NAMPANG DI PEMATANG SAWAH

NAMPANG DI PEMATANG SAWAH
ECTION DULU YACH...!!!

Kamis, 06 Januari 2011

Janji

Memang lidah tak bertulang. Itulah satu bait dari sebuah lagu. Lidah amat mudah berkelit kemana ia suka. Lidah memang luwes. Saking luwesnya lidah mudah saja bergerak kesana kemari bergantung kepada si pemilik lidah. Dengan lidah kita bicara. Dengan lidah pula kita mengobral janji. Dengan lidah pula kita mengingkari janji. Dengan lidah kita menusuk hati. Lidah pula yang dapat membuat seseorang terluka. Lidah pula yang mampu menciptakan jurus-jurus fitnah, bohong dan segala keangkamurkaan. Namun, dengan lidah pula kita menebar kebaikkan. Banyak orang yang tertolong oleh lidah. Banyak orang terhapus kesedihan juga karena lidah. Segala problema hidup juga dapat diatasi oleh lidah pula. Karena lidah kita bisa menjadi mulia atau hina. Dengan lidah pula kita mendapatkan pahala, dan juga dosa. Mana yang kita pilih. Yah bergantung kepada tujuan hidup kita.

Banyak orang berjanji. Ketika seseorang ingin menduduki kursi kekuasaan mereka menebar janji. Ketika seseorang jatuh cinta juga saling mengikat janji. Janji sehidup semati. Aku yang hidup, engkau yang mati, barangkali. Ketika seseorang menjabat juga mengangkat janji. Pokoknya janji seolah-olah menjadi denyut nadi sebuah kehidupan. Tapi, yang menjadi masalah adakah kita ingat janji kita? Jika ingat, adakah kita ingin menunaikannya? Ah yang penting menebar janji, jika nanti tercapai cita-cita urusan lainlah. Yang penting, sekarang janji dulu. Soalnya tanpa janji sulit menjaring dukungan. Kata seorang polititus amatir. Yang penting sekarang membentuk opini publik, untuk melicinkan jalan. Banyak janji yang ditebar, ketika pemilu. Janji padamu negeri. Janji memberi duit. Janji memberi jabatan. Janji mensejahterakan rakyat. Dan banyak janji dan janji. Tebar janji, masalah dipenuhi atau tidak urusan nantilah.

Dalam Hadist yang terkenal, salah satu tanda-tanda orang munafik adalah jika ia berjanji ia mengingkari. Ada beberapa golongan manusia di dunia. Yang pertama adalah mereka yang beriman kepada Allah. Golongan pertama ini dalam setiap tindak tanduk atau perilaku, ucapan dan hatinya selalu berpedoman kepada petunjuk Allah swt. Mereka sangat takut bahkan teramat sangat takut kepada Allah, sehingga ketika disebut asma Allah gemetarlah mereka. Merekalah orang-orang yang beruntung. Sebagian golongan lainnya adalah mengakui dalam hati dan juga dalam pengucapannya tentang ketauhidan Allah tetapi dalam tindak tanduknya mereka berbuat kerusakan. Mereka itulah orang-orang yang fasik. Sebagain golongan manusia tidak beriman baik di hati, ucapan maupun perilakunya. Mereka itulah orang kafir. Ketiga golongan tersebut dapat dengan mudah dilihat oleh siapapun. Akan tetapi ada sebagian manusia yang dalam setiap ucapan dan tindak tanduknya menunjukkan bahwa mereka adalah orang yang beriman, tetapi dalam hatinya mereka tidak mengakuinya. Merekalah orang-orang yang munafik. Orang-orang yang termasuk golongan ini sulit ditengarai sercara nyata. Maka untuk mendeteksi orang-orang munafik Nabi memberikan tiga tanda yaitu, a) jika ia berjanji ia menginkari, b) jika ia diberi amanah ia berkhianat, dan c) jika ia bicara ia bohong.

Jadi jauh-jauh hari Nabi Muhammad s.a.w. mengingatkan kita agar hati-hati terhadap janji. Kita jangan mudah menebar janji. Telah menjadi kebiasaan kita ketika diminta datang, kita sering mengatakan ya sebagai basa basi. Mengapa basa basi, karena kita sebenarnya tidak berniat datang. Jika kebiasaan ini kita budayakan, maka kita bisa jadi akan mengingkari janji-janji yang lain. Jika ingkar janji sudah menjadi budaya seseorang, kelompok atau suatu kaum maka inilah salah satu tanda-tanda munafik. Kebiasaan menebar janji sering ditampilkan oleh para politisi, akademisi, semi akademisi dll. Mereka menebar janji jika menang nanti akan meningkatkan kesejahteraan, akan memajukan institusi, akan mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan golongan dan individu, dan sejumlah janji lainnya. Jika menang mereka lupakan janji itu. Jika ditagih janjinya macam-macamlah alasannya. Bahkan ada yang mengatakan kan itu janji politik. Janji waktu kampanye. Sekarang lainlah masalahnya. Atau akan berkata: “Tidak mudah menjaji pemimpin” Ya memang tidfak mudah. Makanya tidak semua orang mampu menjadi pemimpin yang handal. Mereka lupa janji mereka. Bahkan mungkin mereka hanya mencari keuntungan pribadi atau kelompok mereka saja tanpa memperhatikan semua yang dipimpinnya. Kondisi ini, saya pikir terjadi di semua institusi.

Marilah, kita instropeksi diri apakah tanda-tanda kemunafikan dalam diri kita. Jika ada mari kita sama-sama menghilangkannya. Mari kita kurangi basa-basi, yang mungkin akan membuat kita mengingkari janji. Yang mungkin membuat kita beda antara apa yang tersirat di hati dan apa yang kita ucapkan dan kerjakan. Allah menyindir kita dengan halus: Ketika mereka ditimpa musibah mereka berkata ya Allah selamatkanlah kami ada bahaya ini, niscaya kami akan beribadah lebih baik dari sebelumnya. Ketika bahaya itu sirna maka mereka lupa seolah-olah mereka tidak pernah berdoa kepada-Ku (Allah). Lidah memang tak bertulang, tapi lidah mampu kita kendalikan. Dengan apa? Ya dengan hati yang bersih bebas dari kemunafikkan.

Mohon koreksi jika pendapat ini salah atau kurang benar.