NAMPANG DI PEMATANG SAWAH

NAMPANG DI PEMATANG SAWAH
ECTION DULU YACH...!!!

Rabu, 04 Agustus 2010

Cinta Menurut Al Qur'an

Menurut al Qur'an, manusia diciptakan Alloh SWT berpasangan lelaki -
perempuan dan kepada mereka dianugerahi perasaan cinta dan kasih
sayang, dan sudah menjadi fitrahnya bahwa manusia ingin mencintai dan
dicintai. Tercapainya kebutuhan cinta itu, jika ditunaikan secara
benar maka hal itu akan membuat manusia merasa tenteram , tenang dan
bahagia, sebaliknya cinta tidak mengikuti prosedur akan mengantar pada
penderitaan.

Dalam al Qur'an perasaan cinta antar laki perempuan disebut dengan
term mawaddah, rahmah, (Q/30:31) syaghafa,(Q/12:30) mail (Q/4:129),
dan hubb-mahabbah (Q/12:30). Term yang berbeda-beda itu menunjuk pada
rumit, mendalam dan ragamnya cinta. Cinta memang memiliki dimensi yang
sangat luas dan mendalam dimana perbedaan karakteristik itu akan
membawa implikasi pada perbedaan tingkah laku.

Cinta itu sendiri diungkap dalam bahasa Arab dengan tiga kelompok
karakteristik, yaitu (1) apresiatip (ta`dzim), (2) penuh perhatian
(ihtimaman) dan (3) cinta (mahabbah). Yang pertama, orang yang
dicintai itu menempati kedudukan harimau atau pedang, (yang ditakuti
dan dikagumi), yang kedua seperti bencana (yang harus diwaspadai) dan
ketiga seperti minuman keras (yang membuat ketagihan).

Tiga kelompok karakteristik itu terkumpul dalam ungkapan mahabbah,
orangnya disebut habib, habibah atau mahbub. Secara lebih spesifik,
bahasa Arab menyebut dengan enam puluh istilah jenis cinta, seperti
`isyqun (dalam bahasa Indonesia menjadi asyik), hilm, gharam (asmara),
wajd, syauq, lahf dan sebagainya, tetapi Al Qur'an hanya menyebut enam
term saja

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

8 Pengertian Cinta Menurut Qur'an

Menurut hadis Nabi, orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu
mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man ahabba syai'an
katsura dzikruhu), kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh cintanya
(man ahabba syai'an fa huwa `abduhu). Kata Nabi juga, ciri dari cinta
sejati ada tiga : (1) lebih suka berbicara dengan yang dicintai
dibanding dengan yang lain, (2) lebih suka berkumpul dengan yang
dicintai dibanding dengan yang lain, dan (3) lebih suka mengikuti
kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/diri sendiri. Bagi
orang yang telah jatuh cinta kepada Alloh SWT, maka ia lebih suka
berbicara dengan Alloh Swt, dengan membaca firman Nya, lebih suka
bercengkerama dengan Alloh SWT dalam I`tikaf, dan lebih suka mengikuti
perintah Alloh SWT daripada perintah yang lain.

Dalam Qur'an cinta memiliki 8 pengertian berikut ini penjelasannya:

1. Cinta mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan
"nggemesi". Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu
berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia
ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.

2. Cinta rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut,
siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis
rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding
terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang
kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi
kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya.
Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian
darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari
itu maka dalam al Qur'an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham ,
yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri,
yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata
rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana
psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim.
Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah
dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim, atau silaturrahmi artinya
menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta
mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia
akhirat.

3. Cinta mail, adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara,
sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung
kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur'an disebut
dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada
yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang
lama.

4. Cinta syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil
dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad
syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir
tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur'an menggunakan term syaghaf
ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir
kepada bujangnya, Yusuf.

5. Cinta ra'fah, yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan
norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak
tega membangunkannya untuk salat, membelanya meskipun salah. Al Qur'an
menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah
menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus
hukuman bagi pezina (Q/24:2).

6. Cinta shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku
penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur'an menyebut term ni ketika
mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan
Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja),
sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan
bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al
jahilin (Q/12:33)

7. Cinta syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur'an tetapi dari
hadis yang menafsirkan al Qur'an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5
dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan
tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma'tsur
dari hadis riwayat Ahmad; wa as'aluka ladzzata an nadzori ila wajhika
wa as syauqa ila liqa'ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya
memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu.
Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa
Nuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada
sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang
apinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa il
tihab naruha fi qalb al muhibbi

8. Cinta kulfah. yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik
kepada hal-hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang
menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada
pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur'an ketika menyatakan bahwa
Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, la
yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286)


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Indahnya keluarga

Keluarga yang direkat oleh mawaddah dan rahmah adalah pasangan dimana
masing-masing secara naluriah memiliki gelora cinta mendalam untuk
memiliki, tapi juga memiliki perasaan iba dan sayang dimana
masing-masing terpanggil untuk berkorban dan melindungi pasangannya
dari segala hal yang tidak disukainya.

Betapa banyak suami isteri yang sebenarnya kurang dilandasi oleh cinta
membara, tetapi karena masih ada rahmah, ada kasih sayang, maka rumah
tangga itu tetap berjalan baik dan melahirkan generasi yang terpuji.
Rahmah yang terpelihara pada akhirnya memang benar-benar mendatangkan
rahmat Alloh SWT berupa mawaddah.

Untuk memperoleh sakinah atau ketentraman dalam hidup pernikahan, dua
orang pasangan suami isteri itu harus bisa menyatu dalam satu ikatan.
Menurut al Qur'an surat ar Rum. tali temali perekat pernikahan itu
adalah mawaddah dan rahmah, cinta dan kasih sayang. Yang ideal
adalah jika antara suami dan isteri diikat oleh perasaan mawaddah
dan rahmah sekaligus. Dalam bahasa Arab, mawaddah mengandung arti
kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Jadi cinta
mawaddah adalah perasaan yang mendalam, luas, dan bersih dari pikiran
serta kehendak buruk. Sedangkan rahmah mengandung pengertian dorongan
psikologis untuk melindungi orang yang tak berdaya.

Mawaddah dan rahmah itu sangat ideal.Artinya sungguh betapa bahagianya
jika pasangan rumah tangga itu diikat oleh mawaddah dan rahmah
sekaligus. Sesuatu yang ideal biasanya jarang terjadi. Bagimana jika
tidak? Seandainya mawaddahnya putus, perasaan cintanya tidak lagi
bergelora, asal masih ada rahmah, ada kasih sayang, maka rumah tangga
itu masih terpelihara dengan baik.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Perekat Kesetiaan

Ikatan keluarga juga penting sebagai perekat kesetiaan, tetapi tabiat
manusia dalam ikatan kekeluargaan bersifat angin-anginan. Pameo orang
Jawa berbunyi; famili itu jika berada di tempat yang jauh baunya
wangi, tetapi jika berdekatan, apalagi serumah mudah berubah menjadi
bau busuk. Konflik antar keluarga sering lebih sulit didamaikan
dibanding konflik antar bukan keluarga.

Rumah tangga yang kesetiaannya hanya diikat oleh faktor harta benda,
tunggulah kehancuran, karena tabiat harta memang curang. Ia hanya
mau menemani dalam keadaan suka, sementara dalam keadaan duka harta
justru sering menjadi pemicu permusuhan. Pameo orang Jakarta ada yang
berbunyi: ada uang, abangku sayang, tak ada uang, abang kutendang. Ada
uang berarti abang saya, tidak ada uang abang payah.

Perekat kesetiaan yang kekal abadi adalah ikatan amal saleh, ikatan
kebajikan. Suami isteri yang diikat oleh nilai-nilai kesucian
kebajikan biasanya tahan godaan, tahan banting, tahan ombak. Di kala
suka mereka bersyukur, di kala duka mereka bersabar. Sepanjang zaman,
zaman orde lama, orde baru, zaman reformasi dan zaman apa lagi nanti
mereka tetap kuat, tabah dan indah dan bahkan kebahagiaan dan
keindahan masih tetap terasa meski yang satu sudah mendahului berada
di alam lain.

Pasangan yang demikianlah yang akan dapat menjadi pasangan bukan hanya
seumur hidup, tetapi pasangan dunia akhirat.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pilihan Terbaik

Pada ujung hadis Nabi di muka berbunyi, pilihlah wanita yang
"memiliki" agama, maka kalian akan beruntung, fadzfar bizatiddin,
taribat yadaka. Hadis tidak menyebut fadzfar mutadayyinatan (orang
beragama) tetapi bidzatiddin, orang yang memiliki agama. Kata
dzatiddin disini mengandung arti substansi (jauhar) atau sifat (`ardl)
, jadi wanita atau lelaki yang dzatiddin adalah orang yang beragama
secara substansial atau dapat dilihat sifat-sifatnya sebagai orang
yang mematuhi agama.

Lalu apa substansi agama itu? secara vertikal orang yang memiliki
agama itu mengimani, meyakini sepenuhnya adanya Alloh SWT sang
Pencipta Yang Maha besar, Maha Adil, Maha Pemurah, Maha Pengampun,
yang oleh karena itu sebagai manusia atau hamba Alloh SWT, ia tidak
sanggup untuk sombong, sewenang-wenang, kikir . Secara horizontal
orang yang beragama secara substansial akan berusaha secara maksimal
menjadikan dirinya memberikan kemanfaatan maksimal kepada manusia dan
makhluk lain, karena manusia tak lain adalah pengejawantahan kasih
sayang Alloh SWT. Nah bayangkan memiliki suami atau isteri yang
karakteristik keberagamaanya seperti itu pastilah janji Rasul akan
terbukti, yakni memperoleh keberuntungan.

Wanita atau pria bizatiddin, belum tentu yang lulusan pesantren, atau
IAIN, belum tentu yang setiap hari berjilbab rapat, belum tentu yang
pandai berkhotbah agama, karena hal itu baru indikator lahir.
Karakteristik bidzatiddin akan terasa dalam berkomunikasi, dalam
berinteraksi, dalam bertransaksi, yakni subtansi agamanya akan terasa
menyejukkan, menentramkan, membangun semangat, menumbuhkan etos,
"mengagumkan" , terkadang seperti tidak rasional tetapi setelah
direnungkan justeru sangat rasional, dan susah dimusuhi, susah pula
dipropokasi.

Dalam realita kehidupan ada orang yang beragama lebih menonjolkan
syari'at lahir sehingga agamanya nampak "gebyar-gebyar", tetapi
setelah sering berkomunikasi, lama berinteraksi dan berkali-kali
bertransaksi, lama-kelamaan "gebyar-gebyar" agamanya tidak bisa
diapresiasi, hilang kekaguman, hilang respect, meski tidak sampai
menjadi musuh.

Sebaliknya ada orang yang nampaknya sangat sederhana keberagamaanya,
bahkan seperti mualaf atau seperti abangan saja, tetapi setelah lama
berkomunikasi, berinteraksi dan bertransaksi, kekaguman muncul, sangat
respek dan menjadi sumber inspirasi dalam menghayati keindahan hidup,
dan itulah karakteristik dzatiddin yang sebenarnya dari calon isteri
atau suami.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Keluarga Bahagia

Pasangan ideal dari kata keluarga adalah bahagia, sehingga idiomnya
menjadi keluarga bahagia. Maknanya, tujuan dari setiap orang yang
membina rumah tangga adalah mencari kebahagiaan hidup. Hampir seluruh
budaya bangsa menempatkan kehidupan keluarga sebagai ukuran
kebahagiaan yang sebenarnya. Meski seseorang gagal karirnya di luar
rumah, tetapi sukses membangun keluarga yang kokoh dan sejahtera, maka
tetaplah ia dipandang sebagai orang yang sukses dan berbahagia.

Sebaliknya orang yang sukses di luar rumah, tetapi keluarganya
berantakan, maka ia tidak disebut orang yang beruntung, karena
betapapun sukses diraih, tetapi kegagalan dalam rumah tangganya akan
tercermin di wajahnya, tercermin pula pada pola hidupnya yang tidak
bahagia. Hidup berkeluarga memang merupakan fitrah sosial manusia.
Secara psikologis, kehidupan berkeluarga, baik bagi suami, isteri,
anak-anak, cucu-cicit atau bahkan mertua merupakan pelabuhan perasaan,
; ketenteraman, kerinduan, keharuan, semangat dan pengorbanan,semuanya
berlabuh di lembaga yang bernama keluarga.

Keluarga juga demikian, ada konsepnya, isteri bukan sekedar perempuan
pasangan tempat tidur dan ibu yang melahirkan anak, suami bukan
sekedar lelaki, tetapi ada konsep aktualisasi diri yang berdimensi
horizontal dan vertikal. Orang bisa saja menunaikan hajat seksualnya
di jalanan, dengan siapa saja, tetapi itu tidak identik dengan
kebahagiaan. Perselingkuhan mungkin bisa memuaskan syahwat dan hawa
nafsunya, tetapi tidak pernah melahirkan rasa ketenteraman, ketenangan
dan kemantapan psikologis.

Itulah sebabnya keluarga bahagia, biasanya disebut dengan istilah
Keluarga Sakinah.

Tidak ada komentar: