NAMPANG DI PEMATANG SAWAH

NAMPANG DI PEMATANG SAWAH
ECTION DULU YACH...!!!

Minggu, 29 Agustus 2010

PERANAN WANITA DAN KEBANGKITAN UMMAT ISLAM

Tidak dapat diragukan lagi, bahwa kita hidup dalam era
kebangkitan Islam, setelah sekian lama kaum Muslimin berada
dalam keadaan tidak sadar dan lelap dalam tidurnya yang
berkepanjangan, seperti halnya kaum Kahfi, dimana
musuh-musuh mereka mengintervensi dari Barat, Timur, Selatan
dan Utara. Kemudian menjajah dan menguasainya, sehingga
dengan mudah menjatuhkan mereka dari agamanya, yaitu Islam.
Lalu diganti secara paksa peraturan-peraturan baru,
hukum-hukum baru, baik dalam masalah politik maupun sosial.

Hal-hal yang demikian itu terjadi pada saat kaum Muslimin
dalam keadaan tidak sadar. Kemudian berkat perjuangan
ahli-ahli fiqih dan dakwah, maka terjadilah pembaruan untuk
membangun pusat dakwah Islamiah dan perorangan di mana-mana.

Dengan takdir Allah, maka terjadilah kebangkitan ummat
Islam. Hal ini sudah biasa bagi ummat Islam dan sesuai
dengan sifatnya, bahwa ummat Islam tidak mungkin mati
selamanya, tanpa bangkit kembali. Karenanya, agama yang
hidup mengharuskan ummatnya hidup; dan Allah swt. dalam
setiap masa selalu mengangkat seseorang, untuk membawa
keharuman agama bagi ummatnya.

Dalam setiap masa selalu timbul di tengah-tengah ummat
Islam, orang-orang yang membela kebenaran, walau bahaya
menentangnya, sampai datangnya hari Kiamat. Maka dari itu,
keluarlah suara-suara untuk mengajak bagi ditegakkannya
kebenaran dan dipraktekkannya agama Islam secara utuh serta
pembaruan, sebagaimana dapat dirasakan seperti sekarang ini.

Sebenarnya, kebangkitan ini meliputi semua aspek. Sebagian
orang mengira di saat permulaan hanya suara saja yang
timbul, disebabkan oleh perasaan dan semangat. Sementara
kenyataan menjadi sebaliknya, setiap waktu bertambah kuat
semangat yang menyala, perasaan yang hidup dalam kesadaran
pada agama tersebut, dan kebangkitan berdasarkan pikiran
yang sehat, setelah lama hidup jauh dari kemurnian dan
kebenarannya. Sadar akan akibat dan keadilannya di segala
bidang.

Sungguh telah berubah semua perasaan dan simpatik, yang
dulunya di bawah naungan gerakan Nasionalisme dan
Sosialisme, serta lain-lainnya, dari aliran yang
bertentangaan dengan agama. Maka, pikiran-pikiran yang
semula dipengaruhi oleh paham-paham yang bukan bersumber
pada Islam, karena belum paham terhadap Islam, sekarang ini
mereka sadar akan kebenaran dan kemurnian dari ajaran Islam.
Mereka paham bahwa Islam itu bukan ibadat saja, tetapi
menyangkut segi akidah, akhlak yang luhur, muamalah
(jual-beli) yang baik, dan hukum-hukum yang telah ditetapkan
Allah. Bahkan Islam itu adalah amanat dan risalah yang dapat
mengatur kehidupan manusia sebelum lahirnya manusia, sesudah
lahir, ketika masih berupa janin, di waktu hidup dan ketika
mati. Begitu juga di waktu bangkit kembali.

Kcbangkitan ini termasuk kebangkitan berpikir. Kita telah
melihat buku-buku yang telah ditulis oleh ahli-ahli pikir
dan penulis-penulis terkenal. Di mana-mana, terutama di
perpustakaan, penuh dengan bermacam-macam buku yang dibaca
para generasi muda Islam, mulai dari yang berpendidikan
rendah sampai yang berpendidikan tinggi, mereka
mempelajarinya secara mendalam.

Adapun masa kemunduran dan bekunya pikiran adalah disebabkan
oleh banyak hal, diantaranya ialah:

Pada masa itu banyak pikiran-pikiran yang condong dan
menganggap harus ikut peradaban Barat di segala bidang.

Tiada jalan bagi kemajuan, kecuali mengambil peradaban Barat
secara keseluruhan, baik, buruk, pahit dan manis. Sehingga
para simpatisan giat mencari dalil untuk menguatkan
kedudukan dan peradaban orang asing; bahkan hal-hal yang
tidak sesuai dengan peraturan mereka, dicela dan dianggap
tidak sempurna, misalnya dalam masalah talak, riba, poligami
dan sebagainya.

Sekarang ini lain halnya, semua masalah dihadapi dengan
bahasa ilmiah dan pikiran yang sehat, walaupun mereka dalam
masa kemajuan telah mencapai bulan dan dengan mudah manusia
dapat menikmati hidup yang mewah, tetapi mereka gagal dalam
membina ketenangan jiwanya. Mereka hanya memperhatikan
sarana bagi sesuatu, tetapi mereka mengabaikan tujuan luhur
dari kehidupan ini, dan itu hanya bisa diarahkan oleh Islam.

MASALAH YANG TIDAK DAPAT DIJAWAB

Peradaban masyarakat Barat tidak dapat menjawab pertanyaan
berikut ini: Untuk apakah manusia ini hidup, dari mana dan
hendak ke mana mereka pergi?

Peradaban Barat tidak dapat memberi kebahagiaan dan
kesejahteraan bagi manusia. Maka Islamlah satu-satunya agama
alternatif yang dapat mengungkapkan kelemahan dan
ketidakmampuan mereka dalam menghadapi tantangan kehidupan
yang menuju ke arah kesejahteraan di dunia maupun di
akhirat. Islamlah yang dapat menjawab dan memecahkan semua
permasalahan, baik masalah politik, sosial dan lainnya.

PERANAN KAUM INTELEKTUAL

Perhatian akan masalah-masalah Islam tidak saja terbatas
kepada orang-orang berusia lanjut, bahkan tampak lebih besar
perhatian semangatnya di kalangan para pelajar dan
ilmuwannya, baik laki-laki maupun wanita. Mereka giat
mempelajari masalah-masalah Islam dan mempraktekkannya di
masjid dan tempat-tempat ibadat lainnya yang selalu dipenuhi
oleh segenap lapisan ummat Islam.

PERANAN WANITA

Jika kita membaca Al-Qur’an, maka dapat kita ketahui bahwa
penciptaan Nabi Adam as. bersamaan dengan ibu Hawa, yang
berfungsi sebagai istri dan kawan hidup beliau.

Kita mengetahui kisah istri Fir’aun, yang dapat mencegah
Fir’aun dalam niatnya untuk membunuh Nabi Musa as.
Sebagaimana tercantum dalam firman Allah swt.:

“Dan berkatalah istri Fir’aun, ‘(Ia) biji mata
bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya,
mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita
pungut menjadi anak, sedangkan mereka tidak
mzenyadari.” (Q.s. Al-Qashash: 9).

Kita simak kisah dimana ada dua wanita di kota Madyan,
keduanya putri Asy-Syekh Al-Kabir, yang diberi air minum
oleh Nabi Musa as. Kemudian kedua wanita tersebut
mengusulkan kepada ayahnya, supaya memberi pekerjaan kepada
Nabi Musa as. karena beliau memiliki amanat (dapat
dipercaya) dan fisiknya kuat. Sebagaimana yang tertera dalam
firman Allah swt.:

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata,
‘Wahai Bapakku, ambillah dia sebagai orang yang
bekerja (kepada kita), karena sesungguhnya orang
yang terbaik, yang kamu ambil untuk bekerja
(kepada kita) ialah orang yang kuat dan dapat
dipercaya’.” (Q.s. Al-Qashash: 26).

Kita simak lagi kisah ratu Balqis di negeri Yaman, yang
terkenal adil dan memiliki jiwa demokrasi. Ratu ini setelah
menerima surat dari Nabi Sulaiman as. yang isinya seruan
untuk taat kepada Allah dan menyembah kepada-Nya, lalu dia
meminta pendapat kepada kaumnya dan bermusyawarah untuk
mengambil sebuah putusan bersama.

Firman Allah swt.:

“Berkata dia (Balqis), ‘Hai para pembesar, berilah
aku pertimbangan dalam urusanku (ini), aku tidak
pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu
berada dalam majelis(ku).’

Mereka menjawab, ‘Kita adalah orang-orang yang memiliki
kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang luar hiasa
(dalam peperangan), dan keputusan berada di tanganmu; maka
pertimbangkanlah yang akan kamu perintahkan’.” (Q.s.
An-Naml: 32-3).

Kemudian dia berkata, sebagaimana yang telah difirmankan
Allah swt.:

“Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu
negeri niscaya mereka membinasakannya, dan
menjadikan penduduknya yang terhormat jadi hina;
dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat.”
(Q.s. An-Naml: 34).

Kesimpulan dari pendapat ratu tersebut ialah bahwa
penguasa-penguasa di dunia ini jika mereka hendak menguasai
suatu negeri, maka mereka akan merusak dua hal, yaitu
merusak negara dan moral penduduknya.

Oleh karena itu, di dalam Al-Qur’an telah disebutkan
nama-nama wanita selain wanita-wanita yang tersebut di atas,
yang ada hubungannya dengan kisahnya masing-masing.
Misalnya, ibu Nabi Isa as, Maryam Al-Batul.

PERANAN WANITA PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW.

Adapun peranan wanita pada masa hidupnya Nabi Muhammad saw.
yang kita kenal ialah yang memelihara Nabi saw, yaitu Aminah
ibu beliau; yang menyusuinya, Halima As-Sa’diyah; dan yang
menjadi hadina (pengasuh) bagi beliau, Ummu Aiman r.a. dari
Habasyah.

Nabi saw. telah bersabda, “Bahwa dia adalah ibuku setelah
ibuku sendiri.”

Kemudian kita kenal Siti Khadijah binti Khuwailid r.a,
wanita pertama yang beriman dan membantunya, Siti Aisyah,
Ummu Salamah, dan lain-lainnya, dari Ummahaatul Mukmtniin
(ibu dari kaum Mukmin), istri-istri Nabi, dan istri-istri
para sahabat Rasulullah saw.

AKTIVITAS WANITA MASA KINI

Sebenarnya, usaha (kiprah) kaum wanita cukup luas meliputi
berbagai bidang, terutama yang berhubungan dengan dirinya
sendiri, yang diselaraskan dengan Islam, dalam segi akidah,
akhlak dan masalah yang tidak menyimpang dari apa yang sudah
digariskan atau ditetapkan oleh Islam.

Wanita Muslimat mempunyai kewajiban untuk memperkuat
hubungannya dengan Allah dan menyucikan pikiran serta
wataknya dari sisa-sisa pengaruh pikiran Barat.

Harus mengetahui cara menangkis serangan-serangan kebatilan
dan syubuhat terhadap Islam.

Harus diketahui dan disadari hal-hal yang
melatarbelakanginya, mengapa dia harus menerima separuh dari
bagian yang diterima oleh kaum laki-laki dalam masalah hak
waris? Mengapa saksi seorang wanita itu dianggap separuh
dari laki-laki? Juga harus memahami hakikatnya, sehingga
iman dan Islamnya bersih, tiada keraguan lagi yang
menyelimuti benak dan pikirannya.

Dia harus menjalankan secara keseluruhan mengenai akhlak dan
perilakunya, sesuai dengan yang dikehendaki oleh Islam.
Tidak boleh terpengaruh oleh sikap dan perilaku wanita
non-Muslim atau berpaham Barat. Karena mereka bebas dari
pikiran dan peraturan-peraturan sebagaimana yang ada pada
agama Islam. Mereka tidak terikat pada perkara halal dan
haram, baik dan buruk.

Banyak diantara kaum wanita yang meniru mereka secara buta,
misalnya memanjangkan kuku yang menyerupai binatang buas,
pakaian mini, tipis (transparan), atau setengah telanjang,
dan sebagainya. Cara yang demikian itu adalah meniru orang
yang buta akan hal-hal terlarang.

Nabi saw. telah bersabda:

“Janganlah kamu menjadi orang yang tidak mempunyai
pendirian dan berkata, ‘Aku ikut saja seperti
orang-orang itu. Jika mereka baik, aku pun baik;
jika mereka jahat, aku pun jadi jahat.’ Tetapi
teguhkan hatimu dengan keputusan bahwa jika
orang-orang melakukan kebaikan, maka aku akan
mengerjakannya; dan jika orang-orang melakukan
kejahatan, maka aku tidak akan mengerjakan.”

PERANAN WANITA DALAM KELUARGANYA

Di dalam Al-Qur’an telah ditetapkan, semua penetapan dan
perintah ditujukan kepada kedua pihak, laki-laki dan wanita,
kecuali yang khusus bagi salah satu dari keduanya. Maka,
kewajiban bagi kaum wanita di dalam keluarganya ialah
menjalankan apa yang diwajibkan baginya.

Jika dia sebagai anak, kemudian kedua orangtuanya atau salah
satunya menyimpang dari batas yang telah ditentukan oleh
agama, maka dengan cara yang sopan dan bijaksana, dia harus
mengajak kedua orangtuanya kembali ke jalan yang baik, yang
telah menjadi tujuan agama, disamping tetap menghormati
kedua orangtua.

Wajib bagi setiap wanita (para istri), yaitu membantu
suaminya dalam menjalankan perintah agama, mencari rezeki
yang halal, menerima dan mensyukuri yang dimilikinya dengan
penuh kesabaran, dan sebagainya.

Wajib pula bagi setiap ibu, mengajar anak-anaknya taat
kepada Allah, yakni dengan menjauhi larangan-Nya dan
menjalankan perintah-Nya, serta taat kepada kedua
orangtuanya.

Kewajiban bagi setiap wanita terhadap kawan-kawannya yang
seagama, yaitu menganjurkan untuk membersihkan akidah dan
tauhidnya dari pengaruh di luar Islam; menjauhi paham-paham
yang bersifat merusak dan menghancurkan sendi-sendi Islam
dan akhlak yang luhur, yang diterimanya melalui buku,
majalah, film, dan sebagainya.

Dengan adanya tindakan-tindakan di luar Islam, yang
ditimbulkan oleh sebagian kaum Muslimin terhadap wanita yang
kurang bijaksana dan insaf, maka hal inilah yang menyebabkan
terpengaruhnya mereka pada peradaban Barat dan
paham-pahamnya.

Harus diakui, bahwa hak-hak wanita di sebagian masyarakat
Islam belum diberikan secara penuh.

Harus diketahui pula, bahwa suara pertama dari kaum wanita
dalam menguatkan dakwah dan risalah Muhammad saw. ialah
suara Khadijah binti Khuwailid r.a. kepada Rasulullah saw.:

“Demi Allah, Tuhan tidak akan mengecewakan engkau
sama sekali. Sesungguhnya engkau bersilaturrahmi,
menghubungi keluarga dan mengangkat beban berat,
memberi kepada orang yang tidak punya, menerima
dan memberi (menghormati) kepada tamu, serta
menolong orang-orang yang menderita.”

Orang pertama yang berperan sebagai syuhada ialah Ummu Amr
binti Yasir Ibnu Amar yang bernama Samiah, dia bersama
suaminya disiksa, agar mereka keluar dari agama Islam.
Tetapi mereka tetap bertahan dan sabar, sehingga dia mati
syahid bersama suaminya.

Ketika Rasulullah saw. melintasi mereka, dan melihat mereka
dalam keadaan disiksa, lalu Rasulullah saw. berkata kepada
mereka, “Sabarlah wahai Al-Yasir, sesungguhnya kita nanti
akan bertemu di surga.”

MENUTUP RAMBUT BAGI WANITA

Telah menjadi suatu ijma’ bagi kaum Muslimin di semua negara
dan di setiap masa pada semua golongan fuqaha, ulama,
ahli-ahli hadis dan ahli tasawuf, bahwa rambut wanita itu
termasuk perhiasan yang wajib ditutup, tidak boleh dibuka di
hadapan orang yang bukan muhrimnya.

Adapun sanad dan dalil dari ijma’ tersebut ialah ayat
Al-Qur’an:

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah
mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluannya,
dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kerudung ke dadanya, …”
(Q.s. An-Nuur: 31).

Maka, berdasarkan ayat di atas, Allah swt. telah melarang
bagi wanita Mukminat untuk memperlihatkan perhiasannya.
Kecuali yang lahir (biasa tampak). Di antara para ulama,
baik dahulu maupun sekarang, tidak ada yang mengatakan bahwa
rambut wanita itu termasuk hal-hal yang lahir; bahkan
ulama-ulama yang berpandangan luas, hal itu digolongkan
perhiasan yang tidak tampak.

Dalam tafsirnya, Al-Qurthubi mengatakan, “Allah swt. telah
melarang kepada kaum wanita, agar dia tidak menampakkan
perhiasannya (keindahannya), kecuali kepada orang-orang
tertentu; atau perhiasan yang biasa tampak.”

Ibnu Mas’ud berkata, “Perhiasan yang lahir (biasa tampak)
ialah pakaian.” Ditambahkan oleh Ibnu Jubair, “Wajah”
Ditambah pula oleh Sa’id Ibnu Jubair dan Al-Auzai, “Wajah,
kedua tangan dan pakaian.”

Ibnu Abbas, Qatadah dan Al-Masuri Ibnu Makhramah berkata,
“Perhiasan (keindahan) yang lahir itu ialah celak, perhiasan
dan cincin termasuk dibolehkan (mubah).”

Ibnu Atiyah berkata, “Yang jelas bagi saya ialah yang sesuai
dengan arti ayat tersebut, bahwa wanita diperintahkan untuk
tidak menampakkan dirinya dalam keadaan berhias yang indah
dan supaya berusaha menutupi hal itu. Perkecualian pada
bagian-bagian yang kiranya berat untuk menutupinya, karena
darurat dan sukar, misalnya wajah dan tangan.”

Berkata Al-Qurthubi, “Pandangan Ibnu Atiyah tersebut baik
sekali, karena biasanya wajah dan kedua tangan itu tampak di
waktu biasa dan ketika melakukan amal ibadat, misalnya
salat, ibadat haji dan sebagainya.”

Hal yang demikian ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan
oleh Abu Daud dari Aisyah r.a. bahwa ketika Asma’ binti Abu
Bakar r.a. bertemu dengan Rasulullah saw, ketika itu Asma’
sedang mengenakan pakaian tipis, lalu Rasulullah saw.
memalingkan muka seraya bersabda:

“Wahai Asma’! Sesungguhnya, jika seorang wanita
sudah sampai masa haid, maka tidak layak lagi bagi
dirinya menampakkannya, kecuali ini …” (beliau
mengisyaratkan pada muka dan tangannya).

Dengan demikian, sabda Rasulullah saw. itu menunjukkan bahwa
rambut wanita tidak termasuk perhiasan yang boleh
ditampakkan, kecuali wajah dan tangan.

Allah swt. telah memerintahkan bagi kaum wanita Mukmin,
dalam ayat di atas, untuk menutup tempat-tempat yang
biasanya terbuka di bagian dada. Arti Al-Khimar itu ialah
“kain untuk menutup kepala,” sebagaimana surban bagi
laki-laki, sebagaimana keterangan para ulama dan ahli
tafsir. Hal ini (hadis yang menganjurkan menutup kepala)
tidak terdapat pada hadis manapun.

Al-Qurthubi berkata, “Sebab turunnya ayat tersebut ialah
bahwa pada masa itu kaum wanita jika menutup kepala dengan
akhmirah (kerudung), maka kerudung itu ditarik ke belakang,
sehingga dada, leher dan telinganya tidak tertutup. Maka,
Allah swt. memerintahkan untuk menutup bagian mukanya, yaitu
dada dan lainnya.”

Dalam riwayat Al-Bukhari, bahwa Aisyah r.a. telah berkata,
“Mudah-mudahan wanita yang berhijrah itu dirahmati Allah.”

Ketika turun ayat tersebut, mereka segera merobek pakaiannya
untuk menutupi apa yang terbuka.

Ketika Aisyah r.a. didatangi oleh Hafsah, kemenakannya, anak
dari saudaranya yang bernama Abdurrahman r.a. dengan memakai
kerudung (khamirah) yang tipis di bagian lehernya, Aisyah
r.a. lalu berkata, “Ini amat tipis, tidak dapat
menutupinya.”

APAKAH WANITA ITU JAHAT DALAM SEGALANYA?

Ada dua hal yang nyata kebenarannya, tetapi harus dijelaskan
iebih dahulu, yaitu:

Pertama, yang menjadi pegangan atau dasar dari
masalah-masalah agama ialah firman Allah swt. dan sabda Nabi
saw, selain dari dua ini, setiap orang kata-katanya boleh
diambil dan ditinggalkan. Maka, Al-Qur’an dan As-Sunnah,
kedua-duanya adalah sumber yang kuat dan benar.

Kedua, sebagaimana telah diketahui oleh para analis dan
cendekiawan Muslim, bahwa semua tulisan yang ada pada buku
tersebut di atas (Nahjul Balaghah), baik yang berupa
dalil-dalil atau alasan-alasan yang dikemukakan, tidak
semuanya tepat. Diantara hal-hal yang ada pada buku itu
ialah tidak menggambarkan masa maupun pikiran serta cara di

zaman Ali r.a.

Oleh sebab itu, tidak dapat dijadikan dalil dan tidak dapat
dianggap benar, karena semua kata-kata dalam buku itu tidak
ditulis oleh Al-Imam Ali r.a.

Didalam penetapan ilmu agama, setiap ucapan atau kata-kata
dari seseorang, tidak dapat dibenarkan, kecuali disertai
dalil yang shahih dan bersambung, yang bersih dari
kekurangan atau aib dan kelemahan kalimatnya.

Maka, kata-kata itu tidak dapat disebut sebagai ucapan Ali
r.a. karena tidak bersambung dan tidak mempunyai sanad yang
shahih. Sekalipun kata-kata tersebut mempunyai sanad yang
shahih, bersambung, riwayatnya adil dan benar, maka wajib
ditolak, karena hal itu bertentangan dengan dalil-dalil dan
hukum Islam. Alasan ini terpakai di dalam segala hal
(kata-kata) atau fatwa, walaupun sanadnya seterang matahari.

Mustahil bagi Al-Imam Ali r.a. mengatakan hal itu, dimana
beliau sering membaca ayat-ayat Al-Qur’an, di antaranya
adalah:

“Wahai sekalian manusia! Bertakwalah kepada
Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang,
yang kemudian darinya Allah lantas menciptakan
istrinya, dari keduanya Allah mengembangbiakkan
laki-laki dan wanita yang banyak …” (Q.s.
An-Nisa’: 1)

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya
(dengan firman-Nya): ‘Bahwa sesungguhnya Aku tiada
mensia-siakan amal orang-orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki maupun wanita,
(karena) sebagian darimu adalah keturunan dari
sebagian yang lain …” (Q.s. Ali Imran: 195).

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah
Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Allah menjadikannya diantara kamu
rasa kasih dan sayang …” (Q.s. Ar-Ruum: 21).

Masih banyak lagi di antara ayat-ayat suci Al-Qur’an yang
mengangkat dan memuji derajat kaum wanita, disamping kaum
laki-laki. Sebagaimana Nabi saw. bersabda:

“Termasuk tiga sumber kebahagiaan bagi laki-laki
ialah wanita salehat, kediaman yang baik dan
kendaraan yang baik pula.” (H.r. Ahmad dengan
sanad yang shahih).

“Di dunia ini mengandung kenikmatan, dan
sebaik-baik kenikmatan itu adalah wanita yang
salehat.” (H.r. Imam Muslim, Nasa’i dan Ibnu
Majah).

“Barangsiapa yang dikaruniai oleh Allah wanita
yang salehat, maka dia telah dibantu dalam
sebagian agamanya; maka bertakwalah pula kepada
Allah dalam sisanya yang sebagian.”

Banyak lagi hadis-hadis dari Nabi saw. yang memuji wanita;
maka mustahil bahwa Ali r.a. berkata sebagaimana di atas.

Sifat wanita itu berbeda dengan sifat laki-laki dari segi
fitrah; kedua-duanya dapat menerima kebaikan, kejahatan,
hidayat. kesesatan dan sebagainya.

Firman Allah swt. dalam Al-Qur’an,

“Jiwa dan penyempurnaannya (ciptaannya); maka
Allah mengilhamkan pada jiwa itu (jalan) kefasikan
dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang
yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya.” (Q.s.
Asy-Syams: 7-10)

Mengenai fitnah yang ada pada wanita disamping fitnah yang
ada pada harta dan anak-anak, dimana hal itu telah
diterangkan di dalam Al-Qur’an dan dianjurkan supaya mereka
waspada dan menjaga diri dari fitnah tersebut.

Dalam sabda Rasulullah saxv. diterangkan mengenai fitnahnya
kaum wanita, yaitu sebagai berikut,

“Setelah aku tiada, tidak ada fitnah yang paling
besar gangguannya bagi laki-laki daripada
fitnahnya wanita.” (H.r. Bukhari).

Arti dari hadis di atas menunjukkan bahwa wanita itu bukan
jahat, tetapi mempunyai pengaruh yang besar bagi manusia,
yang dikhawatirkan lupa pada kewajibannya, lupa kepada Allah
dan terhadap agama.

Selain masalah wanita, Al-Qur’an juga mengingatkan manusia
mengenai fitnah yang disebabkan dari harta dan anak-anak.

Allah swt. berfirman dalam Al-Qur’an:

“Sesungguhnya harta-harta dan anak-anakmu adalah
fitnah (cobaan bagimu); dan pada sisi Allah-lah
pahala yang besar.” (Q.s. At-Taghaabun: 15)

“Hai orang-orang yang beriman!Janganlah
harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikanmu
mengingat kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat
demikian’ maka mereka termasuk orang-orang yang
merugi.” (Q.s. Al-Munaafiquun: 9).

Selain dari itu (wanita, anak-anak dan harta yang dapat
mendatangkan fitnah), harta juga sebagai sesuatu yang baik.

Firman Allah swt.:

“Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari
jenismu sendiri dan menjadikan bagimu dan
istri-istrimu itu, anak-anak dan cucu; dan
memberimu rezeki dari harta yang baik-baik …”
(Q.s. An-Nahl: 72)

Oleh karena itu, dianjurkannya untuk waspada dari fitnah
kaum wanita, fitnah harta dan anak-anak, hal itu bukan
berarti kesemuanya bersifat jahat, tetapi demi mencegah
timbulnya fitnah yang dapat melalaikan kewajiban-kewajiban
yang telah diperintahkan oleh Allah swt.

Allah swt. tidak mungkin menciptakan suatu kejahatan,
kemudian dijadikannya sebagai suatu kebutuhan dan keharusan
bagi setiap makhluk-Nya.

Makna yang tersirat dari suatu kejahatan itu adalah suatu
bagian yang amat sensitif, realitanya menjadi lazim bagi
kebaikan secara mutlak. Segala bentuk kebaikan dan kejahatan
itu berada di tangan (kekuasaan) Allah swt.

Oleh sebab itu, Allah memberikan bimbingan bagi kaum
laki-laki untuk menjaga dirinya dari bahaya dan fitnah yang
dapat disebabkan dan mudah dipengaruhi oleh hal-hal
tersebut.

Diwajibkanjuga bagi kaum wanita, agar waspada dan
berhati-hati dalam menghadapi tipu muslihat yang diupayakan
oleh musuh-musuh Islam untuk menjadikan kaum wanita sebagai
sarana perusak budi pekerti, akhlak yang luhur dan bernilai
suci.

Wajib bagi para wanita Muslimat kembali pada kodratnya
sebagai wanita yang saleh, wanita hakiki, istri salehat, dan
sebagai ibu teladan bagi rumah tangga, agama dan negara.

WANITA BERHIAS DI SALON KECANTIKAN

Agama Islam menentang kehidupan yang bersifat kesengsaraan
dan menyiksa diri, sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh
sebagian dari pemeluk agama lain dan aliran tertentu. Agama
Islam pun menganjurkan bagi ummatnya untuk selalu tampak
indah dengan cara sederhana dan layak, yang tidak
berlebih-lebihan. Bahkan Islam menganjurkan di saat hendak
mengerjakan ibadat, supaya berhias diri disamping menjaga
kebersihan dan kesucian tempat maupun pakaian.

Allah swt. berfirman:

“… pakailah pakaianmu yang indah pada setiap
(memasuki) masjid …” (Q.s.Al-A’raaf: 31)

Bila Islam sudah menetapkan hal-hal yang indah, baik bagi
laki-laki maupun wanita, maka terhadap wanita, Islam lebih
memberi perhatian dan kelonggaran, karena fitrahnya,
sebagaimana dibolehkannya memakai kain sutera dan perhiasan
emas, dimana hal itu diharamkan bagi kaum laki-laki.

Adapun hal-hal yang dianggap oleh manusia baik, tetapi
membawa kerusakan dan perubahan pada tubuhnya, dari yang
telah diciptakan oleh Allah swt, dimana perubahan itu tidak
layak bagi fitrah manusia, tentu hal itu pengaruh dari
perbuatan setan yang hendak memperdayakan. Oleh karena itu,
perbuatan tersebut dilarang. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad
saw.:

“Allah melaknati pembuatan tatto, yaitu menusukkan
jarum ke kulit dengan warna yang berupa tulisan,
gambar bunga, simbol-simbol dan sebagainya;
mempertajam gigi, memendekkan atau menyambung
rambut dengan rambut orang lain, (yang bersifat
palsu, menipu dan sebagainya).” (Hadis shahih).

Sebagaimana riwayat Said bin Musayyab, salah seorang sahabat
Nabi saw. ketika Muawiyah berada di Madinah setelah beliau
berpidato, tiba-tiba mengeluarkan segenggam rambut dan
mengatakan, “Inilah rambut yang dinamakan Nabi saw. azzur
yang artinya atwashilah (penyambung), yang dipakai oleh
wanita untuk menyambung rambutnya, hal itulah yang dilarang
oleh Rasulullah saw. dan tentu hal itu adalah perbuatan
orang-orang Yahudi. Bagaimana dengan Anda, wahai para ulama,
apakah kalian tidak melarang hal itu? Padahal aku telah
mendengar sabda Nabi saw. yang artinya, ‘Sesungguhnya
terbinasanya orang-orang Israel itu karena para wanitanya
memakai itu (rambut palsu) terus-menerus’.” (H.r. Bukhari).

Nabi saw. menamakan perbuatan itu sebagai suatu bentuk
kepalsuan, supaya tampak hikmah sebab dilarangnya hal itu
bagi kaum wanita, dan karena hal itu juga merupakan sebagian
dari tipu muslihat.

Bagi wanita yang menghias rambut atau lainnya di salon-salon
kecantikan, sedang yang menanganinya (karyawannya) adalah
kaum laki-laki. Hal itu jelas dilarang, karena bukan saja
bertemu dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, tetapi lebih
dari itu, sudah pasti itu haram, walaupun dilakukan di rumah
sendiri.

Bagi wanita Muslimat yang tujuannya taat kepada agama dan
Tuhannya, sebaiknya berhias diri di rumahnya sendiri untuk
suaminya, bukan di luar rumah atau di tengah jalan untuk
orang lain. Yang demikian itu adalah tingkah laku kaum
Yahudi yang menginginkan cara-cara moderen dan sebagainya.

SYARAT UTAMA BAGI ORANG YANG MASUK ISLAM & HAL-HAL YANG MEMBATALKAN KEISLAMAN SESEORANG

SYARAT UTAMA BAGI ORANG YANG MASUK ISLAM

Syarat utama bagi orang yang baru masuk Islam ialah
mengucapkan dua kalimat Syahadat. Yaitu, “Asyhadu allaa
ilaaha ilallaah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullah.”
Barangsiapa yang mengucapkan dan mengikrarkan dengan
lisannya, maka dia menjadi orang Islam. Dan berlaku baginya
hukum-hukum Islam, walaupun dalam hatinya dia mengingkari.
Karena kita diperintahkan untuk memberlakukan secara
lahirnya. Adapun batinnya, kita serahkan kepada Allah. Dalil
dari hal itu adalah ketika Nabi saw. menerima orang-orang
yang hendak masuk Islam, beliau hanya mewajibkan mereka
mengucapkan dua kalimat Syahadat. Nabi saw. tidak menunggu
hingga datangnya waktu salat atau bulan Puasa (Ramadhan).

Di saat Usamah, sahabat Rasulullah saw, membunuh orang yang
sedang mengucapkan, “Laa ilaaha illallaah,” Nabi

menyalahkannya dengan sabdanya, “Engkau bunuh dia, setelah
dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah.” Usamah lalu berkata,
“Dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah karena takut mati.”
Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Apakah kamu mengetahui
isi hatinya?”

Dalam Musnad Al-Imam Ahmad diterangkan, ketika kaum Tsaqif
masuk Islam, mereka mengajukan satu syarat kepada Rasulullah
saw, yaitu supaya dibebaskan dari kewajiban bersedekah dan
jihad. Lalu Nabi saw. bersabda, “Mereka akan melakukan
(mengerjakan) sedekah dan jihad.”

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN KEISLAMAN SESEORANG

Setiap manusia, apabila telah mengucapkan dua kalimat
Syahadat, maka dia menjadi orang Islam. Baginya wajib dan
berlaku hukum-hukum Islam, yaitu beriman akan keadilan dan
kesucian Islam. Wajib baginya menyerah dan mengamalkan hukum
Islam yang jelas, yang ditetapkan oleh Al-Qur’an dan
As-Sunnah.

Tidak ada pilihan baginya menerima atau meninggalkan
sebagian. Dia harus menyerah pada semua hukum yang
dihalalkan dan yang diharamkan, sebagaimana arti (maksud)
dari ayat di bawah ini:

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak
(pula) bagi wanita yang Mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya
telah menetapkan sesuatu ketetapan, akan ada bagi mereka

pilihan (yang lain) tentang urusan mereka …” (Q.s.
Al-Ahzab: 36) .

Perlu diketahui bahwa ada diantara hukum-hukum Islam yang
sudah jelas menjadi kewajiban-kewajiban, atau yang sudah
jelas diharamkan (dilarang), dan hal itu sudah menjadi
ketetapan yang tidak diragukan lagi, yang telah diketahui
oleh ummat Islam pada umumnya. Yang demikian itu dinamakan
oleh para ulama:

“Hukum-hukum agama yang sudah jelas diketahui.”

Misalnya, kewajiban salat, puasa, zakat dan sebagainya. Hal
itu termasuk rukun-rukun Islam. Ada yang diharamkan,
misalnya, membunuh, zina, melakukan riba, minum khamar dan
sebagainya.

Hal itu termasuk dalam dosa besar. Begitu juga hukum-hukum
pernikahan, talak, waris dan qishash, semua itu termasuk
perkara yang tidak diragukan lagi hukumnya.

Barangsiapa yang mengingkari sesuatu dari hukum-hukum
tersebut, menganggap ringan atau mengolok-olok, maka dia
menjadi kafir dan murtad. Sebab, hukum-hukum tersebut telah
diterangkan dengan jelas oleh Al-Qur’an dan dikuatkan dengan
hadis-hadis Nabi saw. yang shahih atau mutawatir, dan
menjadi ijma’ oleh ummat Muhammad saw. dari generasi ke
generasi. Maka, barangsiapa yang mendustakan hal ini,
berarti mendustakan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Mendustakan (mengingkari) hal-hal tersebut dianggap kufur,
kecuali bagi orang-orang yang baru masuk Islam (muallaf) dan
jauh dari sumber informasi. Misalnya berdiam di hutan atau
jauh dari kota dan masyarakat kaum Muslimin.

Setelah mengetahui ajaran agama Islam, maka berlaku hukum
baginya.

FITNAH DAN SUARA WANITA

Sebenarnya tidak ada satu pun agama langit atau agama
bumi, kecuali Islam, yang memuliakan wanita, memberikan
haknya, dan menyayanginya. Islam memuliakan wanita,
memberikan haknya, dan memeliharanya sebagai manusia.
Islam memuliakan wanita, memberikan haknya, dan
memeliharanya sebagai anak perempuan.

Islam memuliakan wanita, memberikan haknya, dan
memeliharanya sebagai istri. Islam memuliakan wanita,
memberikan haknya, dan memeliharanya sebagai ibu. Dan
Islam memuliakan wanita, memberikan haknya, dan
memelihara serta melindunginya sebagai anggota
masyarakat.

Islam memuliakan wanita sebagai manusia yang diberi
tugas (taklif) dan tanggung jawab yang utuh seperti
halnya laki-laki, yang kelak akan mendapatkan pahala
atau siksa sebagai balasannya. Tugas yang mula-mula
diberikan Allah kepada manusia bukan khusus untuk
laki-laki, tetapi juga untuk perempuan, yakni Adam dan
istrinya (lihat kembali surat al-Baqarah: 35)

Perlu diketahui bahwa tidak ada satu pun nash Islam,
baik Al-Qur’an maupun As-Sunnah sahihah, yang
mengatakan bahwa wanita (Hawa; penj.) yang menjadi
penyebab diusirnya laki-laki (Adam) dari surga dan
menjadi penyebab penderitaan anak cucunya kelak,
sebagaimana disebutkan dalam Kitab Perjanjian Lama.
Bahkan Al-Qur’an menegaskan bahwa Adamlah orang pertama
yang dimintai pertanggungjawaban (lihat kembali surat
Thaha: 115-122).

Namun, sangat disayangkan masih banyak umat Islam yang
merendahkan kaum wanita dengan cara mengurangi
hak-haknya serta mengharamkannya dari apa-apa yang
telah ditetapkan syara’. Padahal, syari’at Islam
sendiri telah menempatkan wanita pada proporsi yang
sangat jelas, yakni sebagai manusia, sebagai perempuan,
sebagai anak perempuan, sebagai istri, atau sebagai
ibu.

Yang lebih memprihatinkan, sikap merendahkan wanita
tersebut sering disampaikan dengan mengatas namakan
agama (Islam), padahal Islam bebas dari semua itu.
Orang-orang yang bersikap demikian kerap menisbatkan
pendapatnya dengan hadits Nabi saw. yang berbunyi:
“Bermusyawarahlah dengan kaum wanita kemudian
langgarlah (selisihlah).”

Hadits ini sebenarnya palsu (maudhu’). Tidak ada
nilainya sama sekali serta tidak ada bobotnya ditinjau
dari segi ilmu (hadits).

Yang benar, Nabi saw. pernah bermusyawarah dengan
istrinya, Ummu Salamah, dalam satu urusan penting
mengenai umat. Lalu Ummu Salamah mengemukakan
pemikirannya, dan Rasulullah pun menerimanya dengan
rela serta sadar, dan ternyata dalam pemikiran Ummu
Salamah terdapat kebaikan dan berkah.

Mereka, yang merendahkan wanita itu, juga sering
menisbatkan kepada perkataan Ali bin Abi Thalib bahwa
“Wanita itu jelek segala-galanya, dan segala kejelekan
itu berpangkal dari wanita.”

Perkataan ini tidak dapat diterima sama sekali; ia
bukan dari logika Islam, dan bukan dari nash.1

Bagaimana bisa terjadi diskriminasi seperti itu,
sedangkan Al-Qur’an selalu menyejajarkan muslim dengan
muslimah, wanita beriman dengan laki-laki beriman,
wanita yang taat dengan laki-laki yang taat, dan
seterusnya, sebagaimana disinyalir dalam Kitab Allah.

Mereka juga mengatakan bahwa suara wanita itu aurat,
karenanya tidak boleh wanita berkata-kata kepada
laki-laki selain suami atau mahramnya. Sebab, suara
dengan tabiatnya yang merdu dapat menimbulkan fitnah
dan membangkitkan syahwat.

Ketika kami tanyakan dalil yang dapat dijadikan acuan
dan sandaran, mereka tidak dapat menunjukkannya.

Apakah mereka tidak tahu bahwa Al-Qur’an memperbolehkan
laki-laki bertanya kepada isteri-isteri Nabi saw. dari
balik tabir? Bukankah isteri-isteri Nabi itu
mendapatkan tugas dan tanggung jawab yang lebih berat
daripada istri-istri yang lain, sehingga ada beberapa
perkara yang diharamkan kepada mereka yang tidak
diharamkan kepada selain mereka? Namun demikian, Allah
berfirman:

“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka
(istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir
…”(al-Ahzab: 53)

Permintaan atau pertanyaan (dari para sahabat) itu
sudah tentu memerlukan jawaban dari Ummahatul Mukminin
(ibunya kaum mukmin: istri-istri Nabi). Mereka biasa
memberi fatwa kepada orang yang meminta fatwa kepada
mereka, dan meriwayatkan hadits-hadits bagi orang yang
ingin mengambil hadits mereka.

Pernah ada seorang wanita bertanya kepada Nabi saw.
dihadapan kaum laki-laki. Ia tidak merasa keberatan
melakukan hal itu, dan Nabi pun tidak melarangnya. Dan
pernah ada seorang wanita yang menyangkal pendapat Umar
ketika Umar sedang berpidato di atas mimbar. Atas
sanggahan itu, Umar tidak mengingkarinya, bahkan ia
mengakui kebenaran wanita tersebut dan mengakui
kesalahannya sendiri seraya berkata, “Semua orang
(bisa) lebih mengerti daripada Umar.”

Kita juga mengetahui seorang wanita muda, putri seorang
syekh yang sudah tua (Nabi Syu’aib; ed.) yang berkata
kepada Musa, sebagai dikisahkan dalam Al-Qur’an:

“… Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia
memberi balasan terhadap (kebaikan)-mu memberi minum
(ternak) kami …” (al-Qashash: 25)

Sebelum itu, wanita tersebut dan saudara perempuannya
juga berkata kepada Musa ketika Musa bertanya kepada
mereka:

“… Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)? Kedua
wanita itu menjawab, ‘Kami tidak dapat meminumkan
(ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu
memulangkan (ternaknya), sedangkan bapak kami adalah
orang tua yang telah lanjut usianya.” (al-Qashash: 23)

Selanjutnya, Al-Qur’an juga menceritakan kepada kita
percakapan yang terjadi antara Nabi Sulaiman a.s.
dengan Ratu Saba, serta percakapan sang Ratu dengan
kaumnya yang laki-laki.

Begitu pula peraturan (syariat) bagi nabi-nabi sebelum
kita menjadi peraturan kita selama peraturan kita tidak
menghapuskannya, sebagaimana pendapat yang terpilih.

Yang dilarang bagi wanita ialah melunakkan pembicaraan
untuk menarik laki-laki, yang oleh Al-Qur’an
diistilahkan dengan al-khudhu bil-qaul
(tunduk/lunak/memikat dalam berbicara), sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah:

“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti
wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah
kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah
orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah
perkataan yang baik.” (al-Ahzab: 32)

Allah melarang khudhu, yakni cara bicara yang bisa
membangkitkan nafsu orang-orang yang hatinya
“berpenyakit.” Namun, dengan ini bukan berarti Allah
melarang semua pembicaraan wanita dengan setiap
laki-laki. Perhatikan ujung ayat dari surat di atas:

“Dan ucapkanlah perkataan yang baik”

Orang-orang yang merendahkan wanita itu sering memahami
hadits dengan salah. Hadits-hadits yang mereka
sampaikan antara lain yang diriwayatkan Imam Bukhari
bahwa Nabi saw. bersabda:

“Tidaklah aku tinggalkan sesudahku suatu fitnah yang
lebih membahayakan bagi laki-laki daripada (fitnah)
wanita.”

Mereka telah salah paham. Kata fitnah dalam hadits
diatas mereka artikan dengan “wanita itu jelek dan
merupakan azab, ancaman, atau musibah yang ditimpakan
manusia seperti ditimpa kemiskinan, penyakit,
kelaparan, dan ketakutan.” Mereka melupakan suatu
masalah yang penting, yaitu bahwa manusia difitnah
(diuji) dengan kenikmatan lebih banyak daripada diuji
dengan musibah. Allah berfirman:

“… Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) ….”
(al-Anbiya: 35)

Al-Qur’an juga menyebutkan harta dan anak-anak – yang
merupakan kenikmatan hidup dunia dan perhiasannya -
sebagai fitnah yang harus diwaspadai, sebagaimana
firman Allah:

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan
(bagimu)…” (at-Taghabun: 15)

“Dan ketabuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu
hanyalah sebagai cobaan …” (al-Anfal: 28)

Fitnah harta dan anak-anak itu ialah kadang-kadang
harta atau anak-anak melalaikan manusia dari kewajiban
kepada Tuhannya dan melupakan akhirat. Dalam hal ini
Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu
dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
Barangsiapa yang membuat demikian, maka mereka itulah
orang-orang yang rugi.” (al-Munaafiqun: 9)

Sebagaimana dikhawatirkan manusia akan terfitnah oleh
harta dan anak-anak, mereka pun dikhawatirkan terfitnah
oleh wanita, terfitnah oleh istri-istri mereka yang
menghambat dan menghalangi mereka dari perjuangan, dan
menyibukkan mereka dengan kepentingan-kepentingan
khusus (pribadi/keluarga) dan melalaikan mereka dari
kepentingan-kepentingan umum. Mengenai hal ini
Al-Qur’an memperingatkan:

“Hai orang-orang beriman, sesungguhnya diantara
istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh
bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka …”
(at-Taghabun: 14)

Wanita-wanita itu menjadi fitnah apabila mereka menjadi
alat untuk membangkitkan nafsu dan syahwat serta
menyalakan api keinginan dalam hati kaum laki-laki. Ini
merupakan bahaya sangat besar yang dikhawatirkan dapat
menghancurkan akhlak, mengotori harga diri, dan
menjadikan keluarga berantakan serta masyarakat rusak.

Peringatan untuk berhati-hati terhadap wanita disini
seperti peringatan untuk berhati-hati terhadap
kenikmatan harta, kemakmuran, dan kesenangan hidup,
sebagaimana disebutkan dalam hadits sahih:

“Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku takutkan atas
kamu, tetapi yang aku takutkan ialah dilimpahkan
(kekayaan) dunia untuk kamu sebagaimana dilimpahkan
untuk orang-orang sebelum kamu, lantas kamu
memperebutkannya sebagaimana mereka dahulu
berlomba-lomba memperebutkannya, lantas kamu binasa
karenanya sebagaimana mereka dahulu binasa karenanya.”
(Muttafaq alaih dari hadits Amr bin Auf al-Anshari)

Dari hadits ini tidak berarti bahwa Rasulullah saw.
hendak menyebarkan kemiskinan, tetapi beliau justru
memohon perlindungan kepada Allah dari kemiskinan itu,
dan mendampingkan kemiskinan dengan kekafiran. Juga
tidak berarti bahwa beliau tidak menyukai umatnya
mendapatkan kelimpahan dan kemakmuran harta, karena
beliau sendiri pernah bersabda:

“Bagus nian harta yang baik bagi orang yang baik” (HR.
Ahmad 4:197 dan 202, dan Hakim dalam al-Mustadrak 2:2,
dan Hakim mengesahkannya menurut syarat Muslim, dan
komentar Hakim ini disetujui oleh adz-Dzahabi)

Apa yang Dikatakan Al-Qur'an Mengenai Kitab Suci Sebelumnya?

Taurat
Taurat. Illustration copyrighted. Kata Taurat berasal dari bahasa Arab untuk Torah (bahasa Ibrani), biasanya dimengerti sebagai hukum Musa (Hazrat Musa). Al-Qur'an memberikan pernyataan yang cukup banyak mengenai Taurat dibandingkan dengan Alkitab (Bible):

Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. Dan kami telah menetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. (Surah-Al Maa-idah 5:44, 45a)

Dari kutipan ini dapat dilihat bahwa Al-Qur'an sangatlah menghargai Taurat (sebagai petunjuk dan terang), dan diwahyukan dari Allah. Kutipan ini diambil Taurat yang berasal dari Keluaran 21:23-25.

"...mendapat kecelakaan yang membawa maut, maka engkau harus memberikan nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, lecur ganti lecur, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak." (Keluaran 21:23-25)

Di dalam Al-Qur'an terkadang terdapat bahwa kata Taurat tak hanya merujuk pada Hazrat Musa (pbuh), tapi seluruh kitab Ibrani, terutama ayat yang menyebutkan Taurat dan Injil secara bersamaan.

Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil (Surah-Ali 'Imran 3:3)

Hai Ahli Kitab mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir? (Surah-Ali 'Imran 3:65)

Kata "Hai orang-orang dengan Kitabmu" dalam ayat di atas merujuk pada -Umat Yahudi, Kristen dan Muslim. Buku yang dihormati mereka adalah Taurat, Injil dan Al-Qur'an. Ayat kedua hanya menyebutkan dua kitab, tapi hal ini sangat penting bagi umat Muslim, karena kitab lainnya adalah tiruan. Perintah secara spesifik untuk mempelajari Taurat berasal dari Hadits Nabi:

Abu Harairah berkata : Sewaktu Rasullullah (semoga damai bersamanya) hendak tidur, biasanya ia berdoa: Ya, Allah yang mempunyai Surga, Bumi dan segenap isinya, Allah yang menumbuhkan benih, Allah yang menurunkan Taurat, Injil dan Al-Qur'an, yang padaNya aku berlindung dari yang jahat (Sunan Abu Dawud, vol 3 page 1403)

Tentu saja, Rasullullah mengetahui bahwa kitab Zabur juga telah diturunkan, tapi kemungkinan besar beliau berpikir bahwa Zabur termasuk dalam Taurat. Tradisi yang lainnya kutipan dari Taurat karena nubuatan Rasulullah:

Ka'b, salinlah Taurat, seperti yang kami tulis: Muhammad nabi Allah, Pelayanku yang terpilih, ia tidak keras ataupun kasar, atau berteriak secara keras di jalan-jalan, dan tak juga membalas kejahatan dengan kejahatan, tapi penuh pengampunan dan kasih. Tempat kelahirannya adalah Mekah, rumahnya adalah di Taiba, kerajaannya akan di Siria, dan rakyatnya akan memuji dan menyembah Allah dalam kemakmurannya, yang memuji Allah di tempat yang terang, yang akan mengabarkan kebesaran-Nya di setiap tempat yang melihat matahari, dan berdoa setiap waktunya tiba, yang akan mengalungkan kain sembahyang, yang akan menghapus keterbatasan mereka, yang memanggil nama Allah dengan tidak malu-malu, yang akan bertarung sesuai dengan doa mereka, yang akan merendahkan suara mereka di waktu malam seperti lebah." (Miskhat Al-Masabih, Vol 2 hal. 1237)

Kata-kata yang dibold (berhuruf tebal) merupakan bagian yang menarik karena sesuai dengan Yesaya 42 :1-4 :

Lihat inilah hamba-Ku yang Ku-pegang, orang pilihan-Ku yang kepadanya aku berkenan. Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan. Buluh yang patah terkulai tak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum. Ia sendiri tidak akan menjadi pudar, dan tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi segala pulau mengharapkan pengajarannya.

Sisa dari kutipan Hadis diklaim berasal dari Taurat. Jika dibandingakan dengan Yesaya 42, dapat dilihat kesamaannya. Sebagai contoh, Yesaya 42: 11 berbicara tentang "padang pasir" dan "Kaum Kedar", yang kemungkinan besar berbicara tentang padang pasir Arab dan daerah Haidar (bahasa Ibrani=Kedar) yang merupakan leluhur Nabi. Yesaya 42 :10-12 berbicara tentang banyak orang memuji-muji Tuhan, kebanyakan berasal dari padang gurun Arabsecara tradisi hal ini mengacu pada kitab Yesaya yang merupakan bagian dari kitab Taurat, hal ini membuktikan bahwa kitab Taurat dalam Al-Qur'an mengacu pada kitab umat Yahudi yang tak lain merupakan Injil Perjanjian Lama.

Zabur
Kata Zabur berasal dari bahasa Arab yang dapat disamakan dengan Zimra dalam bahasa Ibrani, dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai psalm dalam Mazmur 81:2 dan 98:5. Kata ini diartikan sebagai lagu ataupun musik, sama seperti dalam Keluaran 15:2,"Tuhan adalah kekuatanku dan pujianku." Kata ini juga dapat disetarakan kata Zamir (lagu) dan mizmor (mazmur/psalm) yang merupakan turunan dari kata "Zamar" yang berarti "menyanyi, menyanyikan lagu pujian dan membuat lagu." (Thelogical Wordbook of the Old Testament).

Dalam Al-Qur'an, kitab Zabur disebut sebanyak tiga kali:

"...Dan Kami berikan Zabur kepada Daud." (Surah-An Nisaa' 4:163)

"DanTuhan-mu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan kami berikan Zabur kepada Daud." (Surah-Al Israa' 17:55)

"Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh." (Surah-Al Anbiyaa' 21:105)

Dari ayat terakhir sangatlah menarik karena merupakan kutipan daripada Mazmur 37:29,"Orang-orang benar akan mewarisi bumi selama-lamanya." Banyak ahli-ahli Islam berpikir bahwa ayat ini juga merujuk pada Injil Keluaran 32:13,"... Itu merupakan bagian mereka selama-lamanya."

Pendeta, CG Pfander berkata secara lebih jauh lagi bahwa referensi Al-Qur'an yang merujuk pada kitab Mazmur, pada dasarnya lebih merujuk pada bagian ketiga dari Kitab-kitab Ibrani yang dikenal juga sebagai bagian Ketubim: "Hal ini dimulai pada Mazmur, juga menjadi gaya penulisan dalam Injil (Lukas 24:44) dan Al-Qur'an." (The Balance of Truth hal. 51).

Injil
Injil merupakan kata dari bahasa Arab yang setara dengan kata Yunani "euaggelion,"evangel atau "gospel" dalam bahasa Inggris. Kata ini muncul 12 kali dalam Al-Qur'an

"Kemudian Kami iringkan dibelakang mereka rasul-rasul Kami dan Kami iringkan (pula) Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka kami berikan kepada orang-orang yang beriman diantara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang yang fasik." (Surah-Al Hadiid 57:27)

Referensi diatas sangatlah menarik untuk beberapa alasan berikut ini. Pertama, menyatakan bahwa Hazata Isa adalah Injil yang diberikan Allah, yang diyakini saudara-saudara Muslim benar-benar dikatakan dan ditulis oleh Nabi Isa sendiri. Kedua, Allah telah menjadikan dan memerintahkan umat Kristen untuk penuh belas kasihan dan pengampunan. Hal ini menjadi topik utama dari semua Surah dalam Al-Qur'an dan menjadi rumusan untuk ucapan berkat dan semua pekerjaan yang baik "Bismiilah hir Rahman nir Rohim" Atas nama Allah yang penyayang, yang penuh anugrah dan pengampunan." Kelihatannya dikatakan bahwa untuk menjadi seorang Kristen dituntut untuk mempunyai karakter Allah! Hal ini merupakan kesaksian yang diberikan Al-Qur'an kepada para pengikut Hazrat Isa! Ketiga, ayat ini merupakan salah satu ayat dari 12 ayat lainnya yang secara spesifik menyebutkan tentang Injil dalam Al-Qur'an, dan tidak menyebutkan tentang Taurat (hukum). Injil selalu disebutkan secara berpasangan dengan Taurat (lihat ayat 3:3, 48, 65; 9:111; 5:49, 50, 69, 71, 113):

"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus diatas pokoknya..." (Surah-Al-Fat-h 48:29)

Ayat di atas menunjukkan bahwa para Sahabat Nabi akan mendapat kekuatan dan belas kasihan. Kuat dan melawan para musuh Allah. Dikatakan bahwa cara doa mereka yang penuh kerendahan hati sesuai dengan Taurat (bandingkan dengan Bilangan 16:22 "Musa dan Harun sujud menyembah). Dan dikatakan bahwa kekuatan dan kemenangan umat Muslim seperti yang dinubuatkan dalam Injil yang berasal dari perumpamaan Nabi Isa:

Seumpama orang yang menabur benih di tanah, lalu pada malam hari ia tidur dan pada siang hari ia bangun, dan benih itu mengeluarkan tunas, dan tunas itu makin tinggi, bagaimana terjadinya tidak diketahui orang. Bumi dengan sendirinya mengeluarkan buah, mula-mula tangkainya, lalu bulirnya, kemudian butir-butir yang penuh dengan isinya ke dalam bulir itu.-memang biji ini yang paling kecil daripada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila ia ditaburkan, ia tumbuh dan menjadi lebih besar daripada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya. (Markus 4:26-28, 31b-32)

Kelompok Muslim mulai tumbuh kecil tetapi kemudian berkembang dengan pesat menjadi suatu kekuatan dunia. Tapi bagaimanapun juga, hal utama yang harus dilihat adalah hal ini merupakan salah satu referensi dari 10 yang ada dalam Al-Qur'an yang memuat Taurat dan Injil bersama, dengan menyatukan keseluruhan kitab Yahudi dan Kristen maka diringkas menjadi "Hukum dan Injil." Satu contoh lagi:

"(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada disisi mereka..." (Surah-Al A'raaf 7:157)

Merupakan suatu ayat yang menarik, yang menyatakan bahwa kedatangan Rasullullah telah dinubuatkan oleh Kitab umat Yahudi (Taurat) dan umat Kristen (Injil). Dari Taurat umat Muslim merujuk pada Ulangan 18:15, yang mengindikasikan sebagai Hazrat Muhammad:

Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh Tuhan, Allahmu; dialah yang harus kamu dengar (Ulangan 18:15)

Hal ini menjelaskan bahwa hanya Hazrat Muhammad-lah yang dapat memenuhi nubuatan tersebut sesuai dengan kata, "di antara saudaramu" yang dapat diartikan, "dari antara saudara-saudaramu juga hai orang Yahudi, misalnya Kaum Ismail." Mereka melihat bahwa Nabi bukanlah orang Yahudi. Sebegitu jauh dianggap bahwa Hazrat Muhammad telah dinubuatkan atau diramalkan dari Injil, ini sangatlah menolong jika kita melihat dari apa yang dikatakan Al-Qur'an:

"Dan ketika Isa Putra Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat dan memberi khabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad". Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata" (Surah-Ash Shaff 61:6)

Ayat ini sama sekali tidak menyebutkan kata Injil, tapi telah memberikan ide bahwa kabar akan datangnya Hazrat Muhammad berasal dari Injil. Ayat ini juga mendukung akan "Hukum (Taurat) dan Injil" yang biasanya selalu berpasangan di dalam Al-Qur'an. Para ahli Muslim melihat versi ayat-ayat dalam Kitab Injil Yohanes yang diperbaharui untuk mendukung pernyataan Al-Qur'an"

"Ahmad" atau "Muhammad" yang berarti dimuliakan, diterjemahkan dalam bahasa Yunani dengan kata Periclytos. Kata ini digunakan dalam Injil Yohanes (Yahya) 14:16,15:26, kata "Penghibur"(bahasa Inggris=Comforter) merupakan kata yang setara dengan kata Yunani untuk Paracletos yang berarti penasehat. Para ahli kami (dengan gelar Doktor atau S-3) menganggap bahwa telah terjadi penyimpangan dalam penerjemahan Periclytos yang menjadi Paracletos, bahkan dalam terjemahan yang asli dikatakan bahwa Nabi Isa (Yesus) telah menubuatkan akan Nabi Muhammad dengan menyebutkan namanya. Bahkan jika kita membaca, kata ini akan mengacu pada Nabi kita yang berarti " Penghibur untuk semua makhluk" (21:107) dan :"kemurahan bagi yang percaya"(9:28) (Ali Ibid., halaman 1540, catatan kaki)

Nabi Muhammad sering membicarakan tentang orang Kristen dalam Al-Qur'an, seperti:

"Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik." (Surah-Al Maa idah 5:47)

Pemimpin Kristen Michael Ali Nazir dalam salah satu penelitiannya mengomentari hal ini:

"Fokus utama bukanlah pemikiran Muhammad tentang Injil, tetapi apa yang menjadi fakta yang ada pada jamannya. Dalam ayat di atas dikatakan bahwa umat Kristen pada jamannya melihat Injil sebagai panduan. Sekarang jika orang Kristen pada masa itu hanya menanggapi Injil sebagai slogan dan mereka harus tetap melihat Injil mereka, apa yang mereka cari? Jawabannya adalah sangat jelas: Mereka melihat ke dalam Perjanjian Baru (yang juga kita kenal)..." (Nazer-Ali, Islam: A Christian Perspective, hal. 14)

Taurat, Zabur dan Injil
Tak ditemukan sama sekali di dalam Al-Qur'an ketiga kitab ini disebutkan bersama. Ketiga kitab ini tak disebutkan dalam surat yang sama. Untuk menemukan ketiganya bersama anda harus mencarinya di Hadits:

Abu Huraira menceritakan bahwa ketika Rasulullah ditanya oleh Ubay bin Ka'b bagaimana Rasullullah dapat melaksanakan doa dan Umm Al-Quran (Surat pertama Al-Quran), Rasulullah menjawab," Kepada Ialah yang memegang jiwaku, yang telah menurunkan Taurat, Injil, Zabur atau Al-Quran, dan ada tujuh ayat yang telah diulang dari Al-Quran yang telah diturunkan melaluiku." (Mishkat Al-Masabih, halaman 454)

Dari Hadis Nabi kita dapat melihat bahwa secara tradisi Umat Muslim mengenal akan empat kitab suci. Al-Qur'an hanya menyebutkan keempat kitab ini saja yang diturunkan dan tak ada kitab lainnya, tapi Al-Qur'an menyebutkan beberapa nama nabi yang tidak ditulis dalam Kitab Musa (Pentateukh), Mazmur/Zabur dan Injil.

Nabi-Nabi lainnya
Nabi-nabi dalam Alkitab yang tidak disebutkan dalam ketiga kitab tersebut dan disebutkan dalam Al-Qur'an adalah Ayub (4:163), Elia (6:86), Elisa (6:87), Sulaiman (Solomo) (2:102), Yunus (4:163), Yehezkiel (tapi kemungkinan besar adalah Yesaya) (21:85) dan Ezra (9:30). Sebagai tambahan ada juga karakter dalam Alkitab yang bukan Nabi yang juga disebutkan yaitu Goliat (2:51), Korah (26:76), Raja Saul (Jaloud) (2:247) dan Ratu Sheba (27:22). Semua ayat lainnya hanya merujuk pada Taurat, Zabur dan Injil, dan semua ayat lainnya yang dipercaya diturunkan melalui Hazrat Musa, Daud dan Isa. Pada kenyataannya, ada pendapat bahwa semua isi Alkitab hanya mengacu ke ketiga kitab ini. Pendapat ini semakin kuat jika kita membaca ayat seperti ini:

"Katakan (hai orang-orang mu'min): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada Kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan 'Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya" (Surah-Al Baqarah 2:136)

Ayat di atas membuka kemungkinan ke kitab-kitab dalam Alkitab yang tak termasuk dalam Taurat dan Injil. Lebih jauh lagi bagaimana hubungan Zabur dengan Al-Qur'an? Ada ayat-ayat yang mendukungnya juga yaitu:

"Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak mereka bersedih hati." (Surah-Al Maa idah 5:69)

Katakanlah: "Hai, Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikitpun hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil dan Al Qur'an yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu". (Surah-Al Maa idah 5:68)

Beberapa ahli Muslim huruf yang (huruf tebal) dengan mengacu pada Al-Qur'an. Beberapa pendapat lagi tak mampu mendukung hal ini bahkan kurang dogmatis. Kemungkinan besar Zabur termasuk dalam ayat ini. Ayat-ayat yang lain yang membicarakan hal ini secara luas adalah 5 :113 dan 3:48. Pada dasarnya kedua ayat nin membicarakan topik yang sama yaitu, bagaimana Allah mengajarkan tentang Hazrat Isa. Surah 3:48:

Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil. (Surah-Ali 'Imran 3:48)

Taurat dan Injil yang dimaksud adalah jelas, tapi apa yang dimaksud dengan "Al kitab" disini ? Maulana Abdul Madjid Daryabadi melihatnya secara umum dengan mengatakan bahwa hal ini merujuk pada" semua kitab yang diwahyukan." (Tafsir Al-Quran, vol 1, hal. 227). Kata "Kitab" dalam bahasa Arab adalah Alkitab, kata yang umum digunakan untuk kitab suci termasuk Al-Quran. Namun karena kata ini terlalu umum, barangkali kita dapat mengatakan Al kitab termasuk tulisan seperti Elia (Hazrat Ilyas), Elisa (Al-Yassa), Yehezkiel (Zulkifli atau Hizkil), Yunus dan sebagainya, Bagaimanapun juga hal ini akan merujuk bahwa pengertian Taurat sebenarnya adalah mengacu pada Kitab Yahudi, termasuk Taurat, Mazmur dan kitab para Nabi.

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al Kitab, kekuasaan dan kenabian dan Kami berikan kepada mereka rezki-rezki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa. (Surah-Al Jaatsiyah 45:16)

Abdullah Yusuf Ali mengomentari ayat ini sebagai berikut:

Israel mempeoleh pewahyuan dari Musa, dan kekuatan yang adil melalui kerajaan Daud dan Sulaiman, dan beberapa peringatan nabi, seperti Yesaya dan Yeremia (Ali, Ibid, hal. 1358)

Ia melihat bahwa perkataan Nabi Yesaya dan Yeremia merupakan nubuatan dari Tuhan. Hal ini merupakan hal yang luar biasa karena kedua nabi ini tak pernah disebutkan dalam Al-Qur'an dan Hadis.

Hadis menunjukkan bahwa Hazrat Muhammad merupakan pewahyuan dari Tuhan, yang mirip seperti penulisan Rasul Paulus:

Abu Huraira mengatakan bahwa setelah Rasulullah menyatakan bahwa Ia mendapat wahyu dari Allah Yang Maha Tinggi " Aku telah mempersiapkan pelayanku, yang belum pernah dilihat, belum pernah didengar, dan yang belum pernah dipikirkan oleh manusia," Ia menambahkan '" Tak ada yang mengetahui bahwa sang Penghibur telah dating kepada mereka." (Bukhari dan Muslim)

Kutipan diatas mendekati apa yang ditulis oleh Paulus dalam 1 Korintus 2:9:

Tetapi seperti ada tertulis : "Apa yang tak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Kor. 2:9)

Kutipan dari Hadis tadi mendekati pada perkataan Paulus. Ada perkataan Bahwa Allah yang Maha Tinggi mengatakannya! Dan tentulah Nabi Muhammad mempunyai pemikiran bahwa surat Korintus merupakan bagian dari firman Tuhan dan merupakan bagian dari Injil. Sekalipun banyak bagian dari Hadis Nabi tidak dipercaya, tapi bagian ini sangatlah dipercaya. Ayat ini mendapat perhatian besar dan dapat ditemukan juga di Sahih Al-Bukhari dan Sahih Muslim.

Kesimpulan
Dalam Al-Qur'an, kitab Taurat dapat mengacu kepada Hukum Musa atau seluruh Kitab dari Perjanjian Lama. Zabur merupakan Mazmur Daud, tapi kemungkinan sama dengan Kethubim, bagian ketiga daru kitab Ibrani. Al-Quran tidak menentang sama sekali interpretasi ini. Injil merupakan pewahyuan yang diberikan lepada umat Kristen. Al-Qur'an memberikan kesaksian tentang ketiga kitab terdahulu, dan juga dari para nabi yang memperoleh pewahyuan dari Allah. Hadis menolong untuk mendefinisikan kitab terdahulu hanya ada tiga kitab dan juga menunjukkan, adanya para nabi yang tak dikenal yang telah berperan dalam kitab tersebut (seperti Paulus)

Sabtu, 28 Agustus 2010

AASHIQ Movie Songs Lyrics

Gori Tera Nakhra Lyrics Hindi Song Title: Gori Tera Nakhra : AASHIQ
Singer(s): ALKA YAGNIK, UDIT NARAYAN

--MALE--
Gori tera nakhra dil ko bhaaye
Teri adaa to aag lagaaye
Hey, gori tera nakhra dil ko bhaaye
Teri adaa to aag lagaaye

--FEMALE--
I love you dil yeh kehta hai
Dil mein tu hi rehta hai
Saanson mein tera pyaar behta hai

--MALE--
Hey, gori tera nakhra dil ko bhaaye
Teri adaa to aag lagaaye

(Dekho dekho dekho, dil yeh mera
Kaisi kaisi baatein karta hai) - 2
Dekh ke tujhko jeeta hai
Yeh chehre pe tere marta hai

--FEMALE--
Rehke tujhse door sanam main bhi aahein bharti hoon
Sirf tumhaari chaahat hai, par kehne se darrti hoon

--MALE--
Aisa kehke mujhko yaara tune kiya ghaayal
Hey, gori tera nakhra dil ko bhaaye
Teri adaa to aag lagaaye

(Duniya mein laakhon husn waale
Koi nahin tere jaisa hai) - 2
Honge bade manju is jahaan mein
Koi nahin aashiq aisa hai

--FEMALE--
Dekh ke yeh deewanapan teri baatein maan gayi
Tu mera sacha aashiq hai, jaaneman pehchaan gayi

--MALE--
Pyaar mein tere jaane jaana main to hua paagal
Hey, gori tera nakhra dil ko bhaaye
Teri adaa to aag lagaaye

--FEMALE--
I love you dil yeh kehta hai
Dil mein tu hi rehta hai
Saanson mein tera pyaar behta hai

--MALE--
Hey, gori tera nakhra dil ko bhaaye
Teri adaa to aag lagaaye

AASHIQ Movie Songs Lyrics

Aashiq Mujhe Aashiq Lyrics Hindi Song Title: Aashiq Mujhe Aashiq : AASHIQ
Singer(s): ROOP KUMAR RATHOD, ALKA YAGNIK

Aashiq Mujhe Aashiq
Tune Banaya Walawala
Aashiq Mujhe Aashiq
Tune Banaya Walawala
Dil Hai Tera Mere Seene Mein
Dil Hai Tera Mere Seene Mein
Ye Kya Gazab Yaar Hai
Sajna Yahi Pyaar Hai
Sajna Yahi Pyaar Hai

Tune Aisa Dard Diya Hai Mushkil Hai Batlana
Tune Kaisa Haal Kiya Hai Tune Bhi Na Jaana
Jaana Nahi Jaana Nazre Churake Walawala
Zulfo Ki Rangeen Chaoon Mein
Mehboob Ki Gori Baahon Mein
Dilbar Ki Raftaar Hai
Sajna Yahi Pyaar Hai
Sajna Yahi Pyaar Hai

Zaher Judaai Wala Mujhko Jaaneman Nahi Peena
Bin Tere Na Marna Ab To Bin Tere Na Jeena
Jeena Nahi Jeena Tanha Akele Walawala
Mehki Mohabbat Ki Raahon Mein
Rahoon Mein Dilkash Panahon Mein
Duniya Ki Deewar Hai
Sajna Yahi Pyaar Hai
Aashiq Mujhe Aashiq
Tune Banaya Walawala
Dil Hai Tera Mere Seene Mein
Dil Hai Mera Tere Seene Mein
Ye Kya Gazab Yaar Hai
Sajna Yahi Pyaar Hai
Sajna Yahi Pyaar Hai

http://www.hindilyrix.com/songs/get_movie_song_AASHIQ.html

Selasa, 24 Agustus 2010

Peranan al-qur'an & al-hadits dalam memilih jodoh

Allah telah berfirman:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)."
Dari ayat diatas bisa kita ambil sebuah makna,bahwa mencintai dan dicintai itu adalah fitrahnya manusia,akan tetapi dijaman sekarang ini banyak manusia yang salah mengerti akan hal itu,terus bagaimanakah CINTA yg sebenarnya itu,yakni cinta yg berdasarkan al-qur'an dan al-hadits.
Rasulallah pernah berkata:
"Jika kau mencintai seseorang cintailah sekedarnya saja,karena bisa jadi orang yg kmu cintai sa'at ini esok hari mnjadi orng yg paling kamu benci,dan jika kau membenci seseorang bencilah sekedarnya saja,karena bisa jadi orang yang kmu benci sa'at ini esok hari menjadi orang yang kamu paling cintai."
lantas bagaimana tuntunan hadits dalam memilih jodoh....????
Rasul Bersabda :
"Wanita dinikahi karena empat faktor, yakni karena harta kekayaannya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Hendaknya pilihlah yang beragama agar berkah kedua tanganmu. (HR. Muslim)
yg pertama dari kekaya'anya,akan tetapi kita jg harus ingat bahwa biasanya kekayaan bisa mendatangkan kesombongan,kekaya'an tanpa keimanan akan hancur,apalagi yg kaya itu dari pihak perempuanya,maka akan hilanglah wibawa seorang laki2 di dlm rumah tangganya nanti yg padahal kita hrus tw bahwasanya الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ (kaum laki2 itu adalah pemimpin bagi kaum wanita),maka kekayaan jangan dijadikan acuan pertama dlm hal ini.
yg kedua kedudukan/keturunan,pepatah mengatakan buah mangga jatuh tdk akn jauh dr pohonya,diharapkan dr yg kedua ini kalau kita menikahi dri benih yg baik maka hasilnya akn baik jg,akn tetapi kita jg hrus ingat keturunan bukanlah acuan yg terpenting pula dlm hal ini,disebabkan kalau hidayah itu datang kpd manusia,bisa jadi anak kiai jd maling,dan bsa jadi ank maling jd kiai.
yg ketiga kecantikan/kegagahan,akan tetapi kta jg hrus ingat bisanya kecantikan hanya akn membawa kita kepada kehancuran dlm rumah tangga jikalau kecantikan itu tdk disertai dg ke-imanan,diceritakan dari seorang sahabat telah mengadu pada baginda nabi "ya rasul istri saya selalu menjamah/mnerima orng yg slalu ngajak bersalamn denganya"(kata sahabat)"rasul mnjawab "Ceraikan saja"...'tapi saya cinta ya rasul'...'kalo kmu cinta ajarkan dan tanamkan rasa keimanan d dalam hatinya',dari sedikit cerita d atas bsa kta ambil sebuah makna,punya istri yg cantik tanpa iman kadang membuat kehidupan kita mnjadi buah simalakama,dibiarin makan hati,diomongin jg takut diceraikan,simalakama jadinya,makanya jangan pernah jadikan kecantikan/kegagahan itu hal yg paling pertama dlm mencari jodoh.
Rasul Berkata :
''Barangsiapa mengawini seorang wanita karena memandang kedudukannya maka Allah akan menambah baginya kerendahan, dan barangsiapa mengawini wanita karena memandang harta-bendanya maka Allah akan menambah baginya kemelaratan, dan barangsiapa mengawininya karena memandang keturunannya maka Allah akan menambah baginya kehinaan, tetapi barangsiapa mengawini seorang wanita karena bermaksud ingin meredam gejolak mata dan menjaga kesucian seksualnya atau ingin mendekatkan ikatan kekeluargaan maka Allah akan memberkahinya bagi isterinya dan memberkahi isterinya baginya. (HR. Bukhari)''
yg keempat ke-imanan/agamanya,inilah yg paling terpenting,carilah pasangan hidupmu dari hal keimananya/agamanya,insya Allah kalo kita mencintainya karena ke-imanannya/agamanya keluarga kita akan menjadi keluarga sakinah,mawadah,dan warohmah seperti idaman semua orang..amiin ya robbal alamiin...

Rabu, 18 Agustus 2010

Apa itu Mahram ?

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Sungguh ditusuknya kepala salah seorang dari kalian dengan jarum dari besi lebih baik baginya daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath Thabrani dlm Shahihul Jami’)

Dari sini jelas bahwa perbuatan bersalaman atau cium pipi dengan lawan jenis (bukan mahram) sama sekali tidak dibenarkan dalam ajaran islam, bahkan termasuk dalam kesesatan yang nyata. Kita tidak akan membahas kelakuan yang jelas-jelas munkar, tetapi lebih kepada istilah mahram (yang banyak orang mengenal dengan istilah muhrim). Selanjutnya apa mahram itu sebenarnya ? Dan siapa saja yang menjadi mahram kita ?

Mahram adalah orang perempuan atau laki-laki yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antara keduanya.

Penggunaan kata muhrim untuk mahram perlu dicermati. Muhrim dalam bahasa Arab berarti orang yang sedang mengerjakan ihram (haji atau umrah). Tetapi bahasa Indonesia menggunakan kata muhrim dengan arti semakna dengan mahram (haram dinikahi).

Allah Ta’ala berfirman dalam surat An Nisa’ ayat 23 yaitu:

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibu kamu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, suadara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan,ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu isterimu (mertua), anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu) dan menghimpun (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Mahram sebab Keturunan

Mahram sebab keturunan ada tujuh. Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ‘Ulama. Allah berfirman pada ayat diatas:

“Diharamkan atas kamu untuk (mengawini) (1)ibu-ibumu; (2)anak-anakmu yang perempuan (3) saudara-saudaramu yang perempuan; (4) saudara-saudara ayahmu yang perempuan; (5)saudara-saudara ibumu yang perempuan; (6)anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; (7)anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan” (QS An Nisa 23)

Dari ayat ini Jumhùrul ‘Ulàmà’, Imam ‘Abù Hanifah, Imam Màlik dan Imam Ahmad bin Hanbal memasukan anak dari perzinahan menjadi mahram, dengan berdalil pada keumuman firman Allàh

“anak-anakmu yang perempuan” (QS An Nisà 23).

Diriwayatkan dari Imam Asy Syàfi’iy, bahwa ia cenderung tidak menjadikan mahram (berarti boleh dinikahi) anak hasil zina, sebab ia bukan anak yang sah (dari bapak pelaku) secara syari’at. Ia juga tidak termasuk dalam ayat:


“Allàh mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk)anak-anakmu. Yaitu: bagian anak lelaki sama dengan dua bagian orang anak perempuan” (QS An Nisà’:11).

Karena anak hasil zina tidak berhak mendapatkan warisan menurut ‘ijma’ maka ia juga tidak termasuk dalam ayat ini. (Al Hàfizh ‘Imàduddin Ismà’il bin Katsir, Tafsirul Qurànil Azhim 1/510)

Mahram sebab Susuan

Mahram sebab susuan ada tujuh. Sama seperti mahram sebab keturunan, tanpa pengecualian. Inilah pendapat yang dipilih setelah ditahqiq (ditelliti) oleh Al Hàfizh ‘Imàduddin Ismà’il bin Katsir. (Tafsirul Qurànil Azhim 1/511). Nabi ShallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Darah susuan mengharamkan seperti apa yang diharamkan oleh darah keturunan” .(HR. Al Bukhàri dan Muslim)

Al-Qur’àn menyebutkan secara khusus dua bagian mahram sebab susuan:

“(1) Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; (2)dan saudara-saudara perempuan sepersusuan” (QS An Nisà’ 23).

Mahram sebab Perkawinan

Mahram sebab perkawinan ada tujuh.

“Dan ibu-ibu istrimu (mertua)” (QS An Nisà’ :23)

“Dan istri-istri anak kandungmu (menantu)” (QS An Nisà’ :23)

“Dan anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri” (QS An Nisà’ :23).

Menurut Jumhurul `Ulàmà’ termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya. Anak tiri menjadi mahram jika ibunya telah dicampuri, tetapi jika belum dicampuri maka dibolehkan untuk menikahi anaknya. Sedangkan ibu dari seorang perempuan yang dinikahi menjadi mahram hanya sebab aqad nikah, walaupun si puteri belum dicampuri, kalau sudah aqad nikah maka si ibu haram dinikahi oleh yang menikahi puteri itu.

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu tiri)”. (QS An Nisà’ :22).

Wanita yang dinikahi oleh ayah menjadi mahram bagi anak ayah dengan hanya aqad nikah, walaupun belum dicampuri oleh ayah, maka anak ayah tak boleh menikahinya.

“Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara”
(QS An Nisà’ :23)

Rasulullàh Shalallahu ‘Alaihi Wassalam melarang menghimpunkan dalam perkawinan antara perempuan dengan bibinya dari pihak ibu; Dan menghimpunkan antara perempuan dengan bibinya dari pihak ayah. Nabi bersabda:

“Tidak boleh perempuan dihimpun dalam perkawinan antara saudara perempuan dari ayah atau ibunya” (HR. Al Bukhàriy dan Muslim)

Jadi, keponakan (perempuan) tidak boleh dihimpun dengan bibinya dalam perkawinan, demikian pula bibi tidak boleh dihimpun dengan keponakan perempuan dalam perkawinan. Secara mudah, bibi dan keponakan perempuan tidak boleh saling jadi madu.

Larangan menghimpun antara perempuan dengan bibinya dari pihak ayah atau ibu berdasarkan hadits-hadits mutawàtirah dan ‘ijmà`ul `ulàmà’. ( Muhammad bin Muhammad Asy Syaukàniy, Fathul Qadir 1/559).

Mahram disebabkan keturunan dan susuan bersifat abadi, selamanya, begitu pula sebab pernikahan. Kecuali, menghimpun dua perempuan bersaudara, menghimpun perempuan dengan bibinya, yaitu saudara perempuan dari pihak ayah atau ibu, itu bila yang satu meninggal lalu ganti nikah dengan yang lain, maka boleh, karena bukan menghimpun dalam keadaan sama-sama masih hidup. Dzun Nùrain, Utsmàn bin ‘Affàn menikahi Ummu Kultsùm setelah Ruqayyah wafat, kedua-duanya adalah anak Nabi SAW.

Zina dengan seorang perempuan -semoga Allàh menjauhkan kita semua dari itu- tidak menjadikan mahram anaknya ataupun ibunya. Zina tidak mengharamkan yang halal.

Wanita yang bersuami

Allàh mengharamkan mengawini wanita yang masih bersuami.

“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami” (QS An Nisà’ :24).

Perempuan-perempuan yang selain di atas adalah bukan mahram, halal dinikahkan.

“Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina” (QS An Nisà’ :24).

Rabu, 11 Agustus 2010

RINGKASAN FIKIH BAB PUASA

RINGKASAN FIKIH BAB PUASA

1. Definisi Puasa
Puasa berarti menahan, menurut syari’at puasa berarti menahan diri secara khusus dan dalam waktu tertentu serta dengan syarat-syarat tertentu pula. Menahan diri dari makan, minum, berhubungan badan serta menahan syahwat dari terbit fajar sampai terbenam matahari.

2. Kewajiban Puasa Ramadhan
Menurut Al-Qur’an, Hadits dan Ijma, puasa merupakan ibadah yang diwajibkan bagi muslimah yang berakal sehat dan telah baligh.

Qur’an Albaqarah 183 yang artinya : Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang –orang sebelum kalian.

Hadits dari Thalbah bin Ubaidillah menceritakan: Ada seorang badui datang kepada Rasulullah dengan rambut yang kusut seraya bertanya: Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku shalat apa saja yang diwajibkan oleh Allah? Rasulullah menjawab : Hanya shalat lima waktu, kecuali jika kamu hendak menambahkannya dengan shalat sunnat. Orang itu bertanya kembali, beritahukan pula kepadaku puasa apa yang diwajibkan oleh Allah? Rasulullah menjawab, Hanya puasa Ramadhan, kecuali jika kamu hendak berpuasa sunnat.Orang tersebut bertanya lagi, Beritahukan kepadaku zakat apa yang harus aku bayarkan? Maka Rasulullah pun menerangkan kepadanya tentang syari’at islam. Akhirnya orang badui tersebut berkata, Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, sedikitpun aku tidak akan menambah ataupun mengurangi kewajiban yang telah difardhukan oleh Allah atas diriku. Rasulullah pun berkata, Beruntunglah jika ia benar atau akan dimasukkan kedalam surga jika benar ( HR. Muttafaqun Alaih).

Menurut Ijma kaum muslimin telah sepakat mewajibkan puasa pada bulan Ramadhan.

3. Beberapa Keutamaan Puasa
a. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda : Puasa itu perisai. Apabila salah seorang dari kalian berpuasa, hendaklah dia tidak berkata keji dan membodohi diri. Jika ada seseorang memerangi atau mengumpatnya, maka hendaklah ia mengatakan: Sesungguhnya aku sedang berpuasa, dengan zat yang jiwaku berada ditanganNya, sesungguhnya bau mulut yang keluar dari orang yang berpuasa itu lebih harum disisi Allah daripada bau kasturi.Orang yang puasa itu meninggalkan makanan dan minumannya untuk Allah. Maka puasa itu untuk Allah dan Allah yang akan memberikan pahala karenanya, kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya (HR.Bukhari).
b. Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: Apabila datang bulan Ramadhan
maka dibukalah pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka serta semua setan dibelenggu (HR.Muslim).
Al-Qadhi mengatakan : Dibukalah pintu surga maksudnya agar hambaNya senantiasa berbuat ta’at pada bulan Ramadhan yang mana kesempatan itu tidak terdapat pada bulan-bulan lainya seperti, syalat taraweh, dan amal kebaikan lainnya yang semua itu merupakan kunci untuk dapat masuk surga. Sedangkan diutupnya pintu neraka dan dibelenggunya setan berarti supaya manusia menghindari berbagai macam pelanggaran
c. Dari Abu Umamah, Rasulullah bersabda : Aku pernah mendatangi Rasulullah seraya berkata: Perintahkankanlah kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkan aku kesurga. Beliau menjawab, hendaklah kamu berpuasa, karena puasa itu merupakan amalan yang tidk ada tandingannya. Kemudian aku mendatangi Beliau untuk kedua kalinya dan beliau berkata dengan nasihat yang sama.(HR. Ahmad, Nasa’i dan Al Hakim).
d. Dari Sahal bin Sa’ad, Rasulullah bersabda: Sesungguhnya surga itu mempunyai satu pintu Babu ArRayyan, pada hari kiamat nanti pintu itu akan bertanya, dimana orang-orang yang berpuasa ? Apabila yang terakhir dari mereka telah masuk, maka pintu itupun akan tertutup (HR. Muttafaqun Alaih).
e. Dari Abu Sa’id Al-khudri, Rasulullah bersabda: Tidaklah seorang hamba berpuasa pada suatu hari dijalan Allah, melainkan dengan hari itu Allah akan menjauhkan api neraka dari wajahnya selama tujuh puluh musim ( HR. Jama’ah kecuali Abu Dawud).
f. Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash, Rasulullah bersabda: Berpuasa dan membaca alQur’an akan memberikan safa’at kepada seseorang hamba pada hari kiamat kelak.Amalan puasanya akan berkata Ya Allah, aku telah melarangnya dari makanan, minum dan nafsu syahwat pada siang hari, sehingga ia telah menitipkan safa’at kepadaku. Amalan membaca Alqur’an berkata, Aku telah melarangnya tidur dimalam hari sehingga ia telah menitipkan safa’at kepadaku(HR.Ahmad, sanad shahih).
g. Dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda : Barang siapa memberikan nafjah untuk dua istri dijalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan. Barangsiapa berasal dari golongan orang-orang yang senantiasa mendirikan salat, maka dia akan dipanggil dari pintu salat,yang berasal dari kalangan yang suka berjihad, maka akan dipanggil dari pintu jihad,demikian juga dengan golongan yang berpuasa akan dipanggil dari pintu Rayyan, yang suka bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah. Abu Bakar bertanya Demi ayah dan ibuku wahai Rasulullah apakah setiap hamba akan dipanggil dari pintu-pintu tersebut? Lalu mungkinkah seseorang dipanggil dari seluruh pintu tersebut? Beliau menjawab, Ya, ada dan aku berharap engkau wahai Abu Bakaryang termasuk salah seorang diantara mereka (HR.Bukhari).
h. Puasa mengajarkan kesabaran serta menambah keimanan, mengajarkan pengendalian diri dan tingkah laku yang baikdan membantu kesembuhan berbagai macam penyakit seperti kencing manis, darah tinggi, maag.
Seperti sabda Rasul: Berpuasalah, niscaya engkau akan sehat (HR. Ibnu Adi dan Thabrani)
i. Puasa dapat menanamkan kasih sayang dan lemah lembut kepada fakir miskin serta mengajarkan sifat tolong menolong dan sensitivitas kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan.

4. Kewajiban Puasa Ramadhan Ditetapkan Melalui Ru’yah
Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar dimana Rasulullah bersabda : Janganlah berpuasa sehingga kalian melihat hilal, janganlah berbuka sehingga kalian melihat hilal ( pada bulan Syawal) dan janganlah berbuka sehingga kalian melihatnya. Jika kalian terhalangi oleh mendung, maka perkirakanlah hitungan pada bulan itu( HR.Muslim).

5. Hari - hari Disunatkannya Puasa
a. Hari Arafah yaitu tanggal 9 dan 10 Zulhijjah
Puasa pada hari Arafah dapat menghapuskan dosa selama 2 tahun, 1 tahun yang lalu dan 1 tahun yang akan datang (HR.Muslim).kecuali orang –orang yang sedang berada diarafah disunahkan bagi mereka berbuka atau tidak puasa , ini menurut mayoritas para ulama.
b. Pada hari Asyura’ yaitu bulan Muharram
Puasa pada bulan Muharram dapat menghapuskan dosa selama satu tahun sebelumnya .sesuai sabda Rasul: Aku memohon kepada Allah untuk menghapuskan dosa yang pernah aku perbuat pada satu tahun sebelumnya (HR.Muslim).
Ibnu Abbas menceritakan: Rasulullah memerintahkan puasa pada hari Asyura yaitu tanggal 10 Muharram(HR. Tirmizi).
c. Enam hari bulan Syawal
Sabda Rasul : Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan, lalu dilanjutkan dengan puasa 6 hari pada bulan Syawal, maka nilainya seperti berpuasa sepanjang tahun (HR. Muslim, Abu Dawud, Tarmizi). Boleh dikerjakan berturut-turut, boleh berselang.
d. Limabelas hari pertama pada bulan Sya’ban
Dari Aisyah Ra, ia menceritakan: Aku tidak melihat Nabi saw meyempurnakan puasa satu bulan penuh, selain pada bulan Ramadhan. Dan aku tidak melihat beliau pada bulan-bulan yang lain berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban (Muttafaqun Alaih).
e. Sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah
Sesuai sabda Rasul : Tidak ada hari dimana amal shalih didalamnya lebih dicintai oleh Allah dari pada 10 hari pertama Zulhijjah, para sahabat bertanya kepada Rasul, wahai Rasul, tidak juga jihad fisabilillah ? Beliau menjawab, Tidak juga jihad fisabilillah, kecuali seseorang yang berangkat dengan membawa jiwa dan hartanya, lalu kembali tanpa membawa sedikitpun dari keduannya (HR.Bukhari).
f. Berselang
Sesuai sabda Rasul: Berpuasalah satu hari dan berbukalah satu hari berikutnya. Yang demikian itu merupakan puasa nabi Dawud dan merupakan puasa yang baik. Kemudian aku berkata : Sesungguhnya aku mampu melakukan lebih dari itu,maka Nabi menjawab, tidak ada yang lebih baik dari itu ( Muttafaqun Alaih).
g. Senin Kamis
berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Usamah bin Zaid, dimana Rasulullah senantiasa berpuasa pada hari senin dan kamis karena amal perbuatan manusia diangkat menuju Allah pada hari senin dan kamis ( HR. Abu Dawud).
h. Pertengahan bulan Qamariyah (tanggal 13,14,15, setiap bulan Hijriah)
Dari Abu Hurairah : Rasulullah berpesan kepadaku tiga hal, yaitu berpuasa 3 hari pada setiap bulannya, mengerjakan 2 raka’at salat duha serta salat witir sebelum tidur ( Muttafaqun Alaih).
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Rasul bersabda : Berpuasalah setiap bulannya 3 hari , karena sesungguhnya kebaikan pada hari itu dihitung dengan 10 kelipatanya (HR.Muttafaqun Alaih).

6. Waktu Waktu Dimakruhkannya Berpuasa
a. Berpuasa 1 bulan penuh pada bulan Rajab, kalaupun ada yang hendak berpuasa pada bulan itu hendaklah berselang, karena bulan Rajab adalah bulan yang diagungkan oleh orang Jahiliyah.
b. Pada hari Jum’at saja, sesuai sabda Rasul: Sesungguhnya hari Jum’at itu merupakan hari raya bagi kalian, karena itu janganlah berpuasa, kecuali berpuasa juga sebelum dan sesudahnya (HR. Al-Bazzar).
c. Pada hari sabtu saja, juga makruh puasanya, kecuali diikuti sebelum dan sesudahnya. Sesuai sabd aRasul: Janganlah kalian berpuasa pada hari sabtu, kecuali yang diwajibkan atas kalian (HR. Tirmizi).
d. Makruh puasa pada hari yang diragukan, yaitu hari ke30 bulan Sya’ban,sesuai sabda Rasul: Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan, maka ia telah menentang Nabi Muhammad ( HR.Bukhari).
e. Mengkhususkan puasa pada tahun baru dan hari besar orang kafir adalah makruh, karena merupakan hari yang sangat diagungkan oleh orang kafir.
f. Puasa wishal, yaitu puasa selama 2 atau 3 hari tanpa berbuka hukumnya makruh, sabda Rasul: Rasulullah pernah puasa wishal pada bulan Ramadan, lalu diikuti oleh para sahabat, setelah itu beliau melarang, dan para sahabat bertanya, bukankah engkau melakukannya ? dan Beliau menjawab, sesungguhnya aku tidak seperti kalian, aku ini makan dan juga minum (Muttafaqun Alaih).
g. Puasa dahr, yaitu puasa yang dilakukan 1 tahun penuh.
Sabda Rasul : Tidak dianggap berpuasa bagi orang yang berpuasa selamanya. (HR. Muslim).
h. Janganlah seorang istri berpuasa, ketika suami berada disisinya, melainkan dengan izin suami, kecuali puasa bulan Ramadan (Muttafaqun Alaih).
i. Puasa 2 hari terakhir bulan sa’ban makruh, sesuai sabda Rasul: Janganlah salah seorang diantara kalian mendahului Ramadan dengan puasa 1 atau 2 hari , kecuali bagi orang yang terbiasa melakukan puasa, maka boleh baginya berpuasa ( Muttafaqun Alaih). Kecuali membayar hutang puasa, karena khawatir tidak bisa melakukannya dilain waktu.

7. Waktu –waktu yang diharamkan Puasa
a. Pada hari Idul Fitri dan Idul Adha baik itu untuk mengqada, membayar kafarat atau puasa sunat.
b. Pada hari Tasyriq yaitu 11,12, 13 Zulhijjah, sesuai sabda rasul: Hari tasyriq adalah hari untuk makan dan minum dan berzikir kepada Allah ( HR.Muslim).
c. Dibolehkan berbuka bagi wanita yang sakit.
Sesuai firman Allah Albaqarah 184 : Barang siapa diantara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan, lalu berbuka, maka wajiblah baginya mengganti puasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari yang lain.
d. Berbukanya seorang wanita yang berpuasa sunat, hal ini sesuai hadis dari Abu Said al Khudri : Aku pernah membuatkan makanan untuk Rasulullah ketika beliau datang bersama para sahabatnya kerumah. Pada saat makanan
dihidangkan, seorang sahabat berkata , aku sedang puasa , lalu Rasulullah berkata, saudara kalian ini sudah mengundang dan akan menjamu kalian, karenanya batalkan saja puasamu dan puasalah pada hari lain untuk menggantinya jika engkau mau ( HR. Baihaqi)

8. Sunnat-Sunnat Puasa
a. Menyegerakan berbuka, sesuai hadis ; Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa (Muttafaqun Alaih).Disunatkan untuk berbuka dengan kurma, karena kurma dapat mempertajam pandangan, jika tidak ada boleh dengan air.
b. Sahur, sesuai hadis Rasulullah, makan sahurlah, karena sesungguhnya makan sahur itu mengandung berkah ( muttafaqun Alaih). Makan sahur hendaklah diakhirkan sampai mendekati fajar (subuh) hal ini dapat meringankan dalam berpuasa.
c. Berdoa ketika berbuka, karena orang yang berpuasa sehingga berbuka doanya tidak akan ditolak, sesuai sabda Rasul: Ada 3 golongan yang doanya tidak ditolak yaitu orang yang berpuasa sehingga berbuka, imam yang adil dan orang yang dizalimi ( HR. Tarmizi).

9. Puasa Bagi Orang Lanjut Usia
Bagi yang sudah lanjut usia dan tidak mampu untuk mengerjakan puasa, maka ia boleh berbuka, tapi harus diganti dengan memberi makan fakir miskin satu hari dengan satu mud dan tidak perlu mengqada puasanya.

10. Diperbolehkan Berbuka Bagi Musafir (orang dalam perjalanan )
Dalam Surat Albaqarah 184 : Barang siapa diantara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan lalu berbuka, maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari yang lain.
Tapi jika tetap berpuasa diperjalanan, maka dapat tambahan pahala.

11. Puasa Bagi Wanita Hamil dan Menyusui
Sebagian ulama mengatakan, wanita hamil dan menyusui boleh berbuka, tapi harus menggantinya pada hari yang lain atau memberikan makan pada orang miskin (fidyah). Sesuai sabda Rasul : Sesungguhnya Allah telah memaafkan setengah nilai salat dari para musafir serta memberikan kemurahan bagi wanita hamil dan menyusui, Demi Allah, Rasulullah telah mengatakan keduanya, salah satu atau keduanya (HR. An-Nasai & Tarmizi).

12. Yang Membatalkan Puasa dan Yang Mewajibkan Kafarat
a. Orang yang sengaja makan dan minum siang hari, puasanya jadi batal dan harus mangqada serta harus bayar kafarat (denda ), kecuali dalam keadaan lupa.
b. Muntah dengan sengaja, sesuai hadis Rasulullah : Barang siapa terpaksa muntah, maka tidak ada kewajiban baginya mengganti puasa, tapi barang siapa yang memaksakan diri untuk muntah, maka hendaklah dia mengqada puasanya ( HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Daruquthni dan Al-Hakim).
c. Mamandang orang laki-laki dengan nafsu birahi atau mengingat-ingat hubungan badan, puasanya batal dan harus mengqadanya.
d. Haid dan nifas , puasanya jadi batal. Sedangkan keluarnya istihadah tidak membatalkan puasa.
e. Jika seorang suami menyetubuhi istri tidak dengan persangkaan bahwa waktu magrib telah masuk atau mengira fajar belum tiba, maka keduanya tidak diwajibkan bayar kafarat, menurut mayoritas ulama mereka harus mengqadanya.
f. Jika wanita muslimah berniat untuk berbuka, sedang ia dalam keadaan berpuasa, maka puasanya jadi batal, karena niat adalah salah satu sarat sahnya puasa.

13. Hal hal Yang Boleh Dilakukan oleh Wanita Yang Puasa
a. Membasahi seluruh badan dengan air atau mandi.
b. Meneteskan obat mata dan memakai celak.
c. Mencium dan mendapat ciuman dari suami selama ciuman itu tidak menggerakan nafsu sahwat.
d. Suntik, baik pada kulit maupun urat.
e. Berkumur dan memasukkan air kehidung, keduanya tidak membatalkan puasa, tapi dimakruhkan melakukannya dengan berlebihan.
f. Diperbolehkan mencicipi makanan melalui ujung lidah, tapi haru hati-hati jangan sampai masuk kerongga mulut.

14. Jika Tidak Berniat Malam Hari Sebelum Puasa
Diperbolehkan berpuasa, meskipun tidak diniati sejak malam harinya, ketika waktu pagi tiba ( fajar ) ia boleh puasa dan jika berkehendak boleh berbuka.

15. Waktu Yang Meninggal dan Memiliki Hutang Puasa
Bila seseorang yang telah meninggal dan masih mempunyai hutang puasa, boleh digantikan oleh walinya, sesuai hadis Rasul : Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan meninggalkan kewajiban qadha puasa, maka hendaklah walinya berpuasa untuk menggantikannya ( HR. Bukhari )
16. Kafarat
Orang yang berbuka siang hari pada bulan Ramadan, maka hanya berkewajiban mengqadhanya saja. Sedangkan bila seseorang yang membatalkan puasa karena berhubungan badan disiang hari pada bulan Ramadan, maka harus membebaskan budak yang beriman, atau berpuasa selama 2 bulan berturut-turut, atau memberikan makan 60 orang miskin, setiap orangnya mendapat 1 mud gandum atau kurma ( makanan poko yang mengenyangkan) sesuai dengan kemampuan.

17. Malam Lailatul Qadar
a. Keutamaan lailatul qadar
Amal perbuatan pada malam ini lebih baik daripada amalan seribu bulan yang dikerjakan tidak pada malam lailatul qadar. Dalam surat AlQadar 1-3 :
Sesungguhnya Kami telah menurunkan AlQuran pada malam kemuliaan, Tahukan kamu apa malam kemuliaan itu ? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
b. Waktu malam lailatul qadar
yaitu pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadan, tepatnya pada malam-malam ganjil dari bulan-bulan tersebut, seperti bulan 21, 23, 25, 27, 29. Diriwayatkan juga bahwa malam lailatul qadar adalah bulan yang sangat terangdan penuh cahaya, malam yang tenang dan tidak memancarkan panas yang menyengatdan tidak juga dingin menggigil dimana Allah SWT telah menyingkapkan bagi sebagian orang didalam tidurnya.
c. Bangun dan berdoa pada malam lailatul qadar.
Disunatkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa pada malam lailatul qadar ini. Sesuai Sabda Rasulullah : Barang siapa bangun pada malam lailatul qadar karena dorongan iman dan mengharapkan pahala, maka diberikan ampunan baginya atas dosa-dosanya yang telah lalu.

Pentingnya Puasa 6 Hari di Bulan Syawal

Dalil-dalil tentang Puasa Syawal,

Dari Abu Ayyub radhiyallahu anhu, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Siapa yang berpuasa Ramadhan dan melanjutkannya dengan 6 hari pada Syawal, maka itulah puasa seumur hidup‘.” (Hadits Riwayat Muslim 1984, Ahmad 5/417, Abu Dawud 2433, At-Tirmidzi 1164)

Hukum Puasa Syawal

Hukumnya adalah sunnah: “Ini adalah hadits shahih yang menunjukkan bahwa berpuasa 6 hari pada Syawal adalah sunnah. Asy-Syafi’i, Ahmad dan banyak ulama terkemuka mengikutinya. Tidaklah benar untuk menolak hadits ini dengan alasan-alasan yang dikemukakan beberapa ulama dalam memakruhkan puasa ini, seperti; khawatir orang yang tidak tahu menganggap ini bagian dari Ramadhan, atau khawatir manusia akan menganggap ini wajib, atau karena dia tidak mendengar bahwa ulama salaf biasa berpuasa dalam Syawal, karena semua ini adalah perkiraan-perkiraan, yang tidak bisa digunakan untuk menolak Sunnah yang shahih. Jika sesuatu telah diketahui, maka menjadi bukti bagi yang tidak mengetahui.” (Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa’imah lil Buhuuts wal Ifta’, 10/389)

Hal-hal yang berkaitan dengannya adalah:

1. Tidak harus dilaksanakan berurutan.

“Hari-hari ini (berpuasa syawal-) tidak harus dilakukan langsung setelah ramadhan. Boleh melakukannya satu hari atau lebih setelah ‘Id, dan mereka boleh menjalankannya secara berurutan atau terpisah selama bulan Syawal, apapun yang lebih mudah bagi seseorang. … dan ini (hukumnya-) tidaklah wajib, melainkan sunnah.” (Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa’imah lil Buhuuts wal Ifta’, 10/391)

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:

“Shahabat-shahabat kami berkata: adalah mustahab untuk berpuasa 6 hari Syawal. Dari hadits ini mereka berkata: Sunnah mustahabah melakukannya secara berurutan pada awal-awal Syawal, tapi jika seseorang memisahkannya atau menunda pelaksanaannya hingga akhir Syawal, ini juga diperbolehkan, karena dia masih berada pada makna umum dari hadits tersebut. Kami tidak berbeda pendapat mengenai masalah ini dan inilah juga pendapat Ahmad dan Abu Dawud.” (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab)

Bagaimanapun juga bersegera adalah lebih baik: Berkata Musa: ‘Itulah mereka telah menyusul aku. Dan aku bersegera kepada-Mu, Ya Rabbi, supaya Engkau ridho kepadaku. [QS Thoha: 84]

2. Tidak boleh dilakukan jika masih tertinggal dalam Ramadhan

“Jika seseorang tertinggal beberapa hari dalam Ramadhan, dia harus berpuasa terlebih dahulu, lalu baru boleh melanjutkannya dengan 6 hari puasa Syawal, karena dia tidak bisa melanjutkan puasa Ramadhan dengan 6 hari puasa Syawal, kecuali dia telah menyempurnakan Ramadhan-nya terlebih dahulu.” (Fataawa Al-Lajnah Ad-Daa’imah lil Buhuuts wal Ifta’, 10/392)

Tanya : Bagaimana kedudukan orang yang berpuasa enam hari di bulan syawal padahal punya qadla (mengganti) Ramadhan ?

Jawab : Dasar puasa enam hari syawal adalah hadits berikut

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan lalu mengikutinya dengan enam hari Syawal maka ia laksana mengerjakan puasa satu tahun.”

Jika seseorang punya kewajiban qadla puasa lalu berpuasa enam hari padahal ia punya kewajiban qadla enam hari maka puasa syawalnya tak berpahala kecuali telah mengqadla ramadlannya (Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin)

Hukum mengqadha enam hari puasa Syawal

Pertanyaan

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya : Seorang wanita sudah terbiasa menjalankan puasa enam hari di bulan Syawal setiap tahun, pada suatu tahun ia mengalami nifas karena melahirkan pada permulaan Ramadhan dan belum mendapat kesucian dari nifasnya itu kecuali setelah habisnya bulan Ramadhan, setelah mendapat kesucian ia mengqadha puasa Ramadhan. Apakah diharuskan baginya untuk mengqadha puasa Syawal yang enam hari itu setelah mengqadha puasa Ramadhan walau puasa Syawal itu dikerjakan bukan pada bulan Syawal ? Ataukah puasa Syawal itu tidak harus diqadha kecuali mengqadha puasa Ramadhan saja dan apakah puasa enam hari Syawal diharuskan terus menerus atau tidak ?

Jawaban

Puasa enam hari di bulan Syawal, sunat hukumnya dan bukan wajib berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan kemudian disusul dengan puasa enam hari di bulan Syawal maka puasanya itu bagaikan puasa sepanjang tahun” (Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya)

Hadits ini menunjukkan bahwa puasa enam hari itu boleh dilakukan secara berurutan ataupun tidak berurutan, karena ungkapan hadits itu bersifat mutlak, akan tetapi bersegera melaksanakan puasa enam hari itu adalah lebih utama berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya) : “..Dan aku bersegera kepada-Mu. Ya Rabbku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)” [Thaha : 84]

Juga berdasarakan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah yang menunjukkan kutamaan bersegera dan berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan. Tidak diwajibkan untuk melaksanakan puasa Syawal secara terus menerus akan tetapi hal itu adalah lebih utama berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya) : “Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus dikerjakan walaupun sedikit“

Tidak disyari’atkan untuk mengqadha puasa Syawal setelah habis bulan Syawal, karena puasa tersebut adalah puasa sunnat, baik puasa itu terlewat dengan atau tanpa udzur.

Mengqadha enam hari puasa Ramadhan di bulan Syawal, apakah mendapat pahala puasa Puasa Sunnah Bulan Syawal enam hari

Pertanyaan

Syaikh Abduillah bin Jibrin ditanya : Jika seorang wanita berpuasa enam hari di bulan Syawal untuk mengqadha puasa Ramadhan, apakah ia mendapat pahala puasa enam hari Syawal ?

Jawaban

Disebutkan dalam riwayat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda (yang artinya) : “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa enam hari bulan Syawal maka seakan-akan ia berpuasa setahun“

Hadits ini menunjukkan bahwa diwajibkannya menyempurnakan puasa Ramadhan yang merupakan puasa wajib kemudian ditambah dengan puasa enam hari di bulan Syawal yang merupakan puasa sunnah untuk mendapatkan pahala puasa setahun. Dalam hadits lain disebutkan (yang artinya) : “Puasa Ramadhan sama dengan sepuluh bulan dan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan dua bulan“

Yang berarti bahwa satu kebaikan mendapat sepuluh kebaikan, maka berdasarkan hadits ini barangsiapa yang tidak menyempurnakan puasa Ramadhan dikarenakan sakit, atau karena perjalanan atau karena haidh, atau karena nifas maka hendaknya ia menyempurnakan puasa Ramadhan itu dengan mendahulukan qadhanya dari pada puasa sunnat, termasuk puasa enam hari Syawal atau puasa sunat lainnya. Jika telah menyempurnakan qadha puasa Ramadhan, baru disyariatkan untuk melaksanakan puasa enam hari Syawal agar bisa mendapatkan pahala atau kebaikan yang dimaksud. Dengan demikian puasa qadha yang ia lakukan itu tidak bersetatus sebagai puasa sunnat Syawal.

Apakah suami berhak untuk melarang istrinya berpuasa Syawal

Pertanyaan

Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya : Apakah saya berhak untuk melarang istri saya jika ia hendak melakukan puasa sunat seperti puasa enam hari Syawal ? Dan apakah perbuatan saya itu berdosa ?

Jawaban

Ada nash yang melarang seorang wanita untuk berpuasa sunat saat suaminya hadir di sisinya (tidak berpergian/safar) kecuali dengan izin suaminya, hal ini untuk tidak menghalangi kebutuhan biologisnya. Dan seandainya wanita itu berpuasa tanpa seizin suaminya maka boleh bagi suaminya untuk membatalkan puasa istrinya itu jika suaminyta ingin mencampurinya. Jika suaminya itu tidak membutuhkan hajat biologis kepada istrinya, maka makruh hukumnya bagi sang suami untuk melarang istrinya berpuasa jika puasa itu tidak membahayakan diri istrinya atau menyulitkan istrinya dalam mengasuh atau menyusui anaknya, baik itu berupa puasa Syawal yang enam hari itu ataupun puasa-puasa sunnat lainnya.

Hukum puasa sunnah bagi wanita bersuami

Pertanyaan

Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya : Bagaimanakah hukum puasa sunat bagi wanita yang telah bersuami ?

Jawaban

Tidak boleh bagi wanita untuk berpuasa sunat jika suaminya hadir (tidak musafir) kecuali dengan seizinnya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “Tidak halal bagi seorang wanita unruk berpuasa saat suminya bersamanya kecuali dengan seizinnya” dalam riwayat lain disebutkan : “kecuali puasa Ramadhan”

Adapun jika sang suami memperkenankannya untuk berpuasa sunat, atau suaminya sedang tidak hadir (bepergian), atau wanita itu tidak bersuami, maka dibolehkan baginya menjalankan puasa sunat, terutama pada hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa sunat yaitu : Puasa hari Senin dan Kamis, puasa tiga hari dalam setiap bulan, puasa enam hari di bulan Syawal, puasa pada sepuluh hari di bulan Dzulhijjah dan di hari ‘Arafah, puasa ‘Asyura serta puasa sehari sebelum atau setelahnya. (Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita Muslimah, Amin bin Yahya Al-Wazan)

Sumber : www.salafy.or.id

Hukum Seputar Puasa Syawal

Pertanyaan:

Apakah puasa sunnah 6 hari di bulan Syawal harus dilakukan secara langsung setelah ‘iedul fitri atau tidak ? Apakah harus berturut turut atau tidak ?

Jawaban :

Yang demikian tidak harus dilakukan secara langsung setelah ‘ied, boleh dilakukan 2 atau 3 hari setelahnya. Demikian juga tidak harus berturut-turut, boleh dilakukan secara terpisah, yang demikian sesuai kemudahan tiap-tiap muslim dalam melakukannya. (Fatwa Lajnah Da’imah no. 3475 ,Ketua Lajnah Syaikh bin Baz)

Pertanyaan:

Istriku hamil di bulan Ramadhan. Aku juga mengeluarkan zakat untuk janinnya . Qodarullah, beberapa hari setelah ‘ied istriku melahirkan bayi kembar 2, apakah aku wajib untuk mengeluarkan zakat untuk janin yang kedua ?

Jawaban:

Tidak wajib bagimu untuk mengeluarkan zakat pada janin yang kedua yang sebelumnya engkau hanya mengeluarkan zakat untuk satu janin ( Fatwa Lajnah Da’imah no.10816, Ketua Lajnah Syaikh bin Baz)

(Diterjemahkan oleh Al Ustadz Abu ‘Isa Nurwahid dari Fataawa Lajnah ad Da’imah, Syarhul Mumthi’ Ibnu Utsaimin, Fataawa wa Rasaail Ibnu Utsaimin, dan Majmu’Fataawa Syaikh Shalih Fauzan)

Bid’ah Hari Raya Ketupat di Bulan Syawal- Hari Raya Al Abrar

Di antara perkara yang diada-adakan (bid’ah) pada bulan Syawwal adalah bid’ah hari raya Al Abrar (orang-orang baik) (atau dikenal dengan hari raya Ketupat.pent.), yaitu hari kedelapan Syawwal.

Setelah orang-orang menyelesaikan puasa bulan Ramadhan dan mereka berbuka pada hari pertama bulan Syawwal -yaitu hari raya (iedul) fitri- mereka mulai berpuasa enam hari pertama dari bulan Syawwal dan pada hari kedelapan mereka membuat hari raya yang mereka namakan iedul abrar (biasanya dikenal dengan hari raya Ketupat. Pent )

Syaikhul Islam lbnu Taimiyah Rahimahullah- berkata: “adapun membuat musim tertentu selain musim yang disyariatkan seperti sebagian malam bulan Rabi’ul Awwal yang disebut malam maulid, atau sebagian malam bulan Rajab, tanggal 18 Dzulhijjah, Jum’at pertama bulan Rajab, atau tanggal 8 Syawwal yang orang-orang jahil menamakannya dengan hari raya Al Abrar ( hari raya Ketupat) ; maka itu semua adalah bid’ah yang tidak disunnahkan dan tidak dilakukan oleh para salaf. Wallahu Subhanahu wata’ala a’1am.

Peringatan hari raya ini biasanya dilakukan di salah satu masjid yang terkenal, para wanitapun berikhtilat (bercampur) dengan laki-laki, mereka bersalam-salaman dan mengucapkan lafadz-lafadz jahiliyyah tatkala berjabatan tangan, kemudian mereka pergi ke tempat dibuatnya sebagian makanan khusus untuk perayaan itu. (lihat : As Sunan wal mubtadi’at al muta’alliqah bil adzkar wassholawat karya Muhammad bin Abdis Salam As Syaqiriy hal. 166)

(Kitab Al Bida’ Al Hauliyyah karya : Abdullah bin Abdul Aziz At tuwaijiry. Cet. I Darul Fadhilah Riyadh, Hal. 350. Penterjemah : Muhammad Ar Rifa’i)

Hari kedelapan dari syawwal ini orang umum menamakannya sebagai Iedul Abrar (hari raya orang yang baik) yaitu orang-orang yang telah puasa enam hari syawwal. Namun hal ini adalah bid’ah. Maka hari ke delapan ini bukanlah sebagai hari raya, bukan untuk orang baik (abrar) dan bukan pula bagi orang jahat (Fujjar).

Sesungguhnya ucapan mereka (yaitu iedul abrar) mengandung konskwensi bahwa orang yang tidak puasa enam hari dari syawwal maka bukan termasuk orang baik, demikian ini adalah keliru. Karena orang yang telah menunaikan kewajibannya maka dia, tanpa diragukan adalah orang yang baik walaupun tentunya sebagian orang kebaikannya ada yang lebih sempurna dari yang lain. (Syarhul Mumti’ Karya As Syaikh Ibnu Utsaimin jilid 6 bab shaum Tathawwu’)