nabi Yusuf dengan Zulaikha kemudian timbul di kalangan mufassirin. Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir al-Qur’an yang ditunjuk oleh Departemen Agama Republik Indonesia (DEPAG-RI) dalam al-Qur’an dan Terjemahnya, memberikan penafsiran ayat tersebut. Ketika terjemah ayat tersebut menuturkan: “Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya”, dalam footnote (no. 748), Tim menulis: “Orang Mesir yang membeli Yusuf As. itu seorang Raja Mesir bernama Qithfir dan nama isterinya Zulaikha.” Tidak sampai di situ, lebih jauh lagi nama Zulaikha tersebut langsung dicantumkan di dalam terjemah ayatnya. Hal ini dapat kita lihat pada terjemah Surah Yusuf ayat 23: “Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya….”. Begitu pula dalam footnote (no. 750) yang menafsiri ayat tersebut. “Ayat ini tidaklah menunjukkan bahwa Nabi Yusuf As. punya keinginan yang buruk terhadap wanita itu Zulaikha….”. Demikian nama Zulaikha disinggung sebanyak tiga kali dalam al-Qur’an dan Terjemahnya yang dicetak dan disebarluaskan oleh DEPAG-RI. Usaha penerjemahan itu dilangsungkan selama delapan tahun oleh tim khusus yang diketuai oleh Prof. R.H. A. Soenarjo, S.H dari Yayasan Penyelenggara Penterjemah/ Pentafsir al-Qur’an. Selesai pada tahun 1971.


Dengan demikian, tersebarnya Al Qur’an dan Terjemahnya versi DEPAG-RI kala itu, diawali keterangan para ulama yang menukil kisah itu dari kitab-kitab tafsir klasik, akhirnya penamaan Zulaikha tersebut melembaga di masyarakat. Mereka tidak tahu menahu tentang otentisitas riwayat seputar itu. Yang mereka kenal, bahkan sudah menjadi keyakinan, Zulaikha itu adalah nama wanita yang merayu Nabi Yusuf As. Kemudian setelah Nabi Yusuf As diangkat menjadi pembesar Mesir, Zulaikha dinikahi oleh beliau. Mereka berdua hidup seia-sekata, saling mengasihi dan menyayangi. Menurut mereka, itulah dambaan setiap keluarga dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Maka tak heran jika tipologi Yusuf-Zulaikha, oleh mereka, disamakan dengan tipologi Adam-Hawa, Muhammad-Khadijah, dan Ali-Fatimah. Padahal tidak ada riwayat yang shahih menerangkan bahwa istri al-Aziz itu bernama Zulaikha dan Nabi Yusuf pernah menikahinya. Karenanya, ada kawan berseloroh bahwa orang yang berdoa agar kedua mempelai itu saling sayang-menyayangi seperti Yusuf dan Zulaikha, maka hal itu sama saja dengan mendoakan agar seseorang itu menyayangi istri orang lain, alias berselingkuh.

Menyikapi Tafsir Isra`iliyyat

Agama Islam datang setelah Agama Yahudi dan Nashrani. Begitu pula pengikutnya. Kaum Yahudi dan Nashrani memiliki dasar-dasar pengetahuan agama yang diperolehnya dari kitab suci mereka, Taurat untuk Yahudi dan Injil untuk Nashrani, sebelum mereka akhirnya memeluk Islam. Bahkan, khusus mengenai cerita para nabi dan umat terdahulu, mereka memiliki data-data yang sangat rinci. Maka tidak heran, ketika al-Qur’an menuturkan cerita-cerita tersebut, mereka langsung memberikan responnya berdasarkan kitab suci mereka dengan sangat mendetail.

Memang al-Qur’an bukan kitab sejarah. Tetapi al-Qur’an memuat fakta sejarah. Khususnya para nabi dan umat-umat terdahulu. Dari segi penuturannya, menunjukkan bahwa al-Qur’an ingin menunjukkan ke-i’jazan-nya. Sedangkan dari segi isinya, semua itu agar dijadikan pelajaran yang berharga bagi umat manusia yang hidup setelahnya.

Pengikut Islam periode pertama, yaitu masa Rasulullah Saw dan para shahabatnya, menyikapi cerita-cerita mereka dengan sangat hati-hati. Dalam sebuah Hadis shahih dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw bersabda:
“Laa tashaddaquu ahla al-kitaabi wa laa tukadzdzibuuhum wa quuluu aamanna bi allahi wa maa unzila ilaina wa maa unzila ilaikum”.

“Kamu jangan membenarkan penuturan Ahl al-Kitab, jangan pula mendustakannya. Katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan apa-apa (kitab) yang diturunkan kepada kami dan (kitab-kitab) yang diturunkan kepadamu.”

Sikap kehati-hatian ini diperintahkan oleh Nabi Saw kepada para shahabatnya, sebab di dalam penuturan Ahl al-Kitab mengandung dua kemungkinan, benar dan salah. Tetapi Nabi Saw juga tidak hitam-putih. Bersikap fleksibel dalam masalah ini. Beliau, yang diikuti para shahabatnya, tetap menerima penuturan mereka, sejauh tidak menyangkut akidah dan hukum-hukum syariah. Kebolehan tersebut terbetik dari sabda Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr sebagai berikut:

“Ballighuu ‘anni walaw ayatan wahadditsuu ‘an banii israaiila wa laa haraja, wa man kadzdzaba ‘alayya muta’ammidan falyatabawwa’ maq’adahuu
min alnaari”.

“Sampaikan apa-apa dariku meskipun itu berupa satu ayat. Kamu tidak apa-apa meriwayatkan penuturan Bani Isra`il (Ahl al-Kitab). Siapa yang mendustakanku dengan sengaja, maka bersiaplah dirinya untuk menempati tempatnya di neraka.”

Hadis di atas melukiskan kepada kita bahwa Nabi Saw membolehkan para shahabatnya (baca: umatnya) untuk mengambil tafsir Isra`iliyyat. Tetapi lagi-lagi tetap dengan syarat, tidak boleh berisi riwayat palsu. Jadi harus betul-betul diketahui keshahihannya.

Demikian pula halnya dengan kisah romantis Nabi Yusuf As. dan Zulaikha. Ketika al-Qur’an dalam ayat di muka tadi (Surah Yusuf ayat 21) disinggung, para Ahl al-Kitab pun sibuk menuturkan alur cerita tersebut dengan detail. Nama Zulaikha yang dilansir sebagai istri dari al-Aziz (pejabat tinggi Negeri Mesir saat itu), tersebar luas setelah Ahl al-Kitab menuturkannya. Karenanya, di sini kita perlu hati-hati dalam menyikapinya. Apakah benar seperti itu atau hanya bualan mereka yang tidak ada dasarnya. Atau jangan-jangan riwayat tentang hal itu adalah palsu. Sikap hati-hati seperti inilah yang harus kita lakukan ketika menghadapi kisah tentang Nabi Yusuf dan Zulaikha.

Doa Khas untuk Pengantin

Seorang alumnus program doctoral Universitas al-Azhar Cairo menuturkan, “Tatkala upacara pernikahan seorang mahasiswa dari Indonesia dilaksanakan, saat itu dihadiri pula oleh Rektor Universitas al-Azhar, Prof. Dr. Omar Hasyim, dan diakhir acara tersebut tiba saatnya untuk berdoa. Doa dipimpin oleh seorang mahasiswa senior yang sekarang mengabdi di Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai dosen tetap. Dengan penuh kekhusyu’an, mahasiswa itu berdoa (dalam bahasa Arab). Setelah bunyi do’a tersebut sampai pada kalimah,

“Alahumma allif baynahumaa kamaa allafta bayna yuusufa wa zulaikha”.

“Ya Allah, semoga Engkau merukunkan kedua mempelai ini sebagaimana Engkau telah merukunkan Nabi Yusuf dan Zulaikha.”

Tiba-tiba Prof. Dr. Omar Hasyim menyuruhnya berhenti. “Cukup, jangan teruskan, lewatlah kalimat tersebut.” Demikian komentarnya. Dari cuplikan cerita tersebut, kita mengetehui seolah-olah penamaan Zulaikha yang disandingkan pada Nabi Yusuf As itu tidak direstui oleh Rektor Universitas al-Azhar Cairo, Prof. Dr. Omar Hasyim.” Kata alumnus tadi menutup penuturannya.

Tidak hanya sampai di situ, kebanyakan para muballigh, khususnya di Indonesia, ketika diminta mendoakan kedua mempelai, dengan tanpa ragu-ragu, mereka menyertakan nama Zulaikha yang disandingkan dengan Nabi Yusuf dalam doa mereka seperti kutipan doa di atas. Konon, biar kedua mempelai tersebut hidup rukun, mesra, dan bahagia seperti halnya Nabi Yusuf dan Zulaika.
Rupanya kisah romantis Nabi Yusuf-Zulaikha ini sudah menjadi keyakinan dalam agama Islam bagi sebagian kalangan, sebagai simbol kemesraan dan kerukunan dalam mengayuh bahtera rumah tangga. Padahal lagi-lagi kita harus waspada. Apakah benar nama istri al-Aziz yang berniat mesum pada Nabi Yusuf itu adalah Zulaikha? Apakah betul Zulaika itu kemudian menjadi istri Nabi Yusuf, sehingga mereka berdua hidup rukun, mesra, dan bahagia?. Jika benar, manakah riwayat yang shahih tentang itu? Jika terbukti salah, berarti kita telah menyandingkan nama yang keliru untuk istri Nabi Yusuf. Hal itu berakibat fatal karena kita telah menganggap Nabi yang mulia itu selalu bersama-sama, hidup rukun, dan berbahagia, bersama Zulaikha, seorang perempuan yang bukan istrinya. Sungguh tuduhan yang menodai gelar “ma’shum” para nabi. Karenanya, di sini, kami memandang perlu untuk menelitinya.

Doa adalah Ibadah

Dalam sebuah Hadis, Nabi Saw bersabda:
“Al-Du’aau huwa al-‘ibaadatu”.

“Do’a adalah ibadah.”

Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Nu’man bin Basyir. Sanadnya shahih. Ada juga yang senada dengan matan Hadis tersebut, tetapi sanadnya tidak shahih. Yaitu Hadis dari Anas bin Malik, Rasulullah Saw bersabda:

“Al Du’aau mukhkhu al-‘ibaadati”.
“Do’a merupakan inti ibadah.”

Hadis yang kedua ini lebih populer di masyarakat. Padahal, sebagaimana yang diutarakan oleh al-Imam al-Mubarakfuri (w. 1353 H) dalam kitabnya Tuhfah al-Ahwadzi, Hadis ini dinilai dhaif oleh Yahya bin Sa’id dan lainnya. Di dalam sanadnya terdapat Ibnu Lahi’ah. Kami sengaja mengetengahkan Hadis kedua ini, agar masyarakat luas mengetahui kualitasnya.

Terlepas dari itu semua, doa memiliki nilai ibadah. Karenanya, banyak kalangan ulama yang memimpin doa bersama. Baik dalam bentuk istighatasah maupun acara resmi kenegaraan. Memang doa-lah yang didefinisikan oleh Nabi Saw sebagai “inti” ibadah, satu-satunya media vertikal berisi permohonan hamba pada Tuhannya. Beragam doa yang dipanjatkan kepada-Nya disesuikan dengan kebutuhan masing-masing manusia. Semuanya niscaya didengar oleh-Nya. Dia-lah Yang Maha Mendengar, dekat, dan mengabulkan hamba-hamba-Nya.
Ibadah, yang tercerabut dari akar kata ‘abida ya’bud ‘ibadah, bermakna penghambaan, yaitu penghambaan sang makhluk kepada Khalik-nya. Ibadah tersebut harus berdasarkan dalil-dalil yang benar dari al-Qur’an, Hadis, Ijma’, maupun Qiyas. Jika suatu ibadah tidak berdasarkan dalil-dalil tersebut, maka nilainya adalah bid’ah. Dalam suatu Qa’idah Fiqhiyyah disebutkan:

“Al-Ashlu fi al-‘ibadati haraamun, wa al-ashlu fi al-mu’amalati mubaahun”.
“Dasar hukum ibadah itu haram. Sedangkan dasar hukum mu’amalah adalah mubah (boleh).”

Dari kaidah tersebut, suatu ibadah itu dilarang kecuali ada dalil yang jelas-jelas membolehkannya. Dengan demikian, ibadah yang harus kita laksanakan itu adalah hanya ibadah yang memiliki dasar yang benar dari dalil-dalil syara`, baik dari al-Qur’an, Hadis, Ijma’, maupun Qiyas. Selain itu harus dijauhi, sebab ia termasuk bid’ah.

Kembali pada kisah romantis Nabi Yusuf dan Zulaikha yang sudah telanjur diyakini sebagai suatu kebenaran, yang kemudian kedua nama tersebut dibubuhkan dalam doa pengantin demi terjalinnya kerukukan dan kebersamaan diantara kedua mempelai, apakah termasuk ibadah atau bukan?. Jika kita merujuk kepada Hadis di atas, tentu kita akan mengategorikan keyakinan tersebut sebagai ibadah. Sebab dijadikan sebagai doa. Sementara doa merupakan ibadah. Jika demikian, maka penamaan Zulaikha yang disandingkan pada Nabi Yusuf sebagai simbol keharmonisan, cinta kasih, dan kerukunan, itu harus berdasarkan riwayat yang dapat dipertanggungjawabkan, sebut saja, shahih secara ilmiyah .

Riwayat Seputar Nama Zulaikha

Sedikit sekali kitab tafsir yang menuturkan nama Zulaikha sebagai istri al-Aziz dengan metodologi transmisi. Di bawah ini, kami hanya menyebutkan beberapa kitab tafsir yang meriwayatkan kisah tersebut berikut jalur-jalur periwayatannya. Semuanya mengomentari (baca: menafsiri) ayat 21 dari Surah Yusuf yang sudah kami singgung di muka.

Al-Imam Ibnu Jarir al-Thabari (w. 310 H) dalam kitab tafsirnya Jami’ al-Bayan ‘an Ta`wil Ay al-Qur’an (yang populer dengan Tafsir al-Thabari), menerima penamaan tersebut dari Ibnu Humaid, dari Salamah, dari Ibnu Ishaq, dari Muhammad bin al-Sa`ib, dari Abu Shalih, dari Ibn ‘Abbas. Tetapi bukan Zulaikha melainkan Ra’il binti Ra’a`il. Sedangkan al-Imam Abu al-Laits al-Samarqandi (w. 375 H), menyebutkan penamaan Zulaikha sebagai istri al-Aziz dalam tafsirnya Bahr al-‘Ulum dengan riwayat yang berasal dari Ibn ‘Abbas. al-Imam Jalal al-Din al-Suyuti (w. 911 H) dalam kitabnya al-Dur al-Mantsur fi al-Tafsir al-Ma`tsur, mengutip penamaan istri al-Aziz itu dari riwayat Ibnu Jarir (w. 310 H) dan Ibnu Abi Hatim (w. 327 H), dari Muhammad bin Ishaq (w. 150 H). Berdasarkan riwayat ini, namanya bukan Zulaikha, tetapi Ra’il binti Ra’a`il.

Adapun al-Imam al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, menuturkan penamaan istri al-Aziz tersebut dengan beberapa riwayat yang berbeda. Nama Ra’il didapatkannya dari riwayat Ibnu Ishaq yang dituturkan oleh al-Mawardi. Sedangkan nama Zulikha tidak disebutkan sumber riwayatnya. “Demikian kedua riwayat tersebut disebutkan oleh al-Tsa’labi dan lainnya,” kata al-Qurtubi menutup perhelatan pendapat seputar penamaan istri al-Aziz. Sedangkan al-Imam Ibnu Katsir (w. 774 H) dalam kitabnya Tafsir al-Qur’an al-Azhim, menuturkannya dari Muhammad bin Ishaq bahwa istri al-Aziz itu bernama Ra’il binti Ra’a`il. “Yang lainnya mengatakan,” demikian Ibnu Katsir, “Bahwa nama wanita tersebut adalah Zulaikha.”

Sedangkan al-Imam al-Syaukani (w. 1250 H), dalam kitabnya Fath al-Qadir menyebutkan nama Zulaikha tersebut bersumber dari riwayat Abu al-Syeikh dari Syu’aib al-Juba’i. Adapun nama Ra’il binti Ra’ayil didapatkannya dari riwayat Ibn Jarir dan Ibn Abi Hatim dari Muhammad bin Ishaq.

Selain itu ada juga para mufassir yang menuturkan penamaan istri al-Aziz itu, baik dengan Zulaikha atau Ra’il, dalam kitab-kitab tafsir mereka, tetapi tidak menyebutkan sumber periwayatannya. Misalnya al-Imam al-Baghawi (w. 516 H) dalam tafsirnya yaitu Ma’alim al-Tanzil, al-Imam Jalal al-Din al-Mahalli dalam cuplikan kitabnya Tafsir al-Qur’an al-Karim, yang kemudian masyhur dengan sebutan Tafsir al-Jalalain .

Ada juga mufassir yang hati-hati dalam menyikapi masalah ini. Lihat saja misalnya al-Imam al-Fakhr al-Razi (w. 604 H). Setelah beliau menyajikan menu cerita beraroma isra`iliyyat seputar identitas orang Mesir yang membeli Yusuf berikut istrinya secara mendetail, dengan tegas beliau mengatakan: “Ketahuilah, riwayat-riwayat di atas tidak ada dasarnya dalam al-Qur’an. Begitu juga Hadis yang shahih tidak ada yang menguatkannya.” Lebih lanjut beliau menjelaskan, “Penafsiran kitab suci al-Qur’an itu tidak disandarkan pada riwayat-riwayat ini. Karenanya, orang yang berakal harus berhati-hati dalam mengambil riwayat tersebut sebelum menceritakannya pada orang lain.” Begitu juga halnya dengan al-Imam Ibn al-Qayyim (w. 751 H) dalam kitabnya al-Tafsir al-Qayyim. Ketika menafsiri ayat di atas, beliau tidak menyebutkan nama istri al-Aziz tersebut. “Mereka (para ulama yang dijadikan pegangan olehnya) tidak ada yang menyebutkan nama wanita itu. Tetapi mereka hanya menuturkan sifat-sifatnya yang buruk sebagaimana al-Qur’an menuturkannya.”

Hal senada dilontarkan pula oleh al-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, mufassir kontemporer, dalam kitabnya Tafsir al-Manar. Dia mengatakan bahwa al-Qur’an tidak menyebutkan secara jelas nama orang Mesir yang membeli Yusuf. Begitu juga nama istrinya. “al-Qur’an itu bukan kitab cerita atau sejarah an sich, melainkan di dalamnya terdapat hikmah, nasihat, pelajaran, dan pendidikan akhlak. Karenanya al-Qur’an hanya menyebut orang Mesir itu dengan al-Aziz. Sebab gelar al-Aziz itu nantinya akan disandang oleh Nabi Yusuf setelah diangkat menjadi kepercayaan raja di Mesir.” Demikian Rasyid Ridha.

Masih banyak lagi komentar-komentar para mufassir yang tersebar dalam beberapa kitab tafsir belum kami jamah. Yang penting, dari keterangan itu, kita mengetahui sanad dari riwayat yang mengatakan bahwa istri al-Aziz itu bernama Zulaikha atau Ra’il. Inilah fokus kajian kita.

Dari kitab-kitab tafsir tersebut, meskipun hanya sebagian kecil saja yang kami suguhkan, ternyata yang menuturkan kisah tersebut dengan sanad yang lengkap adalah al-Imam al-Thabari. Yaitu dari Ibnu Humaid, dari Salamah, dari Ibnu Ishaq, dari Muhammad bin al-Sa`ib, dari Abu Shalih, dari Ibn ‘Abbas. Dalam riwayat ini istri al-Aziz itu bernama Ra’il binti Ra’ail. Sedangkan riwayat yang menyebutkan bahwa nama istri al-Aziz itu adalah Zulaikha, adalah bersumber dari Syu’aib al-Jaba`i. Masing-masing dari kedua sanad itu lemah sekali, bahkan palsu. Hal itu dapat kita ketahui dari dua orang rawi, yaitu Muhammad bin al-Sa`ib al-Kalbi dalam riwayat yang menyebutkan nama Ra’il binti Ra’ayil, dan Syu’aib al-Jaba`i dalam riwayat yang menuturkan nama Zulaikha. Kedua orang ini biangkeroknya yang telah menjadikan dua riwayat diatas lemah bahkan palsu. Lebih lanjutnya, di bawah ini kami sajikan biografi singkat kedua rawi tersebut berikut komentar para kritikus Hadis tentang kredibilitasnya.

Mengorek Kredibilitas al-Kalbi dan al-Jaba`i.

Sebagaimana yang kami sebutkan di atas, riwayat-riwayat tentang penamaan istri al-Aziz itu ternyata bermasalah. Di dalamnya terdapat dua orang rawi, yaitu al-Kalbi dan al-Jaba’i.

Al-Kalbi, yang meriwayatkan nama Ra’il sebagai istri al-Aziz, nama lengkapnya adalah Abu al-Nadhr Muhammad bin al-Sa`ib bin Bisyr al-Kalbi. Seorang mufassir yang terkenal dari generasi tabi’in. Dia berguru pada Abu Shalih, Jarir, al-Farazdaq, dan masih banyak lagi. Sedangkan murid-muridnya diantaranya adalah anaknya sendiri, Hisyam. Dia wafat pada tahun 146 H. al-Dzahabi (w. 748 H) menilai al-Kalbi sebagai seorang Syiah yang Hadisnya matruk.

Dalam kitabnya al-Tarikh al-Kabir, al-Imam al-Bukhari menyatakan bahwa Muhammad bin al-Sa`ib (Abu al-Nadhr) al-Kalbi adalah sosok rawi yang dinilai matruk oleh Yahya bin Sa’id dan Ibnu Mahdi. Sedangkan al-Imam Abu Hatim bin Hibban dalam kitabnya al-Majruhin, menyebut-nyebut al-Kalbi sebagai rawi yang dusta. “Dalam kajian tafsir, al-Kalbi meriwayatkannya dari Abu Shalih, dari Ibnu ‘Abbas. Padahal Abu Shalih belum pernah bertemu dengan Ibnu ‘Abbas. Sedikitpun dia belum pernah mendengar tafsir-tafsir dari Ibnu ‘Abbas. Begitu pula al-Kalbi. Hanya beberapa kalimat saja yang dia dapatkan dari Abu Shalih. Karenanya, semua tafsir yang berasal dari riwayat al-Kalbi tidak boleh dicantumkan dalam kitab-kitab tafsir. Apalagi untuk dijadikan hujjah,” demikian Abu Hatim bin Hibban.

Menurut al-Imam Abu Hatim, para ulama sepakat bahwa Hadis al-Kalbi dinilai matruk. Tidak perlu direken. Dia adalah seorang Dzahib al-Hadis (yang mengaburkan keshahihan Hadis). al-Nasa`i, lanjut Abu Hatim, menilai al-Kalbi sebagai orang yang tidak tsiqah. “Laa Yuktab Haditsuhu” (Hadis yang diriwayatkannya tidak boleh ditulis). Bahkan dalam kitab al-Jarh wa al-Ta’dil, al-Imam Ibnu Abi Hatim al-Razi (w. 327), menuturkan sebuah riwayat dari Abu Jinad yang mengatakan bahwa Abu Shalih bersumpah untuk tidak mengakui tafsir al-Kalbi yang dinisbatkan kepadanya. “Aku tidak pernah membacakan sedikitpun tafsir dari riwayatku pada al-Kalbi,” demikian Abu Shalih. al-Dhahhak bin Makhlad al-Nabil menuturkan, Sufyan al-Tsauri berkata bahwa al-Kalbi pernah terus terang kepadanya bahwa apa yang dia (al-Kalbi) riwayatkan dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas, adalah dusta alias palsu. “Karenanya, kamu jangan meriwayatkannya,” begitu pesan al-Kalbi kepada Sufyan.

Syeikh Dr. Muhammad Husein al-Dzahabi dalam kitabnya al-Tafsir wa al-Mufassirun menuliskan sembilan sanad tafsir Ibnu ‘Abbas. Dari sembilan sanad itu, yang paling parah kelemahannya adalah sanad: Muhammad bin al-Sa`ib al-Kalbi, dari Abu Shalih, dari Ibnu ‘Abbas. Begitu pula halnya Manna’ al-Qattan dalam kitabnya Mabahits fi Ulum al-Qur’an, beliau mengategorikan jalur sanad al-Kalbi dari Abu Shalih sebagai jalur yang paling parah dalam tafsir Ibnu Abbas. Tafsir Ibnu ‘Abbas di mana di dalam sanadnya terdapat nama al-Kalbi ini kemudian dikumpulkan oleh Abu Thahir Muhammad bin Ya’qub al-Fairuzabadi (w. 817 H) dalam kitab yang dinamai Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas. Karenanya tafsir ini dari segi kualitas sanadnya adalah palsu sebagai tafsir Ibnu Abbas. Kendati begitu ada juga beberapa pesantren yang mengajarkan kitab ini kepada santri-santrinya.

Adapun al-Jaba`i, yang meriwayatkan nama Zulaikha sebagai istri al-Aziz, adalah bernama lengkap Syu’aib bin al-Aswad al-Jaba`i. Dia termasuk ahli sejarah dari kalangan tabi’in. al-Imam al-Dzahabi (w. 748 H) dalam kitabnya Mizan al-I’tidal fi Naqd al-Rijal menuturkan pendapat al-Azadi, bahwa Syu’aib al-Jaba`i adalah seorang rawi yang matruk (pendusta). Penilaian al-Azadi ini dikukuhkan juga oleh al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H) dalam kitabnya Lisan al-Mizan.

Berdasarkan disiplin ilmu Hadis, jika ada seorang rawi pendusta dalam sebuah sanad Hadis, maka Hadis tersebut nilainya matruk (jika dia tidak mengakui perbuatan dustanya) atau maudhu (jika dia mengakui perbuatan dustanya). Kedua-duanya dikategorikan sebagai Hadis yang lemah sekali yaitu palsu dan semi palsu. Nabi Saw mengultimatum ummatnya untuk tidak meriwayatkan Hadis tersebut. Sebab Neraka-lah tempatnya bagi orang yang mendustakannya dengan sengaja. Sebuah ancaman yang merindingkan bulu roma. Naudzu billah min dzalik. Dengan demikian, cerita-cerita yang mengklaim bahwa Yusuf menikahi Zulaikha (atau Ra’il), bekas istri al-Aziz, dengan sendirinya tertepis. Sebab penamaan Zulaikha (atau Ra’il) itu bermasalah.

Secercah Harapan

Setelah kita mengetahui sumber riwayat seputar kisah romantis Nabi Yusuf-Zulaikha, khususnya tentang penamaan Zulaikha itu sendiri, maka sesegara mungkin kita harus membenahi diri kita sendiri, agar ibadah kita tidak berlandaskan kisah-kisah fiktif dan imajinasi.

Beberapa bulan yang lalu, kami telah mengusulkan kepada Departemen Agama RI, terutama tim yang menggeluti terjemah al-Qur’an versi Bahasa Indonesia, agar membuang kata “Zulaikha” pada setiap terjemah atau footnote yang ada pada edisi sebelumnya. Sebab dengan membiarkannya, menurut kami, masyarakat akan tetap tidak tahu. Bahkan cenderung bertambah yakin bahwa Zulaikha itu istri Nabi Yusuf. Setelah melewati perdebatan sengit antar tim, akhirnya disetujui untuk membuang kata “Zulaikha” dalam terjemahan ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah Nabi Yusuf, dan menambahkan dalam footnote Surah Yusuf ayat 21 tersebut: “Bahwa riwayat tentang penamaan Zulaikha itu tidak bisa dipertanggungjawabkan.” al-Qur’an dan Terjemahnya edisi revisi tahun 2002 ini, kini sedang dalam proses diterbitkan.

Disamping itu, kami juga berharap kepada alim-ulama, para da’i dan muballigh, yang ditokohkan oleh masyarakat, agar meluruskan pemahaman yang keliru tersebut. Sebab dalam hal ini, yaitu kisah romantis Nabi Yusuf-Zulaikha, tidak hanya bumbu cerita isra’iliyyat yang menghibur kita sebelum tidur, melainkan telah merangsek kepada keyakinan atau akidah orang awam. Sehingga banyak dari mereka yang menjadikannya sebagai doa. Padahal doa itu, seperti yang sudah kami kemukakan di muka, harus berdasarkan pada dalil-dalil yang shahih.

Dengan demikian, semoga catatan kecil ini menjadi pemicu bagi kita untuk bersikap kritis, tidak menerima secara taken for granted (apa adanya) tafsir-tafsir isra`iliyyat yang tersebar luas pada kitab-kitab tafsir. Tetapi senantiasa membuktikannya dan menyikapinya dengan hati-hati, sekaligus mengkritisinya.

Syeikh Abu al-Fattah Abu Guddah, seorang ahli Hadis dari Syiria, ketika mengomentari kisah-kisah palsu tentang keajaiban seputar kelahiran Nabi Saw, beliau berkata, “Kisah-kisah di atas, dan hal-hal yang seperti itu banyak tercantum dalam kitab-kitab kuning, baik kitab-kitab Hadis maupun kitab-kitab sirah (tarikh Nabi Saw), maka akibatnya banyak orang yang terkecoh, seolah-olah kisah-kisah itu telah terjamin otentisitasnya (keshahihannya). Padahal maksud para penulis kitab-kitab itu tidaklah demikian. Mereka mencantumkan dalam kitab-kitab mereka itu riwayat-riwayat yang shahih maupun yang tidak shahih (palsu) untuk direkam dan diketahui, kemudian untuk diteliti otentisitasnya, bukan untuk dibenarkan dan dianggap otentik.” Dan tentunya, apabila sudah diteliti, mana yang shahih dapat dijadikan pegangan, sedangkan yang tidak shahih (palsu) harus dikubur dalam-dalam.

Rabu, 08 Desember 2010

Akhlak Tercela Kepada Allah

Akhlak Tercela Kepada Allah: Tamak dan Takabur

1. TAMAK

Kata tamak dari bahasa arab yang berarti loba, tamak, dan rakus. Secara istilah , tamak berarti terlampau besar nafsunya terhadap keduniaan, misalnya terhadap kekayaan harta benda. Orang yang terlampau besar nafsunya untuk memiliki harta mencurahkan pikiran dan tenaga agar harta kekayaannya semakin banyak, urusan sosial kemasyarakatan kurang mendapatkan perhatian. Sikap seperti ini sangat tercela dalam pandangan agama maupun sesama manuasia.

Pada diri manusia terdapat potensi untuk berlaku tampak atau loba, kebanyakan manusia merasa kurang terhadap rejeki yang diperbolehkannya ketika mendapat redeki sedikit ingin banyak setelah banyak, ingin lebih banyak lagi dan seterusnya.
Firma Allah SWT:

Artinya: “Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, seloba-loba manusia kepada kehidupan (didunia). Bahkan (lebih loba lagi) dari orang- orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daeipada siksa. Allah Maha Mengetahui apayang mereka kerjakan.” (QS. Al Baqarah : 96)

Hal demikian disabdakan pula oleh Rasulullah SAW:

Artinya: “Andaikata seseorang itu sudah memiliki 2 lembah dari emas, pastilah ia akan mencari yang ketiganya sebagai tambahan dari 2 lembah yang sudah ada itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sifat tamak (loba) ini jika diperturutkan akan membahayakan diri orang yang memiliki sifat tesebut, juga berbahaya untuk orang lain. Seseorang yang tamak hidupnya selalu diperbudak oleh harta, ia senantiasa berfikir bagaimana agar bagaimana hartanya terus bertambah. Untuk menambah hartanya itu, segala cara ia lakukan tanpa memperdulikan orang lain. Ia tidak perduli orang lain. Ia tidak perduli orang lain rugi atau celaka, asalkan mendatangkan keuntungan bagi dirinya.
Tamak ibarat penyakit yang berbahaya dalam tubuh manusia. Manusia berpotensi untuk terjangkit penyakit tamak itu. Oleh sebab itu, jika sudah terlanjur terserang penyakit tamak, segeralah diobati jika belum terkena penyakit itu hendaklahdipercayakan untuk mencegahnya.

Ada beberapa hal yang dapat diupayakan untuk mengobati dan mencegah penyakit tamak, antara lain:
a. Yakinkan diri kita, bahwa rejeki itu sudah ditentukan oleh Allah. Rejeki itu pasti datang pada diri walaupun kita bersifat tamak untuk meraihnya.
b. Biasakanlah hidup sederhana, sedang-sedang saja, tidak berlebihan. Walaupun kita diberi rejeki yang banyak (kaya)
c. Biasakanlah hidup qona’ah menerima apa adanya. Sifat qona’ah membuat hidup kita tenang dan bahagia. Kebahagiaan itu bukanlah semata-mata karena harta, tetapi rasa kepuasan karena menyukuri nikmat rezeki itu.

Contoh perilaku orang yang tamak
Orang yang sudah diberi kekayaan harta dan merasa bangga denagn kekayaannya, bahkan mereka merasa kurang dengan harta yang ada, maka ia tetap berusaha untuk mendapatkan yang lebih banyak, sehingga tiadak merasa puas dengan harta yang sudah melimpah. Orang yang seperti itu terjangkit penyakit tamak.

Bentuk-bentuk (ciri-ciri) tamak
Orang yang tamak mempunyai ciri-ciri antara lain:
a. Giat melakukan sesuatu apabila diperkirakan akan memperoleh hasil.
b. Enggan melakukan sesuatu yang memerlukan biaya.
c. Enggan mengeluarkan harta yang dimilki untuk agama dan kemanusiaan.
d. Menghabiskan waktunya untuk mengumpulkan kekayaan.
e. Mau menerima, tetapi enggan memberi sesuatu kepada pihak lain.

2. takabur (sombong)

Kata takabur berasal dari bahasa Arab yang berarti sombong merasa dirinya benar. Takabur adalah sikap yang amat tercela, baik dalam pandangan Allah maupun sesama manusia. Oleh sebab itu, setiap muslimin dan muslimat wajib menjahuinya. Rasulullah SAW dersabda sebagai berikut:

Artinya: “Takabur (sombong) ialah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.”
Orang yang sombong merasa bahwa dirinya sendiri yang paling besar sehingga tidak mau menerima kebenaran dari pihak lain. Ia merasa malu untuk menerima saran atau kritikan dari oarang lain.Dalam pergaulan hidup sehari-hari kurang menghargai pihak lain. Oleh sebab itu, takabur tidak disukai dalam pergaulan hidup.
Hadits yang diriwayatkan oleh Al Bazzar, Thabrani dan lain-lain disebutkan:

Artinya: “Barang siapa yang bertawadhu karena Allah, maka akan diangkat derajatnya oleh Allah, dan barangs iapa yang sombong maka akan dijatuhkan derajatnya oleh Allah.”

Sombong ada 2 macam, yaitu sombong lahir (takabur) dan sombong batin (takabur batin). Sombong lahir yaitu perbuatan-perbuatan kesombongan yang dilakukan oleh anggota badan dan jelas terlihat. Sombong batin yaitu sifat kesombongan didala jiwa atau hati yang tidak terlihat.
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa ada 2 macam sifat yang merupakan himpunan dari sifat sombong, yaitu menolak kebenaran dan meghina orang lain, sebagaimana sabdanya:

Artinya: “Sombong adalah (sifat) orang yang mengingkari kebenaran dan menghina orang lain.” (HR. Abu Daud dan Hakim)

Contoh perilaku yang takabur
Orang yang baru naik pangkat, lalu dengan kekuasaannya dia bertingkah seenaknya, menggunakan fasilitas yang ada untuk kebanggaan dirinya tanpa melihat disekelilingnya seolah-olah dunia menjadi miliknya.

Bentuk-bentuk takabur
Sikap takabur dapat diketahui ciri-cirinya sebagai berikut:
a. Berlagak sekan dirinya sendiri paling pandai dan benar.
b. Mudah terpancing emosinya apabila pendapatnya tidak diikuti orang lain.
c. Tidak bersedia dikritik dan diberi saran, walaupun pendapatnya kurang tepat.
d. Tidak mau menerima kebenaran yang datangnya dari oarang yang dipandang lebih rendah daripada dirinya.

Dampak negatif takabur
Sifat takabur berdampak negatif bagi pelakunya sendiri. Adapun dampak negatif takabur bagi dirinya anatara lain:
a. Menimbulkan rasa tidak senang kepada pihak lain karena diremehkan.
b. Orang lain yang merasa tidak dihormati semakin jauh darinya.
c. Memperbanyak lawan dan mengurangi teman.
d. Lambat laut dapat menjadi siksaan batinnya karena tidak disukai orang lain.
e. Dibenci Allah dan sesama manusia.

Rabu, 01 Desember 2010

Aurat wanita Menurut Al-Quran Dan Hadis

Aurat wanita Menurut Al-Quran Dan Hadis:

Bulu Kening

Menurut Bukhari bahawa :

"Rasullulah melaknat perempuan yang mencukur atau menipiskan bulu kening atau meminta supaya dicukurkan bulu kening." (Riwayat Abu Daud Fi Fathil Bari)

Kaki (tumit kaki)

"Dan janganlah mereka (perempuan) membentakkan kaki(atau mengangkatnya) agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan." (An-Nur : 31)

Keterangan :

Menampakkan kaki dan menghayunkan/melenggokkan badan mengikut hentakan kaki.

Wangian

"Siapa sahaja wanita yang memakai wangi-wangian kemudian melewati suatu kaum supaya mereka itu mencium baunya, maka wanita itu telah dianggap melakukan zina dan tiap-tiap mata ada zina." (Riwayat Nasaii, Ibn Khuzaimah dan Hibban)

Dada

"Hendaklah mereka (perempuan) melabuhkan kain tudung hingga menutupi dada-dada mereka.” (An-Nur : ayat 31)

Gigi

"Rasullulah melaknat perempuan yang mengikir gigi atau meminta supaya dikikirkan giginya." (Riwayat At-Thabrani)

"Dilaknat perempuan yang menjarangkan giginya supaya menjadi cantik, yang merubah ciptaan Allah". (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Muka dan Tangan

"Asma Binte Abu Bakar telah menemui Rasullulah dengan memakai pakaian yang tipis. Sabda Rasullulah : Wahai Asma! Sesungguhnya seorang gadis yang telah berhaid tidak boleh baginya menzahirkan anggota badan kecuali pergelangan tangan dan wajah saja." (Riwayat Muslim dan Bukhari)

Tangan

"Sesungguhnya kepala yang ditusuk dengan besi itu lebih baik daripada menyentuh kaum yang bukan sejenis yang tidak halal baginya". (Riwayat At Tabrani dan Baihaqi)

Mata

"Dan katakanlah kepada perempuan mukmin hendaklah mereka menundukkan sebahagian dari pemandangannya." (An Nur : 31)

Sabda Nabi saw :

" Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya.Kamu hanya boleh pandangan yang pertama, pandangan seterusnya tidak dibenarkan." (Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)

Mulut (suara)

"Janganlah perempuan-perempuan itu terlalu lunak dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada perasaan serong dalam hatinya, tetapi ucapkanlah perkataan-perkataan yang baik." (Al Ahzab: 32)

Sabda Rasullullah saw :
"Sesungguhnya akan ada umat ku yang minum arak yang mereka namakan dengan yang lain, iaitu kepala mereka dilalaikan oleh bunyi-bunyian (muzik)dan penyanyi perempuan,maka Allah akan tenggelamkan mereka itu dalam bumi." (Riwayat Ibn Majah)

Kemaluan

"Dan katakanlah kepada perempuan-perempuan mukmin, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kehormatan mereka." (An Nur : ayat 31)

"Apabila seorang perempuan itu sembahyang lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya, maka masuklah ia ke dalam syurga daripada pintu-pintu yang ia kehendakinya." (Riwayat Al Bazzar)
"Tiada seorang perempuan pun yang membuka pakaiannya bukan di rumah suaminya, melainkan dia telah membinasakan tabir antaranya dengan Allah." (Riwayat Tirmidzi, Abu Daud dan Ibn Majah)

Pakaian

"Barangsiapa memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan di hari akhirat nanti." (Riwayat Ahmad, Abu Daud,An Nasaii dan Ibn Majah)

"Sesungguhnya sebilangan ahli neraka ialah perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang yang condong pada maksiat dan menarik orang lain untuk melakukan maksiat. Mereka tidak akan masuk syurga dan tidak akan mencium baunya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Keterangan :

Wanita yang berpakaian tipis/jarang, ketat/ membentuk dan berbelah/membuka bahagian-bahagian tertentu.

"Hai nabi-nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak perempuan mu dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka memakai baju jilbab (baju labuh dan longgar) yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali. Lantaran itu mereka tidak diganggu. Allah maha pengampun lagi maha penyayang." (Al Ahzab :ayat 59)
Rambut

"Wahai anakku Fatimah! Adapun perempuan-perempuan yang akan digantung rambutnya hingga mendidih otaknya dalam neraka adalah mereka itu di dunia tidak mahu menutup rambutnya daripada dilihat oleh lelaki yang bukan mahramnya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Senin, 29 November 2010

KESETIAAN MENEMBUS ASA KEHIDUPAN

‎"KESETIAAN MENEMBUS ASA KEHIDUPAN"

Didalam keheningan ku sadari akan kesendirianmu
Hening, sepi, sunyi senyap ku rasakan jua.
Ku pun merasakan apa yang kau rasa.
...
Begitu berharganya dirimu bagiku.
Mungkin kau tak tau diriku tersiksa akn semua itu.
Pesonamu tetap ada dan janjiku ibadahku.
Kesetiaanku jangan kau ragukan itu.

Malam, angin ,bulan dan bintang mengerti apa yang kau rasakan.
Mereka juga tau apa yang kurasakan.
Asa yang tiada batas menelan getirnya kehidupan.

Impian penuh harapan tersulam bersama.
Ikatan indah dan rasa merenggut asa yang tertinggal.
Hanya iman dan taqwa ku persembahkan ibadah cintaku.
Ku mampu arungi luasnya samudera kehidupan.
Dan lapangnya bumi yang ku pijak hanya untukmu.

Maniis ,pahit, getir keluh dan kesahnya kehidupan.
Akan ku jalani andai kau ada disampingku..
Bersamamu mimpiku terwujud.
Bersamamu cinta dan ibadahku
Bersamamu ibadah cintaku menuju ridhaNya.

Gerimis dan Wajah Manis

Seuntai angin di rambut mayangmu, jatuh terurai, tatapanmu menyelinap geulis di antara garisgaris rambutmu, bak sinar matahari di celah gerimis, sebuah teralis yang akan menahanku berlamalama memandangmu, sebab biasanya akan muncul pelangi menuruni pematang di hatimu, rindang dedaunan menyembunyikan reranting sunyi yang diamdiam ditumbuhi anggrek ungu, makanya aku suka sekali memandangmu.

Gerimis membimbingku ke dekap tubuhmu. Aku tatap kamu. Wajahmu lalu manis sekali, tak ada perempuan semanis kamu, sungguh. Entah sketsa apa yang kutulis, rasanya aku cuma melukis gerimis yang menetes di alis matamu. Dan aku, hanyalah seorang kekasih yang jatuh di kelopak matamu, lalu ketika kaukerjapkan mata, aku terbatabata dalam serangkaian kata cinta, makanya aku suka sekali memandangmu.

Wajah manis, tahukah rasanya menjadi tebu. Mengapa gerimis memilih jadi tetes tebu, penuh kenangan manis di setiap celahnya. Di kehijauan lembah, di antara pagi dan senja, di antara pertemuan yang tak terbilang jumlah. Karena itukah pelangi turut hadir pada senyummu yang indah. Kau hanya menjawab dengan tatapan manis, mata gerimis, makanya aku suka sekali memandangmu.

बेतापा इन्गीं

BETAPA INGIN

Betapa ingin ku bercerita padamu
ketika kita saling memandang, saling menembus keheningan
ketika mulut kita terkunci kekaguman
ketika katakata kehilangan kesempatan.

Di bawah bulan separuh lingkaran, angin bergelayut di dahan
kamu bergelayut di dada menebus jiwaku
getaran jantung bersyair untukmu. Sunyi mencair
seperti hening menitik dalam butir embun di kuntum matamu.

Betapa ingin kubercerita padamu
tentang perjalanan menciptakan pagi dan sebongkah matahari
untuk menjelaskan makna cahaya dan betapa kehangatan
adalah bahasa pertemuan yang diciptakan cinta.