NAMPANG DI PEMATANG SAWAH

NAMPANG DI PEMATANG SAWAH
ECTION DULU YACH...!!!

Minggu, 30 Mei 2010

Bahaya Lidah

Pada lidah itu terdapat dua penyakit besar. Bila seseorang bisa selamat dari salah satu penyakit itu maka dia tidak bisa lepas dari penyakit yang satunya lagi, yaitu penyakit berbicara dan penyakit diam. Dalam satu kondisi bisa jadi salah satu dari keduanya akan mengakibatkan dosa yang lebih besar dari yang lain.

Orang yang diam terhadap kebenaran adalah syetan yang bisu, dia bermaksiat kepada Allah, serta bersikap riya’ dan munafik bila dia tidak khawatir hal itu akan menimpa dirinya. Begitu pula orang yang berbicara tentang kebatilan adalah syetan yang berbicara, dia bermaksiat kepada Allah. Kebanyakan orang sering keliru ketika berbicara dan ketika mengambil sikap diam. Mereka itu selalu berada di antara dua posisi ini.

Adapun orang orang yang ada di tengah tengah – yaitu mereka yang berada pada jalan yang lurus – sikapnya adalah menahan lidah mereka dari ucapan yang batil dan membiarkannya berbicara dalam hal hal yang dapat membawa manfaat pada mereka di akhirat. Sehingga anda tidak akan melihat mereka mengucapkan kata kata yang akan membahayakan mereka di akhirat nanti.

Sesungguhnya ada seorang hamba yang akan datang pada hari kiamat dengan pahala kebaikan sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya sendiri telah menghilangkan pahala tersebut. Dan ada pula yang datang dengan dosa dosa sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya telah menghilangkan itu semua dengan banyaknya dzikir kepada Allah, dan hal hal yang berhubungan denganNya.

Al Jawabul Kaafi Liman Sa’ala ‘an Ad Dawaa’ Asy Syafi
Ibnul Qoyyim Al Jauziyah

Perjalanan Menuju Akhirat

Hari akhirat, hari setelah kematian yang wajib diyakini kebenarannya oleh setiap orang yang beriman kepada Allah ta’ala dan kebenaran agama-Nya. Hari itulah hari pembalasan semua amal perbuatan manusia, hari perhitungan yang sempurna, hari ditampakkannya semua perbuatan yang tersembunyi sewaktu di dunia, hari yang pada waktu itu orang-orang yang melampaui batas akan berkata dengan penuh penyesalan.


“Duhai, alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” (Qs. Al Fajr: 24)

Maka seharusnya setiap muslim yang mementingkan keselamatan dirinya benar-benar memberikan perhatian besar dalam mempersiapkan diri dan mengumpulkan bekal untuk menghadapi hari yang kekal abadi ini. Karena pada hakikatnya, hari inilah masa depan dan hari esok manusia yang sesungguhnya, yang kedatangan hari tersebut sangat cepat seiring dengan cepat berlalunya usia manusia. Allah ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al Hasyr: 18)

Dalam menafsirkan ayat di atas Imam Qotadah berkata: “Senantiasa tuhanmu (Allah) mendekatkan (waktu terjadinya) hari kiamat, sampai-sampai Dia menjadikannya seperti besok.” (Dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Ighaatsatul Lahfan (hal. 152 – Mawaaridul Amaan). Beliau (Abu Qatadah) adalah Qotadah bin Di’aamah As Saduusi Al Bashri (wafat setelah tahun 110 H), imam besar dari kalangan tabi’in yang sangat terpercaya dan kuat dalam meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (lihat kitab Taqriibut Tahdziib, hal. 409)

Semoga Allah ta’ala meridhai sahabat yang mulia Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu yang mengingatkan hal ini dalam ucapannya yang terkenal: “Hisab-lah (introspeksilah) dirimu (saat ini) sebelum kamu di-hisab (diperiksa/dihitung amal perbuatanmu pada hari kiamat), dan timbanglah dirimu (saat ini) sebelum (amal perbuatan)mu ditimbang (pada hari kiamat), karena sesungguhnya akan mudah bagimu (menghadapi) hisab besok (hari kiamat) jika kamu (selalu) mengintrospeksi dirimu saat ini, dan hiasilah dirimu (dengan amal shaleh) untuk menghadapi (hari) yang besar (ketika manusia) dihadapkan (kepada Allah ta’ala):


“Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Allah), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi-Nya).” (Qs. Al Haaqqah: 18). (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab beliau Az Zuhd (hal. 120), dengan sanad yang hasan)

Senada dengan ucapan di atas sahabat yang mulia Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya dunia telah pergi meninggalkan (kita) sedangkan akhirat telah datang di hadapan (kita), dan masing-masing dari keduanya (dunia dan akhirat) memiliki pengagum, maka jadilah kamu orang yang mengagumi/mencintai akhirat dan janganlah kamu menjadi orang yang mengagumi dunia, karena sesungguhnya saat ini (waktunya) beramal dan tidak ada perhitungan, adapun besok (di akhirat) adalah (saat) perhitungan dan tidak ada (waktu lagi untuk) beramal.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Az Zuhd (hal. 130) dan dinukil oleh Imam Ibnu Rajab Al Hambali dalam kitab beliau Jaami’ul ‘uluumi wal hikam (hal. 461)).

Jadilah kamu di dunia seperti orang asing…

Dunia tempat persinggahan sementara dan sebagai ladang akhirat tempat kita mengumpulkan bekal untuk menempuh perjalanan menuju negeri yang kekal abadi itu. Barangsiapa yang mengumpulkan bekal yang cukup maka dengan izin Allah dia akan sampai ke tujuan dengan selamat, dan barang siapa yang bekalnya kurang maka dikhawatirkan dia tidak akan sampai ke tujuan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita sikap yang benar dalam kehidupan di dunia dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.” (HR. Al Bukhari no. 6053)

Hadits ini merupakan bimbingan bagi orang yang beriman tentang bagaimana seharusnya dia menempatkan dirinya dalam kehidupan di dunia. Karena orang asing (perantau) atau orang yang sedang melakukan perjalanan adalah orang yang hanya tinggal sementara dan tidak terikat hatinya kepada tempat persinggahannya, serta terus merindukan untuk kembali ke kampung halamannya. Demikianlah keadaan seorang mukmin di dunia yang hatinya selalu terikat dan rindu untu kembali ke kampung halamannya yang sebenarnya, yaitu surga tempat tinggal pertama kedua orang tua kita, Adam ‘alaihis salam dan istrinya Hawa, sebelum mereka berdua diturunkan ke dunia.

Dalam sebuah nasehat tertulis yang disampaikan Imam Hasan Al Bashri kepada Imam Umar bin Abdul Azizi, beliau berkata: “…Sesungguhnya dunia adalah negeri perantauan dan bukan tempat tinggal (yang sebenarnya), dan hanyalah Adam ‘alaihis salam diturunkan ke dunia ini untuk menerima hukuman (akibat perbuatan dosanya)…” (Dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Ighaatsatul Lahfaan (hal. 84 – Mawaaridul Amaan))

Dalam mengungkapkan makna ini Ibnul Qayyim berkata dalam bait syairnya:

Marilah (kita menuju) surga ‘adn (tempat menetap) karena sesungguhnya itulah

Tempat tinggal kita yang pertama, yang di dalamnya terdapat kemah (yang indah)

Akan tetapi kita (sekarang dalam) tawanan musuh (setan), maka apakah kamu melihat

Kita akan (bisa) kembali ke kampung halaman kita dengan selamat?

(Miftaahu Daaris Sa’aadah (1/9-10), juga dinukil oleh Ibnu Rajab dalam kitab beliau Jaami’ul ‘Uluumi Wal Hikam (hal. 462))

Sikap hidup ini menjadikan seorang mukmin tidak panjang angan-angan dan terlalu muluk dalam menjalani kehidupan dunia, karena “barangsiapa yang hidup di dunia seperti orang asing, maka dia tidak punya keinginan kecuali mempersiapkan bekal yang bermanfaat baginya ketika kembali ke kampung halamannya (akhirat), sehingga dia tidak berambisi dan berlomba bersama orang-orang yang mengejar dunia dalam kemewahan (dunia yang mereka cari), karena keadaanya seperti seorang perantau, sebagaimana dia tidak merasa risau dengan kemiskinan dan rendahnya kedudukannya di kalangan mereka.” (Ucapan Imam Ibnu Rajab dalam kitab beliau Jaami’ul ‘Uluumi Wal Hikam (hal. 461), dengan sedikit penyesuaian)

Makna inilah yang diisyaratkan oleh sahabat yang meriwayatkan hadits di atas, Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu ketika beliau berkata: “Jika kamu (berada) di waktu sore maka janganlah tunggu datangnya waktu pagi, dan jika kamu (berada) di waktu pagi maka janganlah tunggu datangnya waktu sore, serta gunakanlah masa sehatmu (dengan memperbanyak amal shaleh sebelum datang) masa sakitmu, dan masa hidupmu (sebelum) kematian (menjemputmu).” (Diriwayatkan oleh imam Al Bukhari dalam kitab Shahihul Bukhari, no. 6053).

Bahkan inilah makna zuhud di dunia yang sesungguhnya, sebagaimana ucapan Imam Ahmad bin Hambal ketika beliau ditanya: Apakah makna zuhud di dunia (yang sebenarnya)? Beliau berkata: “(Maknanya adalah) tidak panjang angan-angan, (yaitu) seorang yang ketika dia (berada) di waktu pagi dia berkata: Aku (khawatir) tidak akan (bisa mencapai) waktu sore lagi.” (Dinukil oleh oleh Ibnu Rajab dalam kitab beliau Jaami’ul ‘Uluumi Wal Hikam (hal. 465))

Hari akhirat, hari setelah kematian yang wajib diyakini kebenarannya oleh setiap orang yang beriman kepada Allah ta’ala dan kebenaran agama-Nya. Hari itulah hari pembalasan semua amal perbuatan manusia, hari perhitungan yang sempurna, hari ditampakkannya semua perbuatan yang tersembunyi sewaktu di dunia, hari yang pada waktu itu orang-orang yang melampaui batas akan berkata dengan penuh penyesalan.


“Duhai, alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” (Qs. Al Fajr: 24)

Maka seharusnya setiap muslim yang mementingkan keselamatan dirinya benar-benar memberikan perhatian besar dalam mempersiapkan diri dan mengumpulkan bekal untuk menghadapi hari yang kekal abadi ini. Karena pada hakikatnya, hari inilah masa depan dan hari esok manusia yang sesungguhnya, yang kedatangan hari tersebut sangat cepat seiring dengan cepat berlalunya usia manusia. Allah ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al Hasyr: 18)

Dalam menafsirkan ayat di atas Imam Qotadah berkata: “Senantiasa tuhanmu (Allah) mendekatkan (waktu terjadinya) hari kiamat, sampai-sampai Dia menjadikannya seperti besok.” (Dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Ighaatsatul Lahfan (hal. 152 – Mawaaridul Amaan). Beliau (Abu Qatadah) adalah Qotadah bin Di’aamah As Saduusi Al Bashri (wafat setelah tahun 110 H), imam besar dari kalangan tabi’in yang sangat terpercaya dan kuat dalam meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (lihat kitab Taqriibut Tahdziib, hal. 409)

Semoga Allah ta’ala meridhai sahabat yang mulia Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu yang mengingatkan hal ini dalam ucapannya yang terkenal: “Hisab-lah (introspeksilah) dirimu (saat ini) sebelum kamu di-hisab (diperiksa/dihitung amal perbuatanmu pada hari kiamat), dan timbanglah dirimu (saat ini) sebelum (amal perbuatan)mu ditimbang (pada hari kiamat), karena sesungguhnya akan mudah bagimu (menghadapi) hisab besok (hari kiamat) jika kamu (selalu) mengintrospeksi dirimu saat ini, dan hiasilah dirimu (dengan amal shaleh) untuk menghadapi (hari) yang besar (ketika manusia) dihadapkan (kepada Allah ta’ala):


“Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Allah), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi-Nya).” (Qs. Al Haaqqah: 18). (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab beliau Az Zuhd (hal. 120), dengan sanad yang hasan)

Senada dengan ucapan di atas sahabat yang mulia Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya dunia telah pergi meninggalkan (kita) sedangkan akhirat telah datang di hadapan (kita), dan masing-masing dari keduanya (dunia dan akhirat) memiliki pengagum, maka jadilah kamu orang yang mengagumi/mencintai akhirat dan janganlah kamu menjadi orang yang mengagumi dunia, karena sesungguhnya saat ini (waktunya) beramal dan tidak ada perhitungan, adapun besok (di akhirat) adalah (saat) perhitungan dan tidak ada (waktu lagi untuk) beramal.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Az Zuhd (hal. 130) dan dinukil oleh Imam Ibnu Rajab Al Hambali dalam kitab beliau Jaami’ul ‘uluumi wal hikam (hal. 461)).

Jadilah kamu di dunia seperti orang asing…

Dunia tempat persinggahan sementara dan sebagai ladang akhirat tempat kita mengumpulkan bekal untuk menempuh perjalanan menuju negeri yang kekal abadi itu. Barangsiapa yang mengumpulkan bekal yang cukup maka dengan izin Allah dia akan sampai ke tujuan dengan selamat, dan barang siapa yang bekalnya kurang maka dikhawatirkan dia tidak akan sampai ke tujuan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita sikap yang benar dalam kehidupan di dunia dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.” (HR. Al Bukhari no. 6053)

Hadits ini merupakan bimbingan bagi orang yang beriman tentang bagaimana seharusnya dia menempatkan dirinya dalam kehidupan di dunia. Karena orang asing (perantau) atau orang yang sedang melakukan perjalanan adalah orang yang hanya tinggal sementara dan tidak terikat hatinya kepada tempat persinggahannya, serta terus merindukan untuk kembali ke kampung halamannya. Demikianlah keadaan seorang mukmin di dunia yang hatinya selalu terikat dan rindu untu kembali ke kampung halamannya yang sebenarnya, yaitu surga tempat tinggal pertama kedua orang tua kita, Adam ‘alaihis salam dan istrinya Hawa, sebelum mereka berdua diturunkan ke dunia.

Dalam sebuah nasehat tertulis yang disampaikan Imam Hasan Al Bashri kepada Imam Umar bin Abdul Azizi, beliau berkata: “…Sesungguhnya dunia adalah negeri perantauan dan bukan tempat tinggal (yang sebenarnya), dan hanyalah Adam ‘alaihis salam diturunkan ke dunia ini untuk menerima hukuman (akibat perbuatan dosanya)…” (Dinukil oleh Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Ighaatsatul Lahfaan (hal. 84 – Mawaaridul Amaan))

Dalam mengungkapkan makna ini Ibnul Qayyim berkata dalam bait syairnya:

Marilah (kita menuju) surga ‘adn (tempat menetap) karena sesungguhnya itulah

Tempat tinggal kita yang pertama, yang di dalamnya terdapat kemah (yang indah)

Akan tetapi kita (sekarang dalam) tawanan musuh (setan), maka apakah kamu melihat

Kita akan (bisa) kembali ke kampung halaman kita dengan selamat?

(Miftaahu Daaris Sa’aadah (1/9-10), juga dinukil oleh Ibnu Rajab dalam kitab beliau Jaami’ul ‘Uluumi Wal Hikam (hal. 462))

Sikap hidup ini menjadikan seorang mukmin tidak panjang angan-angan dan terlalu muluk dalam menjalani kehidupan dunia, karena “barangsiapa yang hidup di dunia seperti orang asing, maka dia tidak punya keinginan kecuali mempersiapkan bekal yang bermanfaat baginya ketika kembali ke kampung halamannya (akhirat), sehingga dia tidak berambisi dan berlomba bersama orang-orang yang mengejar dunia dalam kemewahan (dunia yang mereka cari), karena keadaanya seperti seorang perantau, sebagaimana dia tidak merasa risau dengan kemiskinan dan rendahnya kedudukannya di kalangan mereka.” (Ucapan Imam Ibnu Rajab dalam kitab beliau Jaami’ul ‘Uluumi Wal Hikam (hal. 461), dengan sedikit penyesuaian)

Makna inilah yang diisyaratkan oleh sahabat yang meriwayatkan hadits di atas, Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu ketika beliau berkata: “Jika kamu (berada) di waktu sore maka janganlah tunggu datangnya waktu pagi, dan jika kamu (berada) di waktu pagi maka janganlah tunggu datangnya waktu sore, serta gunakanlah masa sehatmu (dengan memperbanyak amal shaleh sebelum datang) masa sakitmu, dan masa hidupmu (sebelum) kematian (menjemputmu).” (Diriwayatkan oleh imam Al Bukhari dalam kitab Shahihul Bukhari, no. 6053).

Bahkan inilah makna zuhud di dunia yang sesungguhnya, sebagaimana ucapan Imam Ahmad bin Hambal ketika beliau ditanya: Apakah makna zuhud di dunia (yang sebenarnya)? Beliau berkata: “(Maknanya adalah) tidak panjang angan-angan, (yaitu) seorang yang ketika dia (berada) di waktu pagi dia berkata: Aku (khawatir) tidak akan (bisa mencapai) waktu sore lagi.” (Dinukil oleh oleh Ibnu Rajab dalam kitab beliau Jaami’ul ‘Uluumi Wal Hikam (hal. 465))

Kamis, 27 Mei 2010

DIMANAKAH ALLAH (KEYAKINAN YG BENAR MENGENAI SIFAT ALLAH)

Saat ini, alhamdulillah dakwah semakin tersebar luas di dunia maya. Website dakwah pun semakin menjamur. Ini adalah sesuatu yang patut disyukuri. Di samping itu dakwah kepada kepahaman menyimpang pun juga semakin tersebar. Yang terakhir ini pun sangat menyedihkan. Orang awam yang asal fitrohnya bersih akhirnya ternodai dengan berbagai macam kotoran syubhat (pemikiran sesat) yang membutakan hati. Di antaranya adalah beberapa syubhat yang dibawakan oleh para blogger anti salafi, yang menamakan blognya dengan sebutan abusalafy. Syubhat yang ada dan cukup keras adalah mengenai pernyataan mereka bahwa Allah itu ada tanpa tempat. Ini adalah penentangan mereka terhadap aqidah Ahlus Sunnah yang menyatakan bahwa Allah berada di atas langit dan Allah berada tinggi di atas ‘Arsy-Nya. Semoga dengan pertolongan dan taufik Allah Ta’ala, kami bisa menyingkap kebenaran yang ada. Ya Robbi, a’in ‘ala naili ridhoka (Wahai Rabbku, tolonglah aku untuk menggapai ridho-Mu).



Keyakinan yang Benar Mengenai Nama dan Sifat Allah

Ada beberapa i’tiqod (keyakinan) yang seharusnya menjadi pegangan dan keyakinan seorang muslim mengenai asma’ wa shifat (nama dan sifat Allah). Sebagaimana disebutkan oleh Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni rahimahullah dalam kitab Aqidah Al Wasithiyah, beliau rahimahullah menyatakan:

ومن الإيمان بالله الإيمان بما وصف به نفسه في كتابه وبما وصفه به رسوله محمد صلى الله عليه و سلم من غير تحريف ولا تعطيل ومن غير تكييف ولا تمثيل بل يؤمنون بأن الله سبحانه ليس كمثله شيء وهو السميع البصير

“Di antara bentuk iman kepada Allah adalah beriman kepada apa yang Allah sifatkan pada diri-Nya sendiri dalam Al Qur’an dan apa yang Rasul-Nya Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- sifatkan tanpa melakukan tahrif, ta’thil, takyif, dan tamtsil. Akan tetapi, mereka (Ahlus Sunnah) itu beriman bahwa tidak ada yang semisal dengan Allah dan Allah Maha Mendengar, lagi Maha Melihat.”[1]

Mengenai pernyataan Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni di atas juga kita jumpai dalam perkataan ulama lainnya. Imam Ahmad bin Hambal –rahimahullah- mengatakan,

لَا يُوصَفُ اللَّهُ إِلَّا بِمَا وَصَفَ بِهِ نَفْسَهُ ، أَوْ وَصَفَهُ بِهِ رَسُولُهُ ، لَا يُتَجَاوَزُ الْقُرْآنُ وَالْحَدِيثُ

“Allah tidaklah disifati kecuali dengan apa yang Allah sifatkan pada diri-Nya sendiri atau yang disifatkan oleh Rasul-Nya. Hendaklah tidak mensifati Allah selain dari Al Qur’an dan Al Hadits.”[2]

Dalam pernyataan di atas yang tentu saja hasil dari penelitian dan penyimpulan Al Qur’an dan As Sunnah, kita dapat mengatakan bahwa i’tiqod yang mesti diyakini seorang muslim adalah sebagai berikut.

Pertama: Hendaklah seseorang menetapkan nama bagi Allah sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala dalam kitab-Nya dan ditetapkan oleh Rasul-Nya melalui lisannya.

Kedua: Penetapan nama dan sifat Allah di sini tanpa melakukan tahrif dan ta’thil serta tanpa melakukan takyif dan tamtsil.

Tahrif adalah menyelewengkan makna nama atau sifat Allah dari makna sebenarnya tanpa adanya dalil. Seperti mentahrif sifat mahabbah (cinta) bagi Allah menjadi irodatul khoir (menginginkan kebaikan).

Ta’thil adalah menolak nama atau sifat Allah. Seperti menolak sifat tangan bagi Allah.

Takyif adalah menyebutkan hakekat sesuatu tanpa menyamakannya dengan yang lain. Seperti menyatakan panjang tangannya adalah 50 cm. Takyif tidak boleh dilakukan terhadap sifat Allah karena Allah tidak memberitahukan bagaimana hakekat sifat-Nya dengan sebenarnya.

Tamtsil adalah menyamakan sifat Allah dengan sifat makhluk. Seperti menyatakan Allah memiliki tangan dan sama dengan tanganku.

Keempat hal ini terlarang dalam mengimani nama dan sifat Allah. Karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy Syura: 11)

Ayat,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia” adalah bantahan terhadap orang yang melakukan takyif dan tamtsil, yaitu yang menyamakan sifat Allah dengan sifat makhluk atau menyebutkan hakekat sifat Allah padahal yang mengetahuinya hanyalah Allah.

Sedangkan ayat,

وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat” adalah bantahan untuk orang yang melakukan tahrif dan ta’thil. Karena dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa Allah memiliki sifat mendengar dan melihat. Makhluk pun memiliki sifat mendengar dan melihat, namun tentu saja kedua sifat Allah ini berbeda dengan makhluk. Oleh karenanya, kedua sifat tersebut tidak boleh ditahrif (diselewengkan) maknanya dan tidak perlu dita’thil (ditolak maknanya). Sebagaimana hal ini juga berlaku untuk sifat-sifat Allah lainnya.

Pahamilah Ayat Sifat Secara Zhohir, Tidak Perlu Mentakwil

Pengasuh blog abu salafy ketika menyanggah hujjah akhi fadhil Ustadz Abul Jauzaa hafizhohullah mengenai keberadaan Allah di atas ‘Arsy-Nya, ia menyatakan sebagai berikut.

“Yang tampak dari nash-nash yang menyebut secara lahiriyah bahwa Alah SWT di langit jelas bukan demikian maksud sebenarnya. Ia mesti dita’wil, sebab Allah tidak bisa ditanyakan dengan kata tanya: Di mana Dia? Kata di mana? Tidak pernah disabdakan Nabi saw., seperti telah kami buktikan.”

Kami harap para pembaca dapat memperhatikan kalimat yang kami garisbawahi. Inilah dasar pemahaman abusalafy ketika ingin menyanggah ideologi keberadaan Allah di atas ‘Arsy-Nya. Dia punya keyakinan bahwa dalil-dalil yang menyatakan semacam itu, hendaklah dita’wil yaitu diartikan dengan makna lainnya dan jangan dipahami secara zhohir (tekstual). Inilah kerancuan abusalafy ketika memahami nama dan sifat Allah.

Para pembaca sekalian, yang dimaksud dengan memahami secara zhohir (tekstual) adalah memahami makna yang tertangkap langsung di dalam benak pikiran. Kami contohkan adalah ketika kita mengatakan, “Ali melihat singa.” Maka makna yang tertangkap adalah Ali benar-benar melihat binatang buas yang dinamakan singa. Inilah yang dimaksudkan memahami secara zhohir. Walaupun masih ada kemungkinan makna singa di situ bisa dengan makna lainnya seperti berarti pemberani. Misalnya kita katakan, “Ali Sang Singa menaklukan musuh-musuhnya.” Yang dimaksudkan di sini bukan singa binatang buas, namun bermakna pemberani karena dipahami dari konteks kalimat. Namun kalau kita mendengar kata singa secara sendirian, tentu yang tertangkap dalam benak kita adalah singa yang termasuk binatang buas.

Ketika memahami sifat Allah pun mesti seperti itu. Hendaklah kita memahami secara zhohir, sesuai makna yang tertangkap dalam benak kita tanpa kita takwil (palingkan) ke makna lainnya tanpa adanya indikator atau dalil. Inilah yang diperintahkan dalam Al Qur’an ketika kita memahami ayat Al Qur’an. Coba kita perhatikan ayat-ayat berikut ini. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ (192) نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ (193) عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ (194) بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ (195)

“Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (QS. Asy Syu’ara: 192-195). Lihatlah ayat ini menegaskan bahwa Al Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab yang jelas, yang artinya bisa langsung kita pahami.

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآَنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur'an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).” (QS. Asy Syu’ara: 192-195). Ayat ini pun demikian yaitu menjelaskan bahwa Al Qur’an itu diturunkan dengan bahasa Arab yang mudah dipahami secara zhohir, tanpa perlu dipalingkan ke makna lainnya.

Begitu pula Allah Ta’ala memerintahkan agar kita mengikuti apa yang Allah turunkan, artinya sesuai yang kita pahami di benak kita. Allah Ta’ala berfirman,

اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya.” (QS. Al A’rof: 3)

Apabila Allah Ta’ala menurunkan Al Qur’an dengan bahasa Arab agar mudah direnungkan dan dipahami, lalu Allah memerintahkan untuk mengikutinya, maka wajib bagi kita memahami ayat-ayat yang ada secara zhohirnya sesuai yang dimaksudkan oleh bahasa Arab kecuali jika hakekat syar’i yang dikehendaki bukanlah demikian. Begitu pula hal ini berlaku pada ayat-ayat yang menjelaskan sifat Allah (tangan, wajah, istiwa’, dsb). Bahkan berpegang dengan zhohir pada nash-nash yang menjelaskan sifat Allah lebih utama kita praktekan karena penunjukkan sifat Allah harus tauqifiy (harus dengan dalil), tidak ada ruang bagi akal untuk merinci sifat Allah.

Jika ada yang mengatakan, “Janganlah pahami ayat yang menunjukkan sifat Allah secara zhohir, karena makna zhohir bukanlah yang dimaksudkan?” Kita jawab, “Apa yang dimaksud dengan zhohir yang kalian inginkan?”

[Pertama] Kalau yang kalian maksudkan adalah memahami makna yang tertangkap pada nash denagn memahami sifat Allah tersebut sesuai dengan yang layak bagi-Nya tanpa melakukan tamtsil (penyamaan dengan makhluk), maka ini benar. Hal ini wajib diterima dan diimani oleh setiap hamba. Karena tidak mungkin Allah menceritakan mengenai sifat-sifat-Nya, lalu itu bukan yang Allah inginkan dan tanpa menjelaskannya pada hamba-Nya.

[Kedua] Namun jika zhohir yang dimaksudkan adalah memahami sifat Allah dengan melakukan tamtsil (menyamakan sifat tersebut dengan sifat makhluk), maka inilah makna yang tidak diinginkan. Sebenarnya makna ini bukan makna zhohir dari dalil Al Kitab dan As Sunnah yang menjelaskan mengenai sifat Allah. Karena pemahaman zhohir semacam ini adalah pemahaman kufur dan batil serta terbantahkan dengan dalil dan ijma’ (kesepakatan para ulama).[3]

Silakan pembaca menilai pernyataan abusalafy di atas yang menyatakan sifat Allah mesti dita’wil. Pernyataan ini sungguh melenceng dari ijma’ (kesepakatan ulama). Lihat baik-baik klaim ijma’ dari pernyataan ulama berikut ini.

Memahami Sifat Allah Secara Zhohir adalah Ijma’ (Kesepakatan Para Ulama)

Al Imam Al Khothobiy rahimahullah mengatakan, “Madzhab salaf dalam mengimani sifat Allah adalah menetapkan dan memahaminya secara zhohir (tekstual), mereka menolak menyebutkan hakikat (kaifiyah) sifat tersebut dan mereka tidak melakukan tasybih (menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk).”[4]

Al Hafizh Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah, “Ahlus Sunnah berijma’ (bersepakat) dalam menetapkan sifat Allah yang terdapat dalam Al Kitab dan As Sunnah, mereka memahaminya sesuai dengan hakikatnya dan bukan dipahami secara majas. Namun ingatlah mereka tidak menyebutkan kaifiyah sifat tersebut (seperti menggambarkan bagaimana bentuk tangan dan wajah Allah, pen). Berbeda halnya dengan Jahmiyah, Mu’tazilah dan Khowarij; mereka semua mengingkari sifat Allah, mereka tidak mau memahami sesuai dengan makna hakikatnya. Mereka malah menganggap bahwa orang-orang yang menetapkan sifat sebagai musyabbihah (menyerupakan Allah dengan makhluk). Namun menurut mereka yang menetapkan sifat bagi Allah (yaitu Ahlus Sunnah) menilai bahwa Mu’tazilah,cs–lah yang telah menafikan (meniadakan) Allah sebagai sesembahan.”[5]

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Para salaful ummah dan para imam telah bersepakat (berijma’) bahwa nash-nash yang menjelaskan sifat Allah haruslah dipahami secara zhohir (tekstual) sesuai dengan sifat yang layak bagi Allah tanpa melakukan tahrif (penyelewengan makna). Dan ingatlah bahwa memahami secara sifat Allah secara zhohir tidak berarti kita menyamakan Allah dengan makhluk.”[6]

Jadi, kenapa kita harus pahami dalil-dalil yang menjelaskan sifat Allah secara zhohir (seperti sifat tangan, wajah, ghodob (murka), istiwa’ Allah)? Jawabannya:

1. Tidak mungkin bagi Allah membicarakan sesuatu, namun itu bukan yang Dia inginkan atau menyelisihi zhohirnya tanpa ada penjelasan.
2. Menetapkan sifat bagi Allah adalah tauqifi yaitu butuh dalil, sehingga kalau makna sifat Allah mau diselewengkan dari makna zhohir harus dengan dalil.
3. Inilah kesepakatan (ijma’) para ulama ahlus sunnah.

Tuduhan: Menetapkan Sifat Allah Berarti Melakukan Tasybih

Inilah tuduhan lainnya dari abusalafy dalam beberapa tulisannya terhadap orang yang menetapkan Allah berada di atas langit. Beliau menyebut mereka yang menetapkan sifat semacam itu sebagai mujassimah atau musyabbihah, yang berarti menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Inilah yang diisyaratkan oleh Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni. Beliau rahimahullah mengatakan, “Mu’tazilah, Jahmiyah dan semacamnya yang menolak sifat Allah, mereka menyebut setiap orang yang menetapkan sifat bagi Allah sebagai mujassimah atau musyabbihah. Bahkan di antara mereka menyebut para Imam besar yang telah masyhur (seperti Imam Malik, Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad dan pengikut setia mereka) sebagai mujassimah atau musyabbihah (yang menyerupakan Allah dengan makhluk).”.

Nu’aim bin Hammad Al Hafizh rahimahullah mengatakan, “Siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, maka dia kafir. Siapa yang mengingkari sifat Allah yang Allah tetapkan bagi diri-Nya, maka dia kafir. Namun, menetapkan sifat yang Allah tetapkan bagi diri-Nya atau yang ditetapkan oleh Rasul-Nya tidaklah disebut tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk).”

Ishaq bin Rohuwyah rahimahullah mengatakan, “Yang disebut tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk), jika kita mengatakan, ‘Tangan Allah sama dengan tanganku atau pendengaran-Nya sama dengan pendengaranku.’ Inilah yang disebut tasybih. Namun jika kita mengatakan sebagaimana yang Allah katakan yaitu mengatakan bahwa Allah memiliki tangan, pendengaran dan penglihatan; dan kita tidak sebut, ‘Bagaimana hakikat tangan Allah, dsb?’ dan tidak pula kita katakan, ‘Sifat Allah itu sama dengan sifat kita (yaitu tangan Allah sama dengan tangan kita)’; seperti ini tidaklah disebut tasybih. Karena ingatlah Allah Ta’ala berfirman,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy Syuro: 11)

Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan, “Seandainya menetapkan ketinggian bagi Allah Ta’ala (di atas seluruh makhluk-Nya) bermakna tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk), maka setiap orang yang menetapkan sifat yang lainnya bagi Allah Ta’ala seperti menetapkan bahwa Allah itu Qodir (Maha Kuasa), Allah itu saami’ (Maha Mendengar) atau Allah itu bashiir (Maha Mendengar), orang-orang yang menetapkan seperti ini juga haruslah disebut musyabbihah. Namun tidak seorang muslim pun pada hari ini yang mereka menisbatkan diri pada Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan bahwa orang yang menetapkan sifat-sifat tadi bagi Allah adalah musyabbihah (melakukan tasybih atau menyerupakan Allah dengan makhluk), berbeda dengan para penolak sifat Allah yaitu Mu’atzilah, dll.”[7]

Ringkasnya, jika kita yang menyatakan Allah di atas langit adalah musyabbihah, maka seharusnya engkau katakan pula pada orang-orang yang menetapkan sifat mendengar, melihat, bahkan sifat wujud adalah musyabbihah karena sifat-sifat ini juga ada pada makhluk. Namun, pasti engkau akan mengelak, tidak mau mengatakan demikian.

Jadi, jika kami mengatakan bahwa Allah di atas langit, di atas seluruh makhluk-Nya, itu bukanlah berarti Allah serupa dengan makhluk. Jadi kami yang menetapkan sifat bukanlah musyabbihah, seperti kleim Anda.

Justru orang yang menolak sifat Allah atau mengatakan, ‘Allah tidak berada di atas langit’, karena tidak boleh kita pahami ayat-ayat yang menyatakan demikian secara zhohirnya, namun makna yang lainnya’; mereka itulah sebenarnya musyabbihah? Kok, tuduhan ini bisa berbalik?

Ini buktinya. Perlu diketahui bahwa setiap orang yang menolak sifat Allah (mu’athilah) sebelumnya mereka terlebih dahulu menyerupakan sifat Allah dengan makhluk (melakukan tasybih). Sebelumnya mereka berpikir, “Kalau kita menetapkan sifat tangan, wajah, dan sifat lainnya bagi Allah, maka ini sama saja kita menyerupakan Allah dengan makhluk”. Lalu agar sifat Allah tidak sama dengan makhluk, setelah itu mereka menolak sifat Allah, yaitu menolak sifat tangan, wajah, dan sifat lainnya. Inilah pemikiran mu’athilah (para penolak sifat) pertama kali. Sehingga para ulama mengatakan, “Kullu mu’athil musyabbih”, yaitu setiap orang yang menolak sifat Allah, mereka juga adalah orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk (melakukan tasybih). Karena takut menyerupakan Allah, akhirnya mereka menolak sifat Allah. Jadi siapakah sebenarnya yang musyabbihah atau muja

TIPS ATASI SAKITNYA PUTUS CINTA

Setiap orang pasti pernah merasakan ditinggalkan oleh kekasihnya. Dalam kondisi tertentu orang akan merasa frustasi dan semangat hidup akan menurun. bekerja jadi tidak serius dan patah semangat. Anda Tentu tidak mau terus terpuruk dalam kesedihan setelah putus cinta dari pasangan anda. Agar Anda terus survive, berikut ada beberapa tips untuk mengobati sakit hati Anda. Tips ini merupakan ramuan khusus kepada anda semua.

1. Yakinkan diri Anda bahwa si mantan bukan orang satu-satunya orang yang bisa membahagiakan Anda. Masih banyak orang lain yang lebih cocok tanpa harus menyakiti Anda seperti dia.

2. Beri napas untuk diri sendiri. Hari ini berikan dispensasi untuk menangis jika ingin menangis, mengunci diri di kamar tanpa menyisir rambut, melakukan hal yang ingin Anda lakukan. Tapi ingat, batasi maksimal 24 jam saja.

3. Ucapkan mantera sakti Anda setiap pagi setelah bangun tidur. Kalimat seperti, Saya tak butuh pria macam dia atau Hes not worth for me to love, ini adalah terapi diri yang manjur.

4. Melupakan diet untuk sementara dapat dimaafkan. Memakan coklat lezat favorit Anda, dapat menjadi semacam vaksin. Setiap gigitan coklat Anda memberikan phenylethylamine, semacam zat kimia yang keluar saat Anda jatuh cinta.

5. Get the new fresher look! Pergilah ke salon, mengganti model atau warna rambut dan membuat penampilan Anda lebih segar. Tak akan ada yang menyangka Anda sebagai si gadis patah hati.

6. Singkirkan semua barang yang berkaitan dengannya. Mulai dari foto, surat cinta, shaver dia yang ketinggalan, sampai dengan teddy bear bertulisan I Love U pemberiannya.

7. Some exercise will help. Menurut physical trainer Amerika, Kathy Kaehler, gerakan senam dapat merangsang hormone yang bisa membuat Anda merasa nyaman. Selaraskan gerakan senam dengan lagu-lagu yang membangkitkan semangat seperti Independent woman yang dinyanyikan oleh Destinys Child atau I will survive-nya Gloria Gaynor.

8. Hang-out dengan teman-teman Anda. Sudah lama tidak ber-ladies-nite-out? Kini Anda bebas kembali tanpa ada kewajiban lapor atau dilarang pergi.

9. Kenakan baju bernuansa hijau. Menurut teori terapi warna, hijau selalu diasosiasikan dengan hati, dengan memakai pakaian hijau perasaan Anda akan mendapat energi yang diperlukan.

10. Sounds clich, but it works! Tanamkan di kepala Anda, soulmate Anda yang sesungguhnya dan lebih baik dari dia telah menanti di luar sana.

Rabu, 26 Mei 2010

Ringan di Lisan Berat di Timbangan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua buah kalimat yang ringan di lisan namun berat di dalam timbangan, dan keduanya dicintai oleh ar-Rahman, yaitu ‘Subhanallahi wabihamdihi, subhanallahil ‘azhim’.” (HR. Bukhari [7573] dan Muslim [2694])

Syaikh al-Utsaimin rahimahullah menerangkan, “Kedua kalimat ini merupakan penyebab kecintaan Allah kepada seorang hamba.” Beliau juga berpesan, “Wahai hamba Allah, sering-seringlah mengucapkan dua kalimat ini. Ucapkanlah keduanya secara kontinyu, karena kedua kalimat ini berat di dalam timbangan (amal) dan dicintai oleh ar-Rahman, sedangkan keduanya sama sekali tidak merugikanmu sedikitpun sementara keduanya sangat ringan diucapkan oleh lisan, ‘Subhanallahi wabihamdih, subhanallahil ‘azhim’. Maka sudah semestinya setiap insan mengucapkan dzikir itu dan memperbanyaknya.” (Syarh Riyadh as-Shalihin, 3/446).

Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut Allah dengan nama-Nya ar-Rahman –Yang Maha pemurah-. Hikmahnya adalah –wallahu a’lam- karena untuk menunjukkan keluasan kasih sayang Allah ta’ala. Sebagai contohnya, di dalam hadits ini diberitakan bahwa Allah berkenan memberikan balasan pahala yang banyak walaupun amal yang dilakukan hanya sedikit (lihat Taudhih al-Ahkam, 4/883)

Subhanallahi Wabihamdih
Makna ucapan subhanallah –Maha suci Allah- adalah; anda menyucikan Allah ta’ala dari segala aib dan kekurangan dan anda menyatakan bahwa Allah Maha sempurna dari segala sisi. Hal itu diiringi dengan pujian kepada Allah –wabihamdih- yang menunjukkan kesempurnaan karunia dan kebaikan yang dilimpahkan-Nya kepada makhluk serta kesempurnaan hikmah dan ilmu-Nya (lihat Syarh Riyadh as-Shalihin li Ibni Utsaimin, 3/446)

Apabila telah terpatri dalam diri seorang hamba mengenai pengakuan dan keyakinan terhadap kesucian pada diri Allah dari segala kekurangan dan aib, maka secara otomatis akan terpatri pula di dalam jiwanya bahwa Allah adalah Sang pemilik berbagai kesempurnaan sehingga yakinlah dirinya bahwa Allah adalah Rabb bagi seluruh makhluk-Nya. Sedangkan keesaan Allah dalam hal rububiyah tersebut merupakan hujjah/argumen yang mewajibkan manusia untuk mentauhidkan Allah dalam hal ibadah –tauhid uluhiyah-. Dengan demikian maka kalimat ini mengandung penetapan kedua macam tauhid tersebut –rububiyah dan uluhiyah- (lihat Taudhih al-Ahkam, 4/885)

Makna pujian kepada Allah
Al-Hamdu atau pujian adalah sanjungan kepada Allah dikarenakan sifat-sifat-Nya yang sempurna, nikmat-nikmat-Nya yang melimpah ruah, kedermawanan-Nya kepada hamba-Nya, dan keelokan hikmah-Nya. Allah ta’ala memiliki nama, sifat dan perbuatan yang sempurna. Semua nama Allah adalah nama yang terindah dan mulia, tidak ada nama Allah yang tercela. Demikian pula dalam hal sifat-sifat-Nya tidak ada sifat yang tercela, bahkan sifat-sifat-Nya adalah sifat yang sempurna dari segala sisi. Perbuatan Allah juga senantiasa terpuji, karena perbuatan-Nya berkisar antara menegakkan keadilan dan memberikan keutamaan. Maka bagaimana pun keadaannya Allah senantiasa terpuji (lihat al-Qawa’id al-Fiqhiyah karya Syaikh as-Sa’di, hal. 7)

Syaikh al-Utsaimin rahimahullah berkata, “al-hamdu adalah mensifati sesuatu yang dipuji dengan sifat-sifat sempurna yang diiringi oleh kecintaan dan pengagungan -dari yang memuji-, kesempurnaan dalam hal dzat, sifat, dan perbuatan. Maka Allah itu Maha sempurna dalam hal dzat, sifat, maupun perbuatan-perbuatan-Nya.” (Tafsir Juz ‘Amma, hal. 10)

Subhanallahil ‘Azhim
Makna ucapan ini adalah tidak ada sesuatu yang lebih agung dan berkuasa melebihi kekuasaan Allah ta’ala dan tidak ada yang lebih tinggi kedudukannya daripada-Nya, tidak ada yang lebih dalam ilmunya daripada-Nya. Maka Allah ta’ala itu Maha agung dengan dzat dan sifat-sifat-Nya (lihat Syarh Riyadh as-Shalihin li Ibni Utsaimin, 3/446).

Hal itu menunjukkan keagungan, kemuliaan, dan kekuasaan Allah ta’ala, inilah sifat-sifat yang dimiliki oleh-Nya. Di dalam bacaan dzikir ini tergabung antara pujian dan pengagungan yang mengandung perasaan harap dan takut kepada Allah ta’ala (lihat Taudhih al-Ahkam, 4/884-885).

CINTA KITA HARUM MEWANGI

Inilah aku apa adanya
Yang ingin membuatmu bahagia
Maafkan bila ku tak sempurna
Sesempurna cintaku padamu

Ini cintaku apa adanya
Yang ingin selalu di sampingmu
Ku tahu semua tiada yg sempurna
Di bawah kolong langit ini

Jalan kita masih panjang
Ku ingin kau selalu disini

Biar cinta kita tumbuh harum mewangi
Dan dunia menjadi saksinya
Untuk apa kita membuang-buang waktu
Dengan kata kata perpisahan

Demi cinta kita aku akan menjaga
Cinta kita yg telah kita bina
Walau hari terus berganti hari lagi

Cinta kita abadi selamanya

Jalan kita masih panjang
Ku ingin kau selalu disini

Biar cinta kita tumbuh harum mewangi
Dan dunia menjadi saksinya
Untuk apa kita membuang-buang waktu
Dengan kata kata perpisahan

Demi cinta kita aku akan menjaga
Cinta kita yg telah kita bina
Walau hari terus berganti hari lagi
Cinta kita abadi selamanya

Selasa, 25 Mei 2010

Ilmu dan Akhlak Pemilik Nasehat dari Samahatusy Syaikh Ibnu Baz rahimahullahu

Ilmu ibarat sebuah permata yg sangat bernilai dan tdk terkira harganya. Dengan ilmu Adam ‘alaihissalam dimuliakan di atas seluruh makhluk hingga para malaikat diperintah utk sujud kepadanya.
Yang menjadi pertanyaan di sini ilmu apakah yg paling mulia yg seharus dicari oleh seorang pencari ilmu? Jawaban adl ilmu syar’i . Ilmu inilah yg disebutkan kemuliaan oleh Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ilmu syar’i ini membahas tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala nama-nama-Nya sifat-sifat-Nya ilmu tentang hak-Nya atas hamba-hamba-Nya dan tentang syariat-Nya terhadap para hamba. Sebagaimana ilmu ini berbicara tentang jalan yg bisa menyampaikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang tujuan dan akhir yg akan dicapai seorang hamba nanti di negeri akhirat.
Dengan demikian ilmu syar’i inilah yg sepatut dicari dgn penuh semangat. Karena dengan seorang hamba bisa mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dengan seorang hamba bisa beribadah. Si hamba dapat mengetahui apa yg Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan apa yg diharamkan apa yg diridhai dan apa yg dimurkai-Nya. Dengan ilmu ini diketahui ke mana kehidupan ini akan berakhir; ada sebagian hamba yg akhir bersenang-senang di dlm surga dan sebagian besar lain sengsara dlm neraka.
Ilmu syar’i ini bertingkat-tingkat. Yang paling utama dan paling mulia adl ilmu akidah yg pembahasan berkaitan dgn Allah Subhanahu wa Ta’ala nama-nama-Nya sifat-sifat-Nya. Menyusul setelah ilmu yg berkaitan dgn hak-Nya terhadap hamba-hamba-Nya tentang hukum-hukum syariat-Nya dan ke mana akhir yg dituju oleh orang2 yg beramal. Urutan selanjut adl ilmu yg membantu dan mengantarkan pada ilmu syar’i seperti ilmu tentang kaidah-kaidah bahasa Arab istilah-istilah Islamiyah dlm ushul fiqih dan mushthalahul hadits. Demikian pula perkara-perkara lain yg berkaitan dgn ilmu syar’i yg membantu dan mendukung utk memahami secara sempurna. Termasuk ilmu yg penting dipelajari adl sirah nabawiyyah sejarah Islam biografi para perawi hadits dan para ulama Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan pemilik ilmu syar’i ini dan membesarkan keberadaan mereka. Dia Yang Maha Suci berfirman:
شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Allah telah mempersaksikan bahwa tdk ada sesembahan yg patut disembah kecuali hanya Dia bersaksi pula para malaikat dan orang2 yg berilmu dlm keadaan Allah menegakkan keadilan. Tidak ada sesembahan yg patut diibadahi melainkan Dia Yang Maha Perkasa lagi Memiliki hikmah.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengambil persaksian orang2 yg berilmu syar’i beserta para malaikat-Nya tentang keesaan-Nya. Mereka mempersaksikan bahwa Dia adl Rabb semesta alam. Dialah sesembahan yg haq sementara peribadatan kepada selain-Nya adl batil. Cukuplah ketetapan yg seperti ini sebagai pemuliaan terhadap orang2 yg berilmu.
orang2 yg berilmu dibedakan dari selain mereka sebagaimana dinyatakan Allah Subhanahu wa Ta’ala:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو اْلأَلْبَابِ
“Katakanlah ‘Apakah sama orang2 yg mengetahui dgn orang2 yg tdk mengetahui?’ Sesungguh hanya orang2 yg berakallah yg dapat menerima pelajaran.”
أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو اْلأَلْبَابِ
“Adakah orang yg mengetahui bahwasa apa yg diturunkan kepadamu dari Rabbmu itu benar sama dgn orang yg buta? Hanyalah orang2 berakal saja yg dapat mengambil pelajaran.”
Jelas tidaklah sama antara yg satu dgn yg lain. Orang yg mengetahui bahwa petunjuk yg Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan itu benar ada sebagai suatu jalan keselamatan tidaklah sama dgn orang2 yg buta dari jalan tersebut dan buta tentang ilmu syar’i.
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menerangkan bahwa Dia mengangkat derajat orang2 yg berilmu. Hal itu tidaklah mereka capai melainkan krn besar kebaikan dan kemanfaatan yg mereka berikan kepada manusia. Oleh krn itulah ada seorang alim yg berkata “Alangkah bagus apa yg mereka berikan kepada manusia namun sebalik alangkah jelek perbuatan manusia kepada mereka.”
Mereka memberikan bimbingan kepada manusia menuju kebaikan menunjukkan mereka kepada kebenaran dan menyampaikan mereka kepada petunjuk. Tokoh pemilik ilmu yg terdepan adl para rasul. Mereka adl pemberi petunjuk dan penyampai dakwah. Mereka merupakan orang yg paling tahu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan syariat-Nya.
Kemudian orang yg paling utama setelah para rasul adl yg paling mengikuti jejak rasul dan paling tahu apa yg mereka bawa paling sempurna ajakan kepada manusia utk menuju agama Allah Subhanahu wa Ta’ala bersabar dlm berdakwah dan memberi bimbingan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah mengangkat orang2 yg beriman di antara kalian dan orang2 yg memiliki ilmu dgn beberapa derajat.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan bahwa orang2 berilmulah yg benar-benar takut/khasyah kepada-Nya dgn khasyah yg sempurna sebagaimana dlm firman-Nya:
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللهَ عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ
“Hanyalah yg takut kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya adl para ulama.”
Ulama adl orang2 yg kenal dgn Allah Subhanahu wa Ta’ala mengenal nama dan sifat-sifat-Nya serta mengetahui syariat-Nya yg disampaikan oleh para rasul-Nya. Karena itulah Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada beberapa orang yg menganggap kecil ilmu yg beliau bimbingkan dgn mengatakan “Kami tdk sama sepertimu wahai Rasulullah! Allah telah mengampuni dosamu yg telah lalu dan yg belakangan.” Beliau menjawab “Ketahuilah demi Allah! Sungguh aku lbh takut kepada Allah daripada kalian dan lbh bertakwa kepadanya.”
Banyak sekali hadits yg datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg memuat tentang keutamaan ilmu di antara hadits:
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa yg menempuh suatu jalan utk mencari ilmu Allah akan mudahkan bagi dgn ilmu tersebut jalan menuju surga.”
Hadits di atas menunjukkan kepada kita bahwa para penuntut ilmu agama berada di atas kebaikan yg besar. Mereka di atas jalan keberuntungan dan kebahagiaan tentu bila benar/lurus niat dlm menuntut ilmu krn mengharapkan wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ingin mengamalkan bukan krn riya` dan sum’ah atau tujuan-tujuan dunia lainnya.
Ia mempelajari ilmu hanya krn ingin mengetahui agama mengetahui perkara yg Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan kepadanya. Dan bermaksud mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya hingga ia belajar dan mengamalkan ilmu serta mengajarkan kepada orang lain.
Setiap jalan yg ia tempuh dlm menuntut ilmu adl jalan menuju surga baik jalan tersebut secara hakiki ataupun maknawi. Perjalanan jauh yg ditempuh dari satu negeri menuju ke negeri lain berpindah dari satu halaqah ke halaqah yg lain dari satu masjid ke masjid lain dgn tujuan mencari ilmu ini semua teranggap jalan yg ditempuh guna beroleh ilmu. Demikian pula diskusi tentang kitab-kitab ilmu meneliti dan menulis semua pun teranggap jalan guna beroleh ilmu.
Dengan demikian sepantas bagi penuntut ilmu utk memerhatikan seluruh jalan yg bisa mengantarkan kepada ilmu dan bersemangat menempuh krn mengharapkan wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan negeri akhirat. Ia sepantas berkeinginan mendalami agama ingin tahu perkara yg diwajibkan pada dan yg diharamkan ingin mengenal Rabb di atas bashirah dan bayyinah kemudian mengamalkannya. Ia pun ingin menyelamatkan manusia hingga ia berdiri sebagai orang yg mengajak kepada petunjuk dan menolong kebenaran membimbing manusia kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas ilmu dan petunjuk.

Orang yg seperti ini keadaan mk tidur pun ternilai jalan menuju surga bila ia tidur dgn tujuan agar mendapat kekuatan dlm menuntut ilmu agar dapat menunaikan pelajaran dgn baik atau agar mendapat kekuatan utk menghafal kitab ilmu atau utk safar dlm menuntut ilmu. Tidur orang yg seperti ini ternilai ibadah demikian pula kegiatan yg lain bila disertai niat yg benar. Beda hal dgn orang yg jelek niat ia berada dlm bahaya yg besar. dlm sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى، لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا، لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Siapa yg mempelajari ilmu yg seharus dipelajari dlm rangka mengharapkan wajah Allah namun ternyata mempelajari krn ingin beroleh materi dari dunia ini ia tdk akan mencium wangi surga pada hari kiamat.”
Ini merupakan ancaman yg besar bagi orang yg jelek niatan dlm menuntut ilmu. Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوْهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللهُ النَّارَ
“Siapa yg menuntut ilmu dgn tujuan utk mendebat ulama atau utk debat kusir dgn orang2 bodoh atau utk memalingkan wajah-wajah manusia kepada mk Allah akan memasukkan ke dlm neraka2.”
Telah datang pula dlm hadits yg shahih sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg menyatakan bahwa ada tiga golongan manusia kelak pada hari kiamat api neraka utk pertama kali dinyalakan guna membakar mereka. Di antara tiga golongan tersebut adl orang yg mencari ilmu dan membaca Al-Qur`an krn niat selain Allah Subhanahu wa Ta’ala ia belajar ilmu agar dikatakan alim dan membaca Al-Qur`an agar dikatakan qari`.3
Oleh krn itu wahai hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala wahai penuntut ilmu hendak engkau ikhlas dlm beribadah dan meniatkan hanya utk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hendak pula engkau bersungguh-sungguh dan penuh semangat dlm menempuh jalan-jalan ilmu dan bersabar di atas kemudian mengamalkan apa yg terkandung dlm ilmu tersebut. Karena tujuan dari belajar ilmu adl utk diamalkan bukan krn ingin dikatakan alim atau pun mendapatkan ijazah. Namun tujuan adl agar engkau dapat mengamalkan ilmumu dan membimbing manusia menuju kebaikan dan agar engkau menjadi pengganti para rasul dlm dakwah kepada kebenaran.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dlm hadits yg shahih:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
“Siapa yg Allah kehendaki kebaikan bagi Allah akan faqihkan dia dlm agamanya.”
Hadits di atas menunjukkan keutamaan ilmu. Bila Allah Subhanahu wa Ta’ala menginginkan seorang hamba beroleh kebaikan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memahamkan dlm agama-Nya hingga ia dapat mengetahui mana yg benar mana yg batil mana petunjuk mana kesesatan. Dengan pula ia dapat mengenal Rabb dgn nama dan sifat-sifat-Nya serta tahu akan keagungan hak-Nya. Ia pun tahu akhir yg akan diperoleh para wali Allah Subhanahu wa Ta’ala dan para musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dari keterangan yg ada tahulah kita betapa besar dan mulia ilmu.
Ilmu merupakan sesuatu yg paling afdhal dan paling mulia bagi orang yg Allah Subhanahu wa Ta’ala perbaiki niatnya. Karena ilmu akan mengantarkan seseorang utk mengetahui kewajiban yg paling utama dan paling besar yaitu mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengikhlaskan ibadah untuk-Nya. Ilmu juga menyampaikan seseorang utk mengetahui hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dan apa yg diwajibkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dengan demikian ilmu adl kewajiban besar yg akan menyampaikan kepada penunaian kewajiban-kewajiban yg besar. Tidak ada kebahagiaan yg diperoleh para hamba dan tdk ada keselamatan bagi mereka kecuali dgn pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian dgn ilmu agama berpegang dgn ilmu dan istiqamah di atasnya.
Ulama merupakan sebaik-baik manusia dan paling utama di muka bumi ini. Yang terdepan dari mereka tentu para rasul dan para nabi ‘alaihimussalam. Mereka adl qudwah . Mereka merupakan asas/fondasi dlm dakwah ilmu dan keutamaan. Setelah mereka adl ahlul ilmi sesuai dgn tingkatannya. Yang paling tahu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala nama dan sifat-sifat-Nya yg paling sempurna dlm amal dan dakwah mk dialah orang yg terdekat dgn para rasul paling dekat derajat dan kedudukan dgn para rasul di dlm surga kelak. Ahlul ilmi adl pemimpin di bumi ini cahaya dan pelita bagi bumi. Mereka membimbing manusia menuju jalan kebahagiaan memberi petunjuk kepada manusia menuju sebab-sebab keselamatan dan menggiring mereka kepada perkara yg diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala serta menjauhkan mereka dari sebab-sebab kemurkaan dan adzab-Nya.

1 Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dlm Shahih Abi Dawud -pent.
2 HR. At-Tirmidzi dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dlm Shahih At-Tirmidzi -pent.
3 Seperti ditunjukkan dlm hadits yg panjang diriwayatkan Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullahu berikut ini: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ يَنْزِلُ إِلَى الْعِبَادِ لِيَقْضِيَ بَيْنَهُمْ، وَكُلُّ أُمَّةٍ جَاثِيَةٍ. فَأَوَّلُ مَنْ يَدْعُو بِهِ رَجُلٌ جَمَعَ الْقُرْآنَ وَرَجُلٌ قُتِلَ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَرَجُلٌ كَثِيْرُ الْمَالِ. فَيَقُوْلُ اللهُ لِلْقَارِئِ: أَلَمْ أُعَلِّمْكَ مَا أَنْزَلْتُ عَلَى رَسُوْلِي؟ قَالَ: بَلى يَا رَبِّ. قَالَ: فَمَاذَا عَمِلْتَ فِيْمَا عُلِّمْتَ؟ قَالَ: أَقُوْمُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ. فَيَقُوْلُ اللهُ لَهُ: كَذَبْتَ. وَتَقُوْلُ لَهُ الْمَلائِكَةُ: كَذَبْتَ. وَيَقُوْلُ اللهُ: بَلْ أَرَدْتَ أَنْ يُقَالَ: إِنَّ فُلاَنًا قَارِئٌ، فَقَدْ قِيْلَ ذَاكَ — الْحَدِيْثَ
“Sesungguh Allah Tabaraka wa Ta’ala pada hari kiamat nanti turun kepada hamba-hamba-Nya utk memutuskan perkara di antara mereka. mk yg pertama dipanggil adl seseorang yg hafal Al-Qur`an orang yg terbunuh di jalan Allah dan orang yg banyak hartanya. Allah berfirman kepada si pembaca Al-Qur`an “Bukankah telah Aku ajarkan kepadamu apa yg Aku turunkan kepada Rasul-Ku?” “Ya wahai Rabbku” jawab si qari. “Lalu apa yg engkau amalkan dari ilmu yg telah diajarkan kepadamu?” ta Allah. Ia menjawab “Aku menegakkan malam dan siang.” Allah bersabda kepada si qari “Engkau dusta.” Para malaikat pun berkata yg sama “Engkau dusta.” Allah berfirman “Bahkan engkau ingin dikatakan ‘Fulan seorang ahli membaca Al-Qur`an’ dan sungguh orang2 telah mengatakan seperti itu.
Dan seterus dari hadits tersebut sampai pada akhir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُولَئِكَ الثَّلاَثَةُ أَوَّلُ خَلْقِ اللهِ تُسْعَرُ بِهِمُ النَّارُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Tiga golongan ini merupakan makhluk Allah pertama yg api neraka
dinyalakan utk membakar mereka pada hari kiamat.”
dan semoga kita bukan termasuk dari ketiga orang yang disebut diatas

WASSALAMU'ALLAIKUM

Sabtu, 22 Mei 2010

Makna Zikir dalam Al-Qur’an

1. Al-Qur’an

Dzikir itu artinya al-Qur’an sebagaimana firman Allah,

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya(Q.S. al-Hijr: 9)

Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan (Q.S. An-Nahl: 44)


Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Q.S. Ar-Ra’du: 28)

Semua kata “dzikr” dalam ayat-ayat di atas maksudnya al-Qur’an. Imam Ibnu Qoyyim berpendapat, “Dzikrullah itu ialah al-Qur’an yang telah Allah turunkan kepada Rasul-Nya, dengannya akan tenang hati orang yang beriman, karena hati tidak akan tenang kecuali dengan iman dan yakin. Dan tidak ada jalan untuk memperoleh keimanan dan keyakinan kecuali dengan al-Qur’an“

Demikian firman Allah, juga ayat


maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui (An-Nahl:43)

Yang dimaksud ahli dzikir disini bukanlah yang suka membaca kalimat dzikir seperti membaca laailaha illallah 1000 kali dsb, tapi ahli dzikir di sini maksudnya ialah yang menguasai al-Qur’an dan Sunnah.

Mengapa al-Qur’an dikatakan dzikr, karena al-Qur’an berfungsi sebagai pengingat penggugah, dan penyadar. Dan arti dzikir itu sendiri ialah ingat, sadar.

Banyak bukti terjadi pada jaman Nabi saw, bagaimana orang yang asalnya tidak percaya kepada Allah, tidak mau melaksanakan perintah-Nya, dengan adanya al-Qur’an mereka menjadi sadar untuk mengabdi dan berbakti kepada Allah

Pada suatu saat umar marah, ketika mendengar kabar bahwa Nabi Muhammad saw. meninggal, sambil menghunus pedang ia berseru, siapa yang mengatakan bahwa rasul telah meninggal! Lalu Abu Bakar dating menghampirinya sambil membacakan ayat, “wa maa muhammdun illa rasuul …” yang artinya “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?” (Q.S. Ali Imran: 144), seketika itu pula umar sadar, lalu berkata, seolah-olah aku belum pernah mendengar ayat ini.

Suatu hari, Ali Zainal Abidin, cucunya Ali bin Abi Thalib, menyuruh pembantunya uantuk mebawakan air wudhu, tanpa sengaja pembantunya tersebut menumpahkan air ke kakinya serta melukainya, Ali lalu marah kepadanya, sampai-sampai mau menempeleng dan menyiksanya. Dengan tenang pembantunya, membacakan ayat tentang ciri orang yang bertakwa ialah , wal kaazhimiina ghaizha, saat itu juga Ali sadar dan menjawab, ya saya tahan amarah saya, lalu dibacakan lagi lanjutan ayat tersebut, wal ‘aafiin ‘aninnas, Ali menjawab, ya saya maafkan kamu, kemudian ia melanjutkan lagi, wallaahu yuhibbul muhsinin, lalu Ali berkata, pergilah kamu, sekarang kamu menjadi manusia yang bebas.

Inilah bukti bahwa al-Qur’an merupakan, pengingat, penggugah, dan penyadar bagi manusia.

2. Sholat


Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.(Q.S. Thaha: 14)


dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S. Al0Ankabut: 45)

Ibnu ‘Atiyah berkata, “Sesungguhnya dalam sholat itu ada tiga hal, setiap shalat yang tidak terdapat padanya ketiga hal tersebut maka tidak dinilai shalat yang sempurna, yaitu ikhlas, rasa takut kepada allah, dan mengingat allah”

Orang Thaif adalah kaum yang paling terlambat menerima Islam, dan akhirnya mereka menerima Islam dengan persyaratan bahwa meraka hanya akan melaksanakan kewajiban shalat saja, sementara kewajiban yang lainnya, mereka belum siap melaksanakannya. Akhirnya, Rasul pun mengabulkan persyaratan mereka tersebut.

Setelah mereka menjalankan ibadah shalat, dana mersapi setiap bacaan shalat, akhirnya meraka sadar lalu menghadap Rasulullah, dan berkata, ya Rasulullah, dulu kami menolak untuk melaksanakan, zakat, shaum, dan kewajiban yang lainnya, sekarang kami sadar, dan siap untuk melaksanakan semua kewajiban yang yang diperintahkan kepada kami. Ini menjadi bukti bahwa dengan shalat yang benar, ternyata mereka menjadi sadar.

Apalagi bagi Rasulullah, jika beliau menghadapi suatu urusan yang tegang, berat, Nabi biasanya suka shalat 2 rakaat, untuk menenangkan, menyegarkan, dan berpikir lebih jernih.

Bahkan untuk menghentikan riba pun, ternyata juga dengan shalat. Setelah menerangkan riba, Allah menerangkan tentang shalat. Ternyata dengan shalat, diharapkan mampu menghentikan perbuatan riba. Demikianlah peran dan fungsi shalat, jika dihayati dengan benar, maka akan mampu membuat orang dapat meninggalkan fahsya dan munkar

3. Jum’at

Firman allah,

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.(Q.S. Al-Jumu’ah:9)

Jum’at merupakan dzikrullah, yaitu sejak persiapan jum’at, shalat intizharnya, mendengarkan khutbahnya, dan shalatnya.

Nabi menggambarkan ada 3 klasifikasi orang yang melaksanakan jum’at

1. ada orang yang hadir jum’at tapi hampa nilainya

2. Ada orang yang berdo’a dan besar harapan untuk dikabul do’anya, ia menggunakan kesempatan dan waktu tersebut untuk berdo’a kepada Allah. Karena Allah pun menjajikan ada saat ijabah di waktu jum’at.

3. ada orang yang dengan jum’atnya tersebut menjadi pelebur dosa, yang ada diantara jum’at ke jum’at.

4. Dzikrullah

Firman allahا;
Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. 42. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. 43. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (Q.S. Al-Ahzab 41-43)

Dalam ayat ini, pertama diperintahkan agar orang-orangg beriman berdzikir kepada allah dengan dzikir yang banyak, kira-kira apa yang dimasud dzikir disini, mengingat ada ulama yang membagi dzikir itu kepada dua, dzikir dengan lisan saja dan dzikir dengan kenyataan, yaitu dengan sikap dan perilaku.

Yang dimaksud, dzikir yang banyak bukan dalam artian jumlah, seperti membaca laa ilaaha illalllah, sepuluh kali, seratus kali, seribu kali, atau tiga ribu kali, setiap malam jum’at misalnya. Padahal bilangan itu tidak ada yang banyak, seratu banyak, tapi dibanding seribu sedikit, seribu dibanding sepuluh ribu sedikit, dan seterusnya. Ini menunjukkan banyak menurut jumlah itu relative.

Kita bandingkan dengan dzikirnya orang yang munafik, “orang munafik tidak dzikir kecuali hanya sedikit saja“. Sedikit disini bukan dalam arti jumlah. Kalau orang mu’min membaca tasbih, tahmid, dan takbir 33 kali, tidak berarti orang munafiq itu membacanya dzikirnya masing-masing 10 kali.

Untuk mempraktekkan dzikir yang banyak dengan pengertian jumlah yang tadi, kadang menggunakan tasbih, tidak akan bisa dilaksanakan oleh setiap orang,

Seorang mu’min yang sadar ialah tentu saja setiap gerak langkahnya tentu saja akan ingat terhadap aturan dan ketentuan Allah di manapun merea berada.

Orang yang dzikrullah di pasar, tentu saja ia ingat bahwa tidak boleh menipu, tidak boleh berdusta, tidak boleh memanipulasi, tidak boleh berbuat curang, iangat bahwa itu semua diolarang oleeh agama Berarti ia telah berdzikir kepada Allah walaupun tidak membaca tasbih, tahmid, takbir dan sebagainya.

Yang kedua, Allah memerintahkan bertasbih kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Siang dan malam itu untuk menunjukkan waktu. Mungkin saja ada orang yang pagi sadar sore tidak, siang sadar malam tidak, dst. Oleh karena itu setiap waktu dituntut untuk dzikran katsiira, bukan dalam artian jumlah. Sementara banyak orang yang menafsirkan ayat ini dengan artian jumlah yang banyak

Misalkan wirid setelah shalat, membaca tasbih 33 kali, tahmid 33 kali, takbir 33 kali, dan tahlil sekali, jumlahnya seratus kali. Ada juga yang mengubahnya dengan laa ilaaha illalah 165 kali dengan suara yang keras dan gerakan tertentu. Dzikir dengan cara seperti ini tidak ada ketentuannya dari Rasulullah

Ada lagi dzikir khusus, katanya dalam hati manusdia itu ada beberapa bagian, manusia , untuk meni bagian ini membaca Allah 1000 kali, bagian lain 2000 kali, dst. Hal ini pun sama tida ada ketentuannya dari Rasulullah

Arti sholat dinisbahkan kepada Allah artinya memebrikan rohmat kepada manusia, shoilat dinisbahkan kepada malaikat artinya memeohonkan ampun, sholat dinisbahkan kepada manusia artinya berdo’a. Allah memberikan rahmat kepada manusia dengan menurunkan wahyunya untuk mengeluarkan manusia dari alam yang gelap ke alam yang terang benderang.

Imam al-Maraghi berkata, “Ingatlah kepada Allah dengan hati kamu, lisan kamu dan seluruh anggotamu dengan dzikir yang banyak dalam setiap keadaan kamu dengan penuh kesungguhan“.

Ada orang yang dzikir hanya dengan lisan saja, tapi tidak sadar, tidak disertai dengan hati. Seperti seorang anak kecil yang bernyanyi, “bangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi, ..”. ketika disuruh mandi ia malah marah-marah, karena ia tidak sadar dengan apa yang diucapkannya.

Atau mungkin di satu rumah yang memiliki burung beo, ketika ada tamu yang datang, burung tersebut bersuara, ’silahkan masuk’. Walaupun sampai sepuluh kali burung tersebut mempersilahkan masuk tetap saja tamu tersebut tidak akan masuk. Tapi ketika pribuminya mengatakan ’silahkan masuk, walapun Cuma sekali, maka tamu tersebut akan masuk ke rumah. Kenapa demikian, karena burung itu berkicau, kalau manusia berbicara. Kita mungkin sering merasa do’a kita tidak dikabul oleh Allah, bisa jadi karena selama ini kita hanya berkicau seperti burung, bukannya berdo’a.

(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S. Ali Imran 191)

Diantara ciri ulil albab ialah yang berdzikir dan berpikir. Ada orang yang berdzikir tapi tidak berpikir, maka akibatnya ketinggalan dalam bidang ekonomi, politik dsb. Adapula yang berpikir tapi tidak berdzikir, akibatnya orang tersebut sukses namun moralnya bejat, melakukan korupsi, manipulasi, dsb.

Nabi Isa a.s. berkata, “beruntung orang yang ucapannya mengingat Allah, diamnya bertafakur, dan pandangannya menjadi pelajaran“

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu,, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (Q.S. Al-Baqarah:152)

Ibnu Sa’id bin Jubair berkata, ayat di atas maksudnya, “Ingatlah kalian dengan melaksanakan perintah-Ku maka Aku akan mengingatmu degan memberikan ampunan-Ku.

Kalau dianalogikan, jiak ada seorang istri berpesan kepada suaminya untuk selalu mengingatnya selama perjalanannya. Tentu saja cara mengingat isterinya itu ialah dengan mengingat pesan-pesannya, apa yang dimintanya, dan apa kebutuhannya, bukan dengan menyebut-nyebut namanya selama perjalanan tapi tidak ingat akan pesan-pesannya.

Nikmat yg Dilalaikan

Banyak orang menyadari bahwa hidup dunia sangat singkat dan bersifat sementara. Namun kesadaran ini kebanyakan tdk diikuti dgn perilaku yg menghargai waktu. Alhasil waktu sering terbuang percuma tanpa kita sadari.

Ketahuilah wahai saudariku muslimah! Waktu bagi seorang muslim yg menyadari betapa berharga tujuan hidup di dunia tdk akan dibiarkan berlalu begitu saja dgn sia-sia. Ia tdk mengatakan seperti perkataan orang Barat materialis yg cinta dunia time is money. Tapi ia mengatakan “waktu itu utk ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala”. Umur kita pendek waktu kita cuma sedikit sementara kita harus mempersiapkan bekal yg banyak utk menempuh perjalanan menuju kampung akhirat bertemu dgn Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Barangkali kita semua menyadari bahwa waktu hidup kita di dunia memang hanya sebentar tdk ada yg hidup kekal. Namun entah mengapa kebanyakan dari kita tdk bisa menjaga waktu dgn baik sehingga waktu berlalu sia-sia tanpa diisi dgn amal kebaikan.
Saudariku! Di antara waktu-waktu yg kita miliki ada waktu lapang waktu senggang atau waktu yg kosong dari kesibukan. Dan waktu luang ini merupakan keni’matan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yg mesti digunakan sebaik-baik sebagai tanda syukur kepada-Nya. Namun kenyataan kebanyakan dari kita lalai akan ni’mat ini sehingga kita pun merugi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan dlm sabda yg agung:

نِعْمَتاَنِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِماَ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَةُ وَالْفَرَاغُ

“Ada dua keni’matan yg kebanyakan manusia merugi di dlm yaitu kesehatan dan waktu luang.”
Hadits yg mulia di atas memberikan beberapa faedah kepada kita:
Pertama: sepantas bagi kita memanfaatkan waktu sehat dan waktu luang utk taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengerjakan kebaikan-kebaikan sebelum hilang dua ni’mat itu. Karena waktu luang akan diikuti dgn kesibukan dan masa sehat akan disusul dgn sakit.
Kedua: Islam sangat memperhatikan dan menjaga waktu. Karena waktu adl kehidupan sebagaimana Islam memperhatikan kesehatan badan di mana akan membantu sempurna agama seseorang.
Ketiga: Dunia adl ladang akhirat. mk sepantas seorang hamba membekali diri dgn takwa dan menggunakan keni’matan yg diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala utk taat kepada-Nya.
Keempat: Mensyukuri ni’mat Allah Subhanahu wa Ta’ala adl dgn menggunakan ni’mat tersebut utk taat kepada-Nya.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Banyak orang merugi di dlm dua jenis keni’matan ini ni’mat sehat dan waktu luang. Karena bila seorang insan dlm keadaan sehat ia mampu menunaikan apa yg Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan kepada dan mampu meninggalkan apa yg Allah Subhanahu wa Ta’ala larang. Dada dlm keadaan lapang dan hati tenang. Demikian pula waktu luang bila memang ada orang lain yg menyiapkan dan mencukupi kebutuhan ia pun lepas dari beban pekerjaan.
Namun bila seseorang punya waktu luang dan ia dlm keadaan sehat mk ia banyak merugi di dalamnya. Karena kebanyakan waktu yg ada kita sia-siakan tanpa faedah. Kita memang tdk mengetahui kerugian ini di dunia akan tetapi nanti ketika ajal telah datang dan ketika terjadi hari kiamat barulah seorang insan menyadarinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

حَتَّى إِذَا جآءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قاَلَ رَبِّ ارْجِعُوْنِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صاَلِحاً فِيْماَ تَرَكْتُ

“Hingga ketika datang kematian menjemput salah seorang dari mereka ia pun berkata: ‘Wahai Rabbku kembalikanlah aku ke dunia agar aku bisa mengerjakan amal shalih yg dulu aku tinggalkan’.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُوْلُ رَبِّ لَوْ لآ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيْبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِيْنَ. وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْساً إِذَا جآءَ أَجَلُهاَ وَاللهُ خَبِيْرٌ بِماَ تَعْمَلُوْنَ

“Sebelum datang kematian menjemput salah seorang dari kalian hingga ia berkata: ‘Wahai Rabbku seandai Engkau menangguhkan kematianku sampai waktu yg dekat sehingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang2 yg shalih.’ Dan Allah sekali-kali tdk akan menangguhkan kematian seseorang apabila telah datang waktunya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yg kalian kerjakan.”
Kenyataan yg ada banyak waktu kita berlalu sia-sia tanpa kita manfaatkan dan kita pun tdk bisa memberikan manfaat kepada salah seorang dari hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita tdk merasakan penyesalan akan hal ini kecuali bila ajal telah datang. Ketika itu seorang insan pun berangan-angan agar ia diberi kesempatan kembali ke dunia walau sedetik utk beramal kebaikan akan tetapi hal itu tdk akan didapatkannya.”
Asy-Syaikh rahimahullah juga menyatakan: “Terkadang ni’mat ini luput sebelum datang kematian pada seseorang dgn sakit yg menimpa hingga ia lemah utk menunaikan apa yg Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan terhadap ia merasakan dada sempit tdk lapang dan ia merasa letih. Terkadang datang kesibukan pada diri dgn mencari nafkah utk diri sendiri dan keluarga sehingga ia terluputkan dari menunaikan banyak dari amal ketaatan.
Karena itulah sepantas bagi insan yg berakal utk memanfaatkan waktu sehat dan waktu luang dgn melaksanakan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sesuai dgn kemampuannya. Jika ia dapat membaca Al Qur’an mk hendaklah ia memperbanyak membacanya. Bila ia tdk pandai membaca Al Qur’an mk ia memperbanyak zikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bila ia tdk dapat melakukan hal itu mk ia melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Atau mencurahkan apa yg ia mampu berupa bantuan dan amal kebaikan kepada saudara-saudaranya. Semua ini adl kebaikan yg banyak namun luput dari kita dgn sia-sia.”
Saudariku mudah-mudahan apa yg tertulis dlm lembaran ini memberi faedah kepada kita. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Dia memberi taufik kepada kita utk beramal kebaikan sepanjang waktu kita di dunia ini dan semoga Dia memudahkan kita utk menjaga waktu dgn sebaik-baik mengisi dgn amal ketaatan kepada-Nya sebagai tanda syukur akan ni’mat-Nya. Mudah-mudahan dgn begitu Allah Subhanahu wa Ta’ala akan terus mengekalkan ni’mat-Nya kepada kita dan menambah dgn kemurahan dari sisi-Nya.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيْدٌ

“Dan ingatlah ketika Rabbmu memaklumkan: ‘Sesungguh jika kalian bersyukur pasti Kami akan menambah ni’mat itu kepada kalian. Dan jika kalian mengingkari ni’mat-Ku mk sesungguh azab-Ku sangat pedih’.”
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab

TAUHID RAHASIA KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHIRAT

Siapa yang tidak menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat? Kita semua tentu menginginkannya. Hanya yang perlu untuk kita pertanyakan bagaimana cara untuk meraih keduanya. Sementara, kita yakini bersama bahwa Islam adalah agama yang ajarannya universal (menyeluruh). Islam satu-satunya agama yang mendapatkan legitimasi (pengakuan) dari Sang Pemiliknya yaitu Allah 'azza wa jalla.
Islam adalah agama yang rahmatan lil alamiin. Tidak didapatkan satu ajaran pun dalam Islam yang merugikan para pemeluknya, tidak ditemukan satu prinsip pun dalam Islam yang mencelakakan para penganutnya. Tetapi pada kenyataannya banyak kalangan yang hanya menitikberatkan perhatiannya pada dunia dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Padahal Allah telah mengingatkan kita dengan firman-Nya,

"Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridloannya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu." (Al-Hadid: 20).

"Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang mereka telah usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan." (Huud: 15-16).

Para pembaca -yang semoga dirahmati Allah-, petunjuk Rasulullah shallallahu ?alaihi wasallam adalah sebaik-baik petunjuk. Siapa yang mengambilnya ia akan bahagia dan yang meninggalkannya akan celaka. Allah berfirman,
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih." (An-Nuur: 63).
Terbukti generasi yang bersamanya, yakni generasi para sahabat meraih gelar terbaik umat ini, karena mereka mengambil petunjuknya. Itulah mereka para sahabat yang telah berhasil meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Bagaimana tidak, sedang mereka mendapatkan bimbingan tauhid selama kurang lebih 13 tahun hingga akhirnya mereka memiliki landasan yang kokoh dalam kehidupannya.
Oleh karena itu, tauhid itulah sebagai landasan yang menghantarkan seseorang kepada kebahagiaan yang sebenarnya. Sebab mentauhidkan Allah adalah tujuan diciptakannya manusia. Allah berfirman,

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (Adz Dzariyaat: 56).
Ibnu Katsir berkata: makna "ya'buduun" dalam ayat ini adalah "yuwahhiduun" (mentauhidkan Allah). Al-Imam Al-Baghawi menyebutkan dalam tafsirnya bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma mengatakan: "Setiap perintah beribadah dalam Al Qur'an maka maknanya adalah tauhid."
Para pembaca -yang semoga dirahmati Allah-, bagaimana tidak dikatakan bahwa tauhid sebagai landasan yang akan menghantarkan seseorang kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, sedangkan Allah meridhai ahli tauhid. Rasulullah shallallahu ?alaihi wasallam bersabda,
"Sesungguhnya Allah meridhai kalian tiga perkara: kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, berpegang teguh dengan tali Allah semuanya dan jangan bercerai berai, dan memberikan nasihat kepada orang yang Allah jadikan pemimpin atas urusan-urusan kalian." (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

Itulah tauhid. Tauhid adalah jalan untuk mendapatkan dua kebahagiaan tersebut, sebab dengan menegakkan tauhid berarti menegakkan keadilan yang paling adil. Sementara tujuan Allah mengutus rasul-Nya dan menurunkan kitab-Nya adalah supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Allah berfirman,

"Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyatam dan telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan." (Al-Hadiid: 25).
Tauhid sebagai landasan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat karena keamanan serta petunjuk di dunia dan akhirat hanya akan dicapai oleh para ahli tauhid. Allah berfirman,

"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-An'aam: 82).
Ibnu Katsir mengatakan pada ayat ini: "Yaitu mereka yang memurnikan ibadahnya untuk Allah saja dan tidak berbuat kesyirikan dengan sesuatu apapun, mereka mendapatkan keamanan pada hari kiamat dan petunjuk di dunia dan akhirat."
Jadi memang tauhidlah yang akan menghantarkan kepada kebahagiaan yang hakiki. Karena khilafah di muka bumi serta kehidupan yang damai, aman, dan sentosa berbangsa dan bernegara hanya akan diraih melalui tauhid. Allah berfirman,

"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang sholih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi. Sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhainya untuk mereka. Dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, semula mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (An-Nuur: 55).
Para pembaca -yang semoga dirahmati Allah-, ahli tauhid mereka orang-orang yang akan mendapatkan jaminan surga dari Allah. Rasulullah shallallahu ?alaihi wasallam bersabda,
"Barangsiapa yang bertemu Allah dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, ia akan masuk surga. Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Nya dalam keadaan menyekutukan-Nya, ia akan masuk neraka." (HR. Muslim dari Jabir bin Abdillah).
Ahli tauhid mereka orang-orang yang akan berbahagia dengan syafa'atnya Rasulullah shallallahu ?alaihi wasallam . Abu Hurairah bertanya kepada Nabi shallallahu ?alaihi wasallam , "Siapakah orang yang paling berbahagia dengan syafa'atmu?" Beliau menjawab, "Orang yang mengatakan 'Lailaha ilallah' ikhlas dari lubuk hatinya." (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah).
Ahli tauhid mereka orang-orang yang terjaga dan terpelihara darah dan hartanya. Rasulullah shallallahu ?alaihi wasallam bersabda, "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak untuk diibadahi secara benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukannya, mereka terjaga dariku darahnya dan hartanya kecuali dengan hak-hak Islam, dan perhitungannya atas Allah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar).
Demikianlah para pembaca -kaum muslimin- tauhid adalah rahasia kebahagiaan dunia dan akhirat, karena yang pertama kali diwajibkan atas seorang hamba adalah tauhid. Allah berfirman,
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidak ada Ilah yang hak melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku." (Al-Anbiyaa: 25).
Rasulullah shallallahu ?alaihi wasallam berkata kepada sahabat Muadz bin Jabal radhiyallahu 'anhu ketika beliau mengutusnya ke negeri Yaman
"Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum dari Ahli Kitab. Jika Engkau mendatanginya maka serukanlah kepada mereka supaya mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah -yang berhak untuk diibadahi- kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah..." (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu).
Imam Al-Hafizh Al-Hakami mengatakan, "Kewajiban pertama atas hamba, mengenal Ar-Rahmaan (Allah) dengan tauhid." Dan tauhid juga yang menjadi kewajiban terakhir atas seorang hamba, ketika menjelang kematiannya Abu Thalib, Rasulullah shallallahu ?alaihi wasallam datang menemuinya dan berkata,
"Wahai paman, ucapkanlah 'Lailaha ilallah', kalimat yang menjadi hujjah untukmu di sisi Allah..." (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Sa'id ibnul Musayyab dari bapaknya (Musayyab)).
Rasulullah shallallahu ?alaihi wasallam juga bersabda,
"Barangsiapa yang akhir ucapannya 'Lailaha ilallah', ia akan masuk surga."
Semoga Allah memberikan taufiq kepada yang dicintai dan diridhainya. Amin ya Mujibas sailiin.

Rabu, 19 Mei 2010

SYAIR CINTAKU

Jangan terkejut dgn kata cintaku
Karena cinta itulah harta ku
Karena cinta itulah jiwa ku
Aku berjalan merangkap dgn cinta
Karena cinta itulah nafas ku
Karena cinta itulah nyawa ku
Maka biarkan aku bersyair cinta

Raih dan genggamlah erat tanganku
Akan ku tunjukkan padamu
Tentang apa yang tak kau tau
Akan ku goreskan pada hatimu
Kebenaran cinta yang satu
Allah wadzal yang kita tuju
Agar engkau tau hakekat hidupku adalah cinta dan kasihNya

Aku sayang kamu

Dan senja datang mengusik rinduku
Berteman angin dan derunya ombak
Seakan berbisik tentang cerita cinta
Menyibak tirai kerinduan

Andaikan saja kau ada disini
Berbagi rasa kisah kasih kita
Andaikan kau tahu apa yang ku rasakan
Di dalam hati kecil ini

Ku ingin kau pun mengerti
Betapa ku mencintaimu
Dan takut kehilangan dirimu kasih
Seandainya engkaupun tahu
Getar-getar yang ku rasakan
Betapa aku menyayangi dirimu

Andaikan saja kau ada disini
Berbagi rasa kisah kasih kita
Andaikan kau tahu apa yang ku rasakan
Di dalam hati kecil ini

Ku ingin kau pun mengerti
Betapa ku mencintaimu
Dan takut kehilangan dirimu kasih
Seandainya engkaupun tahu
Getar-getar yang ku rasakan
Betapa aku menyayangi dirimu

Selasa, 18 Mei 2010

SAMA2 COW! TAPI BEDA?? .:: COW GANTENG DAN COW JELEK ::.

Kalo Cowok Ganteng pendiam
Cewek-Cewek Bilang: Wow, cool banget..
Kalo Cowok Jelek pendiam
Cewek-Cewek Bilang: Ih kuper..

Kalo Cowok Ganteng begaya gaul
Cewek-Cewek Bilang: Funky bo..
Kalo Cowok Jelek begaya gaul
Cewek-Cewek Bilang: Ih norak..

Kalo Cowok Ganteng jomblo
Cewek-Cewek Bilang: Pasti dia perfeksionis
Kalo Cowok Jelek jomblo
Cewek-Cewek Bilang: Sudah jelas..kagak laku!

Kalo Cowok Ganteng jadi gay
Cewek-Cewek Bilang: Karena cowo2 juga suka
Kalo Cowok Jelek jadi gay
Cewek-Cewek Bilang: Karna cewe2 uda ga berminat

Kalo Cowok Ganteng ganti2 cewe
Cewek-Cewek Bilang: Wajar, khan dikerubutin cewe2 cantik
Kalo Cowok Jelek ganti2 cewe
Cewek-Cewek Bilang: Pasti sering diputusin cewenya

Kalo Cowok Ganteng dpt cewe cantik
Cewek-Cewek Bilang: Klop..serasi banget
Kalo Cowok Jelek dpt cewe cantik
Cewek-Cewek Bilang: Pasti main dukun..atau cewenya matre

Kalo Cowok Ganteng ditolak cewe
Cewek-Cewek Bilang: Jangan sedih, khan masi ada aku...
Kalo Cowok Jelek ditolak cewe
Cewek-Cewek Bilang: (Diam,tapi telunjuknya meliuk2 dari atas kebwh)

Kalo Cowok Ganteng diputusin cewe
Cewek-Cewek Bilang: Rugi tuh cewe..tapi rejeki buat cewe yg lain
Kali Cowok Jelek diputusin cewe
Cewek-Cewek Bilang: Akhirnya terbuka juga mata hati cewe itu...

Kalo Cowok Ganteng suka merawat wajah
Cewek-Cewek Bilang: Itu memelihara asset namanya..
Kalo Cowok Jelek suka merawat wajah
Cewek-Cewek Bilang: Buang-buang waktu aja...

Kalo Cowok Ganteng ngaku Indo campuran
Cewek-Cewek Bilang: Emang mirip-mirip bule sih..
Kalo Cowok Jelek ngaku Indo campuran
Cewek-Cewek Bilang: Campuran bemo sama becak, kali..

Kalo Cowok Ganteng penyayang binatang
Cewek-Cewek Bilang: Perasaannya halus...penuh cinta kasih
Kalo Cowok Jelek penyayang binatang
Cewek-Cewek Bilang: Sesama keluarga emang hrs saling menyayangi...

Kalo Cowok Ganteng jadi atasan
Cewek-Cewek Bilang: Cocok..tampangnya aja intelek
Kalo Cowok Jelek jadi atasan
Cewek-Cewek Bilang: Ga pantes, muka jongos...

Kalo Cowok Ganteng jago main gitar
Cewek-Cewek Bilang: Most talented boy..
Kalo Cowok Jelek jago main gitar
Cewek-Cewek Bilang: Pasti tukang ngamen..

Kalo Cowok Ganteng bawa BMW
Cewek-Cewek Bilang: Matching...keren luar dalem
Kalo Cowok Jelek bawa BMW
Cewek-Cewek Bilang: Punya majikan ya...

Kalo Cowok Ganteng ngaku pernah ML
Cewek-Cewek Bilang: Iyalah,cewenya pasti 'ngasih'...
Kalo Cowok Jelek ngaku pernah ML
Cewek-Cewek Bilang: Sama WTS mana?

Kalo Cowok Ganteng jadi biker
Cewek-Cewek Bilang: Kaya Valentino Rossi ya..
Kalo Cowok Jelek jadi biker
Cewek-Cewek Bilang: Pasti sekalian ngojek..

Kalo Cowok Ganteng kulitnya gelap
Cewek-Cewek Bilang: Si hitam Manis..
Kalo Cowok Jelek kulitnya gelap
Cewek-Cewek Bilang: Si Dakochan....

Kalo Cowok Ganteng gondrong
Cewek-Cewek Bilang: Macho..Rocker Style!
Kalo Cowok Jelek gondrong
Cewek-Cewek Bilang: Buat nutupin muka..

Kalo Cowok Ganteng suaranya bagus
Cewek-Cewek Bilang: Jadi penyanyi aja...
Kalo Cowok Jelek suaranya bagus
Cewek-Cewek Bilang: Kenapa ga jadi kenek aja..??

Kalo Cowok Ganteng bodynya berotot
Cewek-Cewek Bilang: Wiii gila, sixpack!...seksi bo!
Kalo Cowok Jelek bodynya berotot
Cewek-Cewek Bilang: Biar orang ga mratiin tampangnya,tuh..

Kalo Cowok Ganteng males difoto
Cewek-Cewek Bilang: Pasti takut fotonya kesebar-sebar
Kalo Cowok Jelek males difoto
Cewek-Cewek Bilang: Nggak tega liat hasil cetakannya ya?..

Kalo Cowok Ganteng keringetan
Cewek-Cewek Bilang: Pasti abis olahraga..sporty boo!
Kalo Cowok Jelek keringetan
Cewek-Cewek Bilang: Abis ngangkut beras di mana?

Kalo Cowok Ganteng naik MOGE
Cewek-Cewe! k Bilang: Ow..Lorenzo Lamas, bikin lemas..
Kalo Cowok Jelek naik MOGE
Cewek-Cewek Bilang: Awas, mandragade lewat..

Kalo Cowok Ganteng jadi selebritis
Cewek-Cewek Bilang: Kalo ngga model ya bintang film..
Kalo Cowok Jelek jadi selebritis
Cewek-Cewek Bilang: Pasti pelawak atau penyanyi dangdut...

Kalo Cowok Ganteng menyendiri
Cewek-Cewek Bilang: Gak mau jadi pusat perhatian
Kalo Cowok Jelek menyendiri
Cewek-Cewek Bilang: Minder kali...

Kalo Cowok Ganteng humoris
Cewek-Cewek Bilang: Orangnya asyik ya...
Kalo Cowok Jelek humoris
Cewek-Cewek Bilang: Cari perhatian tuh..

Kalo Cowok Ganteng belagu
Cewek-Cewek Bilang: Maklum beken...
Kalo Cowok Jelek belagu
Cewek-Cewek Bilang: Muke lu jauh...!!

Kalo Cowok Ganteng romantis
Cewek-Cewek Bilang: Ooh..so sweet..
Kalo Cowok Jelek romantis
Cewek-Cewek Bilang: Urgh..you make me sick!

Kalo Cowok Ganteng pake kacamata item
Cewek-Cewek Bilang: Kereen...jadi inget film Matrix
Kalo Cowok Jelek pake kacamata item
Cewek-Cewek Bilang: Cocok..tinggal kasi tongkat aja..

Kalo Cowok Ganteng minta kissing
Cewek-Cewek Bilang: Boleeh..tapi yg soft ya...
Kalo Cowok Jelek minta kissing
Cewek-Cewek Bilang: Ih jijayy..sama pispot aja sana!

Kalo Cowok Ganteng berbuat jahat
Cewek-Cewek Bilang: Nobody's perfect
Kalo Cowok Jelek berbuat jahat
Cewek-Cewek Bilang: Pantes..tampangnya aja kriminil..!!

Kalo Cowok Ganteng nuangin air kegls cewe
Cewek-Cewek Bilang: Ini baru cowo gentleman..
Kalo Cowok Jelek nuangin air kegls cewe..
Cewek-Cewek Bilang: Naluri pembantu, emang gitu..

Kalo Cowok Ganteng nolongin cewe yg diganggu preman
Cewek-Cewek Bilang: Wuih jantan..kaya difilm-film action
Kalo Cowok Jelek nolongin cewe yg diganggu preman
Cewek-Cewek Bilang: Premannya pasti temen dia...

Kalo Cowok Ganteng bersedih hati
Cewek-Cewek Bilang: "Let me be your shoulder to cry on"
Kalo Cowok Jelek bersedih hati
Cewek-Cewek Bilang:"Cengeng amat!! Lelaki bukan sih..?!"

Kalo cowo ganteng mutusin cewe
Cewek-Cewek Bilang:"ikh pasti cewenya selingkuh"
Kalo cowo jelek mutusin cewe
Cewek-Cewek Bilang:"ikh jelek2 jual mahal"

Kalo cowo ganteng pake narkoba
Cewek-Cewek Bilang: "dimaklumin dia pasti lagi frustasi"
kalo cowo jelek pake narkoba
Cewek-Cewek Bilang: "mampus aja lu sekalian"

Kalo cowo ganteng jalan2
Cewek-Cewek Bilang: "wah ada aktor darimana nih...."
kalo cowo jelek jalan2
Cewek-Cewek Bilang: "awas genderewo mau lewat"

kalo cowo ganteng diputusin cewenya
Cewek-Cewek Bilang:"ikh bego banged cewenya..."
kalo cowo jelek diputusin cewenya
Cewek-Cewek Bilang: "akhirnya selesai juga penderitaan tuh cewe"


.:: Tips untuk anda yang merasa jelek ::.
Jangan putus asa, tidak semua orang menilai manusia dari fisiknya...
DONT JUDGE THE BOOK BY THE COVER(Jangan menghukum buku karena dia meninggalkan koper)
Jangan salahkan diri anda kalau anda jelek, salahkanlah orangtua anda, karena jelek itu keturunan..
LIKE FATHER LIKE SON(Suka bapaknya, suka juga sama anaknya)

Perbaiki inner beauty anda, itu kalau anda merasa sisi luar anda udah ancur ga ketolong lagi...
THE BEAUTY IS UNDER THE SKIN(Jadi cakep kalo udah ganti kulit)

Jgn sakit ati kalo dikatain jelek, cuek aja, pokoknya kafilah m'gonggong anjing ttp berlalu..
NO GAIN WITHOUT PAIN (Ga dapet duit kalo ngga kesaki! tan dulu...kaya kuda lumping)

Jadilah diri anda sendiri, kalau anda jelek syukurilah kejelekan anda...
JUST BE YOURSELF (Kesengat tawon, itulah kamu (muka kamu))

Kalau orang lain menilai anda jelek, jangan skeptis, penilaian manusia tidak selalu benar...
THE TRUTH IS OUT THERE (Yang bener boleh keluar)

THE RIGHT MAN IN THE WRONG PLACE (Orang disebelah kanan, salah tempat..hrsnya disebelah kiri)

Cinta tidak memandang cakep atau jelek, ga percaya?
Tanyakan hal ini sama orang jelek...
LOVE IS BLIND (Pacarilah orang buta)

Sedikit dr IDCI:
Kalo anda membaca pesan ini sampe selesai, berarti anda memang merasa jelek..

Kalo anda sendiri merasa jelek, apalagi orang lain melihat anda....

Jangan menganggap kalo anda merasa jelek itu anda low profile, percayalah..orang lain pun akan setuju dgn pendapat anda, percayalah pd kata hati anda (kalau anda jelek)...

Memang CAKEP itu RELATIF...tapi kalo JELEK yà MUTLAK.

AMAL SHALIH HARUS DILANDASI IMAN

Setiap amal yang dilakukan oleh seorang beriman dan orang kafir akan berbeda hasil yang dia peroleh. Pernyataan ini merupakan keniscayaan yang Allah khabarkan kepada kita sebagaimana tersebut dalam al Qur’an surat al Kahfi ayat 1- 2 :

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَل لَّهُ عِوَجَا

(Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Qur'an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya);

قَيِّماً لِّيُنذِرَ بَأْساً شَدِيداً مِن لَّدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْراً حَسَناً

(sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik),

Iman dan amal shalih merupakan kata yang tak dapat di pisahkanartinya tak dapat berdiri sendiri. Karena huruf Wau dalam ayat ini berfungsi untuk litta’kid, dan ayat dalam al kahfi inilah merupakan jawaban atas ayat-ayat dalam al-quran surat al-nisa : 124, al anbiyaan 94, al mukmin : 40 , al baqarah : 197, al nahl : 97.. Man ‘amila ‘amalan shalihan wa huwa mu’min….

Ada beberapa syarat amal shalih sebagai tolok ukur bagi seorang beriman dalam kehidupan sehari-hari :
Muthobiqan ‘ala maa ja’a bihi al-Rasul (hendaklah amal sesuai dengan apa yang dibawa/dicontohkan oleh Rasulullah saw yaitu al-quran dan as-sunnah).
Mukhlisan ‘alallahi ta’ala ( hendaklah amal itu ikhlash karena Allah ta’ala),.yang ingin di capai adalah ridha Allah).
Mabniyyan ‘ala asasil iman wal aqidatush-shohihah ( hendaklah amal itu terbentuk atas dasar iman dan aqidah yang benar)..

Amal ibarat sebuah atap rumah dan aqidah sebagai fondasinya. Kita akan melihat bagaimana amal-amal yang dilakukan oleh seorang tanpa berfondasi aqidah atau yang dilakukan oleh orang kafir. Al Quran menjelaskan hal ini dalam surat al furqan ayat 23 :

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُوراً

(Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan , lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan)

Walaupun amal shalih itu dikerjakan namun karena tak ada fondasi, akhirnya tak ada gunanya amal tersebut. Apalagi amal shalih, sudah masuk kotak neraka dia. Demikian juga firman Allah dalam surat al-Nur ayat 39

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاء حَتَّى إِذَا جَاءهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئاً وَوَجَدَ اللَّهَ عِندَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ

(Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya) .

Bersikap Kepada Dunia Sesuai Sunnah Rasulullah

Rasulullah Muhammad SAW manusia kekasih Allah, telah diberi petunjuk oleh Allah bagaimana agar selamat hidup di dunia dan di akherat, hamba yang selalu dilindungi oleh Allah, yang diselamatkan, diampuni dan dirahmati beliau pernah bersabda yang artinya

Sesungguhnya Allah melindungi hambaNya yang mukmin dari godaan dunia dan Allah juga menyayanginya sepertihalnya kamu melindungi orangmu yang sakit dan mencegahnya dari makanan serta minuman yang kamu takuti yang akan mengganggu kesehatannya. (HR. Al Hakim dan Ahmad)

Segala puji bagi Allah, perlu bagi kita untuk menempuh jalan-jalan Rasulullah agar kita dilindungi Allah sebagaimana Allah melindungi beliau. Agar Allah melindungi hati kita, pikiran kita, kemauan kita dan perbuatan kita. Beliaupun telah mensabdakan yang artinya

Perbandingan dunia dengan akhirat seperti seorang yang mencelupkan jari tangannya ke dalam laut lalu diangkatnya dan dilihatnya apa yang diperolehnya. (HR. Muslim dan Ibnu Majah)

Sebagus apapun keadaan di dunia ini, dan banyak orang yang berlomba-lomba sekedar untuk mendapatkan kelezatan hidup di dunia, maka apa yang diperolehnya sama seperti yang digambarkan Rasulullah diatas, sehingga bagaimana kita menuntut fikiran dan hati kita untuk dapat berbuat yang menyelamatkan diri, maka semuanya harus sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulnya, Bagaimanakah cara Rasulullah mensikapi kehidupan dunia, sebagaimana hadist berikut

Aku dan dunia ibarat orang dalam perjalanan menunggang kendaraan, lalu berteduh di bawah pohon untuk beristirahat dan setelah itu meninggalkannya. (HR. Ibnu Majah)

Malaikat Jibril datang kepada Nabi Saw, lalu berkata, “Hai Muhammad, hiduplah sesukamu namun engkau pasti mati. Berbuatlah sesukamu namun engkau pasti akan dibalasi, dan cintailah siapa yang engkau sukai namun pasti engkau akan berpisah dengannya. Ketahuilah, kemuliaan seorang mukmin tergantung shalat malamnya dan kehormatannya tergantung dari ketidakbutuhannya kepada orang lain.” (HR. Ath-Thabrani)

Rasulullah menyadarkan kepada umatnya akan pendeknya waktu hidup di dunia itu, namun waktu yang sangat pendek itu sangat-sangat bermanfaat, sehingga harus diisi dengan hal-hal yang sangat bermanfaat. Malaikat jibril mengajari Rasulullah mengisi kehidupan, agar selalu berbuat kebaikan, karena seluruh amal akan dibalas, dan agar lebih mencintai Allah, karena semua yang dicintai akan berpisah, dan kemuliaan hidup didunia dapat dibangun dengan banyak bersujud kepada Allah, dan kewibawaannya dapat dipertahankan dengan bersikap suka memberi dan membantu dan tidak bersikap suka meminta dan ditolong.

Rasulullah sangat memahami hal-hal apa yang dapat merusakkan kemuliaan umat manusia, merusak hubungannya dengan Allah. Godaan-godaan apa yang dapat menjatuhkan kemuliaan dan kewibawaan manusia, belia menyampaikan kepada kita yang artinya

Dunia ini cantik dan hijau. Sesungguhnya Allah menjadikan kamu kholifah dan Allah mengamati apa yang kamu lakukan, karena itu jauhilah godaan wanita dan dunia. Sesungguhnya fitnah pertama yang menimpa bani Israil adalah godaan kaum wanita. (HR. Ahmad)

Dapat diperkirakan bahwa kamu akan diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain sebagaimana orang-orang yang berebut melahap isi mangkok (makanan). Para sahabat bertanya, “Apakah saat itu jumlah kami sedikit, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Tidak, bahkan saat itu jumlah kalian banyak sekali tetapi seperti buih air bah (tidak berguna) dan kalian ditimpa penyakit wahan.” Mereka bertanya lagi, “Apa itu penyakit wahan, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Kecintaan yang sangat kepada dunia dan takut mati.” (HR. Abu Dawud)

Kemuliaan, ketinggian dan kewibawaan umat islam dan umat manusia sering terjerembab oleh cintanya yang bersangatan kepada dunia atau juga kepada wanita, dan kemudian dua hal tersebut membawa diri mereka melupakan tugasnya kepada Allah dan kepada tugas mulia yang harus diemban. Umat islam perlu berhati-hati, sering seseorang menjadi terpana dengan panggung dunia dan sangat menyenangi keindahan panggungnya, sehingga waktunya di dunia yang sanat pendek habis hanya untuk terpana pada dunia yang akan ditinggalkan. Atau tergoda dan terpana dengan rayuan yang sangat menggiurkan dari lawan jenis yang menghabiskan waktu yang yang amat pendek di dunia ini dengan sekedar bernikmat-nikmat dengan wanita.

Rasulullah SAW sangat mewanti-wanti tentang godaan dunia, seharusnya umat islam mendasari dirinya dan anak-anak turunnya dengan ilmu agama dan melatih diri bagaima cara mengamalkannya, karena siapapun kita dapat terpeleset terjerembab dalam godaan keindahan dunia, bahkan Rasulullah sangat mengkhawatirkan tentang agama seseorang dengan ujian godaan dunia, sehingga beliau menyampaikan khabar yang artinya

Demi Allah, bukanlah kemelaratan yang aku takuti bila menimpa kalian, tetapi yang kutakuti adalah bila dilapangkannya dunia bagimu sebagaimana pernah dilapangkan (dimudahkan) bagi orang-orang yang sebelum kalian, lalu kalian saling berlomba sebagaimana mereka berlomba, lalu kalian dibinasakan olehnya sebagaimana mereka dibinasakan. (HR. Ahmad)

Betapa indahnya pesan-pesan Rasulullah SAW kepada umat Islam, keindahan dunia di jaman Modern begitu gemerlap dan menghabiskan waktu untuk disentuh dan dinikmati, bila manusia tidak waspada maka waktunya yang amat pendek di dunia habis hanya untuk mencintai dunia, dan kemudian menelantarkan tugas utamanya

Ketinggian derajad dan wibawa manusia dapat ditekuni dengan selalu beribadah kepada Allah. Bersungguh-sungguh mencintai ilmu Al-Islam(Al-Qur’an dan As-Sunnah), beriman dan beramal sholih.

Dalam jaman super modern seperti sekarang ini, membangun generasi yang sukses dunia dan akhirat harus diawali dengan fondasi ilmu, iman dan amal sholih, agar segala fasilitas dunia yang generlap tidak lagi merugikan, tetapi dapat terjadi sebaliknya yaitu dunia yang indah dan maju dapat menjadi sarana untuk tersebarnya kebenaran dan kesholihan, dengan lebih mudah dan lebih cepat serta penuh berkah. Wallahu’alam